Episode 12

21 2 0
                                    

Selamat malam para pembaca yang setia.🥰. Udah pertengahan Ramadhan nih. Maksimalkan lagi ibadahnya. Cerita ini hanya untuk selingan aja ya.
.
.
Jangan lupa follow akun ini untuk dapat update an cerita lainnya.
.
.
SELAMAT MEMBACA!

•••

“Sebentar gue bukain.” Ucapnya bergegas untuk membuka pintu. Dan tebak, siapa yang datang kali ini? Mama dan Ayah. Darimana mereka tahu alamat apartementku? Aku tidak pernah menceritakannya pada mereka.

Mama langsung berlari menghampiriku yang terduduk lemas di sofa, ia memelukku erat-erat serasa tulang dadaku hampir remuk.

“Astagfirullah, Ma! Darin gak bisa na... fas.” Ucapku lemah. Mama kemudian melepaskan pelukannya.

“Ya Allah, Gimana ceritanya kok kamu tiba-tiba sakit gini?” Wajah Mama terlihat cemas sekali melihat anak perempuannya yang tinggal sendirian jauh dari rumah jatuh sakit tanpa sepengetahuannya.

“Gak ada ceritanya, Ma. Sakit ya sakit. Tapi, Mama sama Ayah kok tahu kalo Darin sakit?” tanyaku heran. Mama seketika melirik pada Shiren yang berdiri di dekat dapur, sedang menyiapkan minum untuk orang tuaku.

“Hehe, gue yang ngasih tahu tadi sebelum kesini.” Shiren meringis menunjukkan gigi putihnya yang rapi. Aku tidak bisa menyalahkan Shiren tentu saja.

“Kamu sudah minum obat? Ayah tadi bawain kamu obat, ini jangan lupa di minum.” Mama menyerahkan padaku sekantong plastik putih berlogo rumah sakit dimana Ayah bekerja. Aku lupa kalau Ayahku seorang dokter.

“Udah, Ma. Tadi Shiren juga cerewet banget kaya Mama, bawain obat juga dari apotek.” Jawabku sambil memperlihatkan beberapa obat yang dibeli Shiren.

“Bener gak nih Shiren belinya? Ntar anak Mama di racunin lagi.”

“Ya Allah, tante su’udzon banget sama keponakan sendiri. Shiren juga tahu kali obat demam yang mana.” Shiren tak kalah nyolot menjawab ejekan Mama.

“Bisa jadi kan kamu berniat buruk.”

“Emm... gini nih, emak-anak sama aja. Su’udzon mulu kerjaannya. Tante Farah yang cantik jelita seantero bumi, Darin itu sahabat Shiren, jadi gak mungkin Shiren nyelakain sahabat sendiri.” Jadilah mereka adu mulut di hadapanku yang membuatku semakin pusing. Beginlah jadinya jika keponakan berasa saudara kandung, tidak ada jarak diantara mereka.

“Stop! Anaknya lagi sakit malah adu mulut kaya bebek....” Lerai Ayah yang ikut pusing melihat dua perempuan labil bertengkar.

“...Darin, obat dari Ayah disimpan aja buat jaga-jaga. Yang dihabisin obat dari apotek dulu, sama aja kok obatnya.” Lanjutnya perhatian. Aku mengangguk mengerti.

“Terus masalah pernikahan....”

“Ayah!” Aku spontan memotong perkataan Ayah. Shiren ada di sini, ia masih syok dengan fakta Ali adalah tetanggaku, bagaimana jika ia mendengar ini? Bisa pingsan di tempat nanti dirinya.

“Nikah? Siapa yang mau nikah, Om?” Tanya Shiren bingung. Aku melirik Ayah dengan sedikit kesal karena keceplosan. Mau bagaimana lagi, sudah pasti juga keluarga Shiren akan mendapat undangan pernikahan ku. Jadi lebih baik diberi tahu sekarang daripada dia membuat masalah dan memusuhiku di akhir. Semakin sulit nanti pertemananku.

“Jadi, Shiren belum kamu kasih tahu?” Mama bertanya padaku, hanya ku jawab gelengan kepala. Belum berani aku memberitahu dirinya.

“Ngasih tahu apa tante? Kalian ngerahasiain sesuatu?” Kami bertiga saling menatap, berdiskusi lewat lirikan mata. Entah bagaimana konsepnya itu, yang akhirnya kami setuju untuk memberitahu semuanya pada Shiren.

Husband Nextdoor (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang