Kalau tak ada yang memberitahu, lantas bagaimana caranya Wonbin bisa tahu kalau orang-orang itu tidak sedang membicarakan hal-hal buruk tentangnya?
Bagaimana caranya Wonbin bisa tahu kalau ternyata mereka nyatanya suka pada Wonbin namun sungkan untuk menyapa dan berkenalan karena aura yang diberikan oleh Wonbin sangat dingin pada semua orang?
Tak ada yang salah, karena semuanya sama-sama bingung mau berbuat seperti apa. Apalagi di awal semester kemarin pun dia sempat tidak masuk berhari-hari, wajar, kan kalau teman-teman sekelasnya agak ragu untuk berbicara dengan Wonbin?
Karena di saat itu hanya ada Epiphany yang dengan sukarela mengulurkan tangannya, Wonbin pun tanpa ragu menggenggam tangan itu, seerat yang ia bisa.
“Kak, kalau jijik bilang ya?”
“Okee..?”
“Kakak satu-satunya orang yang bisa bikin aku nyaman selain Seunghan.”
“Oke, jadi gue selevel sama Seunghan?”
Wonbin menggeleng. “Lebih tinggi.”
“Gimana caranya gue yakin kalau ucapan lo bukan cuma gombalan semata?”
“Aku gak bisa gombal sih kak, kalau ada kata yang kedengeran menggelikan keluar dari mulutku, aku yakin banget kalau itu bukan gombalan dan memang keluar langsung dari hati.”
“Caranya gue percaya sama omongan lo gimana?”
“Kak... Kakak kenapa play hard to get gini deh?”
“I barely know you, Biin? Gue harus yakinin diri gue sendiri kalau lo orang baik.”
“Emang mukaku kelihatan kaya orang jahat??”
“Oh, orang dengan muka ganteng kaya lo gini bisa aja cuma manfaatin orang. Mainin hati cewek sesuka kalian.”
“Kak, aku sama Kunti aja takut, gimana caranya aku mainin hati perempuan? Okay, gini deh, aku mungkin hot and stuffs, tapi aku juga akuin kalau aku se-loser dan se-coward itu. You already know me, I'm a hot loser.”
Kalian penasaran gak sih kira-kira apa isi pikiran Epiphany begitu Wonbin memproklamirkan diri sebagai seorang "Hot Loser"?
“Bin,” Panggil Epiphany pelan.
“Hm?”
“Kalau gue dikasih kesempatan minjem tubuh lo sehari, gue bakalan nyalonin diri jadi Presiden, dan ketika ditanya alasan kenapa gue harus di pilih, gue akan jawab "karena raykat Irregular pantas untuk mendapatkan Presiden yang tampan dan rupawan, karena kalian pasti akan nurut-nurut saja dengan ucapan orang tampan.".”
Wonbin mengejap, memandang Epiphany dalam diam. “Bakalan berakhir dikeroyok massa gak sih, Kak kalau jawab kaya gitu?” Wonbin serius dan cukup concern.
Namun Epiphany menggeleng, dan dengan santai dia membalas. “Trust me, kalau orang ganteng yang ngomong, mereka gak akan marah dan malah cuma ketawa, mikirnya kalau kalian lagi bercanda. Tapi, kalau konsep soal pemimpin itu harus tampan, gue yakin sih kalau itu emang bener, we don't have to see their faces, tapi para Nabi dari agama apapun pasti punya muka yang likeable, melihat dari apa yang terjadi sekarang, jelas banget kalau orang-orang suka dengan para laki-laki tampan yang enak dipandang mata.”
“Kakak INTP ya?”
“Ha?”
“Pikiran Kakak soalnya jauh banget, aku aja gak pernah kepikiran sampai sana.”
“Tapi bener, kan? Atau enggak gini deh, kita ambil contoh dari hal kecil aja. Pacar toxic tapi ganteng, kira-kira ceweknya bakalan gimana? Pasti bakalan tetep nempel meskipun pacarnya sekasar itu. Gue gak bisa jelasin secara logis, tapi yang pasti orang-orang bakalan 'tersihir' dengan muka orang yang rupawan. Mau sejelek apapun tingkah mereka, pasti masih banyak yang suka, soalnya mereka ganteng. Tapi contoh yang ini gak ada hubungannya sama Nabi ya, beda, banget. Intinya orang-orang pasti bakalan takluk sama sesuatu yang indah, pleasing to their eyes.”
“Iya juga ya. Tapi kalau di kasusku gini gimana? Kakak aja gak bisa aku taklukin?”
Giliran Epiphany yang terdiam, mengejap memandang Wonbin. “No.. Salah, muka lo ada efeknya kok ke gue. Kalau gue gak suka sama tampilan lo, mungkin gue gak akan berpikir untuk bantuin lo?”
“Jadi Kakak bantuin aku cuma karena aku ganteng?” Wonbin mulai skeptis.
Epiphany terdiam lagi, berpikir lagi. “Gak gitu juga sih, soalnya gue emang gak suka sama tingkah anak BEM kemarin, jadi gue marah, kebetulan aja waktu itu lo yang kena dan cukup parah.”
“Kalau semisal maba lain yang kena dan gak seganteng aku, apa kakak bakalan tetep bantu?”
“Tetep lah.”
“Jadi bukan karena aku ganteng?”
Epiphany meringis, kepalanya jadi sakit karena pertanyaan Wonbin. Jelas sekali dia belum punya jawaban yang akurat untuk pertanyaan Wonbin di kepalanya. Bahkan pembahasan soal semua Nabi pasti tampan jauh lebih ringan di otaknya dibandingkan dengan pertanyaan simpel dari Wonbin begini.
Apa karena gue belum makan ya, jadi susah mikir? Batin Epiphany bertanya-tanya.
“Kakak gak bisa jawab?”
Epiphany melirik Wonbin, wajahnya terlihat takut, padahal pertanyaan Wonbin tidak menakutkan dan tidak mengandung ancaman.
“Emang nolong orang harus punya alasan jelas ya?” Epiphany balik bertanya.
“Gak perlu sih, tapi aku mau tau soalnya sikap sama perasaan kakak ke aku seolah tumpang tindih, aku cuma mau mastiin kira-kira kakak ada rasa suka ke aku atau enggak.”
Ubun-ubun Epiphany rasanya seperti sedang ditarik, kepalanya pun jadi terasa begitu kencang. Oh, demi, kalau semisal dia pingsan karena terlalu keras berpikir, mungkin Wonbin akan mengira Epiphany punya penyakit dalam tingkat terminal.
“Kenapa gak pelan-pelan aja deh?” Suara Epiphany jadi berubah berat, kurang lebih mirip seperti orang yang baru selesai lari maraton.
“Apanya?”
“Pendekatannya, no need to rush, pelan-pelan aja, take it slow, gak perlu buru-buru, gue juga gak bakalan tiba-tiba diculik alien.”
“Kak Jaemin?”
“Kan dia cuma temen.”
“Pertemanan jenis apa yang ngasih kalung sebagai hadiah?”
“Kan ucapan terima kasih..”
“Gimana kalau maksud dari kalung itu buat 'ngikat' kakak?”
“Ngikat?”
“Iya, secara gak langsung ngasih tanda ke orang lain kalau kakak udah ada yang punya.”
“Apasih, Bin? Jangan ngomong aneh-aneh deh, Jaemin tuh emang baik.”
“Kalau kita buat perbandingan, kira-kira kakak condong ke aku atau ke Kak Jaemin?”
“Bin, stop.” Epiphany memegang pundak Wonbin. “Kalau lo terusin, gue yakin kita bakalan sibuk sama dunia masing-masing lagi karena gue bakalan marah, kita bakalan berantem dan berakhir dengan gue yang males ketemu sama lo. Let's stop it dan pulang, kasian Abang Siomaynya dari tadi dengerin kita debat kusir terus.”
KAMU SEDANG MEMBACA
comfort human - park wonbin ✔
FanficEpiphany kira dia cuma akan dijadiin emotional support animal jadi-jadian aja, eh yang minta jadi nyaman beneran sama dia. semuanya fiksi yaaa