Episode 9

12 1 0
                                    

Puasa belum ada seminggu masih kuat kan?😂. Siapa yang tim gak dapet awal puasa?☝🏻. Se tim sama aku berarti.😂.
.
.
Up lagi buat bayar utang update kemarin. Oh ya, jangan lupa follow akun ini untuk dapat update an cerita baru.😉
.
.
SELAMAT MEMBACA

•••

Aku mengompres kedua mataku dengan es batu sebelum berangkat kuliah. Ternyata bisa sebengkak ini hanya karena menangis semalaman. Tentu saja bayangan kejadian sore itu terngiang dengan jelas.

“Benci banget gue sama Ali. Lihat aja, gue bakal batalin perjodohannya. Gak mau tahu.” Gerutuku sendiri di atas sofa. Selesai mengompres mata cukup lama, aku bersiap untuk berangkat kuliah. Dadaku masih dipenuhi oleh amarah.

Aku keluar dari rumah bersamaan dengan Ali yang keluar dengan menenteng plastik sampah, sepertinya ia baru ingin membuang sampah padahal ini sudah lewat dari jadwal pembuangan sampah. Aku tak memedulikan dirinya dan melangkah cepat menuju lift.

“Darin! Tunggu!” Teriaknya dari belakang. Aku semakin mempercepat langkah dan bergegas masuk ke mesin kotak itu, Ali tetap mengejarku. Tanganku dengan cepat menekan tombol untuk menutup pintu.

Aku tidak ingin bertemu dengannya lagi. Helaan nafasku panjang, lega karena berhasil menghindarinya. Dia memang biang kerok yang tak bisa diam. Tepatkah aku bersikap seperti ini?

*****
POV ALI

“Aishh!” Aku mengacak rambutku kesal karena tak berhasil berbicara dengan Darin. Sudah ku duga dirinya akan marah padaku. Ku lempar kantong sampah asal, yang awalnya hanya sebagai alasan saja agar aku bisa berpapasan dengannya. Gagal rencana kali ini. Aku kembali masuk ke rumah dan menghempaskan badan di sofa.

“Bro, gue butuh rencana B.” Ucapku pada Hanan melalui telepon. Hanan segera mengirim titik pertemuan kami. Sebagai mahasiswa akhir, memang tidak ada jadwal pasti untuk mata kuliah. Seluruh waktunya hanya digunakan untuk mengerjakan tugas akhir kelulusan. Dan tentu saja lebih banyak waktu lenggang.

Hanan sudah berada di markas kampus ketika aku sampai. Markas tempat biasa kami berkumpul para anggota basket. Segera mendekatinya dengan wajah frustasi. Aku takut jika Darin akan mengadu ke Tante Farah.

“Sumpah, Darin lebih ngeri dari pacar lo.” Ucapku spontan membuat Hanan heran.

“Karena dia marahnya nyuekin gue. Enggak nyerocos kayak si Karina. Bingung gue. Tadi aja dia dingin banget. Takut gue kalau diem-diem dia udah ngadu ke emaknya.”

“Rumit cewek lo.”

“Calon cewek gue.” Ralatku.

“Iya, calon. Btw, kenapa lo terima perjodohan itu? Bukannya Alina masih setia nungguin lo lulus ya?”

“Gak ada alasan pasti, sih. Gue cuma mau berbakti aja sama orang tua. Masalah Alina di urus belakangan aja. Udah, jangan bahas itu. Gimana plan B nya?”

“Sini, gue kasih tahu.” Hanan membisikan sesuatu padaku hal yang sangat fantastis. Aku yakin ini akan berhasil.

*****

“Astagfirullah, mata lo kenapa, Rin?” Shiren terkaget melihat mataku yang membengkak setelah aku melepas kacamata hitam yang ku pakai.

Ya, aku memakai kacamata hitam ketika berangkat tadi. Tak bisa ku bayangkan lirikan orang ketika mereka melihatku dengan mata yang bengkak tapi tetap berangkat ke kampus. Mental yang hebat.

“Di gigit semut pas tidur.” Bohongku. ‘Ini semua gara-gara biang kerok itu.’

“Ada-ada aja lo. Udah di kompreskan?” Aku mengangguk singkat sambil mengaca. Ini sudah lebih baik daripada tadi pagi ketika bangun tidur.

Husband Nextdoor (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang