Episode 14

15 2 0
                                    

H-7 lebaran🥳. Kalian tim yang dapet sholat ied atau enggak?
.
.
.
Siap-siap baca bab ini. Konflik ringan tapi lumayan bikin greget.😂
.
.
SELAMAT MEMBACA!

•••

POV DARIN

Setelah dosen menutup perkuliahan hari ini aku bergegas merapikan alat tulis dan memasukannya kedalam tas, tak ingin membuat Ali menunggu terlalu lama. Lantas berlari keluar kelas menuju gedung perpustakaan.

“Darin!!” Shiren berteriak memanggilku dari belakang membuatku berhenti di tempat.

“Kenapa? Gue buru-buru banget nih.”

“Gue pulang bareng lo ya?”

“Ha? Gak bisa hari ini, Shir. Gue ada urusan habis ini."

“Please! Mobil gue di ambil sama Si Banteng. Gue gak bisa pulang.” Banteng adalah panggilan khusus Shiren untuk kakaknya, Kak Bian, karena emosinya yang gampang tersulut padahal Shiren sendiri yang membuatnya selalu emosi.

“Naik taksi kan bisa. Sorry ya, gue duluan.” Langkahku yang hendak menuruni tangga dicegat begitu saja olehnya. Aku memilih turun lewat tangga untuk mempersingkat waktu karena tidak harus antri menunggu lift datang.

“Eh, eh. Masalahnya.... gue gak bawa uang juga.” Anak ini pasti banyak beralasan saja. Aku menghela nafas kasar, pasrah saja untuk membawa anak ini. Toh, ia sudah tahu hubunganku dengan Ali.

“Lo itu banyak alesan emang. Ya udah, boleh. Tapi jangan banyak tanya di jalan, ngerti?” Shiren mengangguk semangat menyanggupi syarat yang kuajukan. Kamipun kembali melanjutkan menuju perpustakaan.

“Rin, lo mau kemana? Bukannya tempat parkir sebelah sana ya?” Shiren bertanya karena ini memang bukan jalan menuju tempat parkir. Ia merasa aneh saja kenapa setelah pulang kuliah malah menuju perpustakaan, biasanya saja aku tak pernah mengunjungi gedung itu sepulang kuliah.

Aku tak menggubris pertanyaan Shiren, tetap berjalan cepat menuju gedung itu takut Ali menunggu terlalu lama.

Sesampainya di dalam gedung aku celingukan mencari keberadaan laki-laki itu. Aku tak menghiraukan pesannya untuk menelponnya setelah selesai kuliah, aku melupakan hal itu bahkan.

Satu persatu meja perpustakaan kususuri sampai mataku menemukan sosok itu. Namun, dirinya terlihat sedang berbincang dengan seorang perempuan. Aku tak bisa melihat wajah perempuan itu karena membelakangiku.

Aku berhenti cukup jauh dari tempat Ali berada. Memperhatikan kedua insan yang sedang asyik berbincang bahkan sesekali mereka tersenyum. Mataku perlahan memanas melihat itu. Ini lebih menyakitkan daripada kejadian sore itu.

“Rin?” Shiren menggoyangkan lenganku menyadarkan lamunanku. Matanya mengikuti kemana mataku tertuju.

"Lo mau ketemu sama Kak Ali?" Aku diam. Selanjutnya aku merogoh tas mengambil ponsel dan secarik kertas yang tertera nomer telpon milik Ali.

Dengan ragu aku memasukkan nomer itu ke dalam log panggilan. Menekan panel telepon untuk menyambungkan. Deringan ponselnya bahkan bisa terdengar jelas di telingaku.

Aku menunggunya mengangkat panggilanku dengan mata tak lepas mengawasinya. Panggilan itu tersambung. Ini hal terbodoh yang ku lakukan, bisa saja aku pergi saat ini menemui Mama tanpa dirinya. Jika ditanya, akupun bisa membuat alasan yang masuk akal. Tapi, entah aku lebih memilih pergi bersamanya. 

Assalamualaikum, sudah selesai kuliahnya?” Suara yang tiba-tiba terdengar menyebalkan bagiku. Aku terdiam sejenak tak langsung menjawab. Mengatur gejolak aneh yang hadir di hatiku. Aku benar-benar marah padanya. Inikah maksud perlakuannya padaku selama ini? Terlihat perhatian didepanku tapi busuk dibelakang.

Husband Nextdoor (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang