Episode 7

15 1 0
                                    

Double up bab baru hari ini sebagai gantinya kemaren gak up.
.
.
.
Sebelum baca jangan lupa follow akun ini ya. Biar dapet notif update an cerita lainnya. 
.
.
SELAMAT MEMBACA!

••• 

      Ponselku bergetar hebat di atas meja tepat ketika kelas siang ini selesai. Dilayar hanya menampilkan nomer tanpa nama. Itu tandanya aku belum pernah menyimpan nomer itu. Dapat nomerku dari mana orang itu? Aku memilih tak memedulikannya dan kembali membereskan peralatan.

      Panggilan itu kembali muncul, dari nomer yang sama. Aku ragu sebenarnya untuk mengangkat, tapi bisa jadi ada hal penting atau memang hanya orang asing yang spam saja.

      “Siapa, Rin? Kok gak diangkat telponnya?” Shiren yang disampingku ikut penasaran. Aku juga penasaran sebenarnya siapa penelpon itu. Tapi aku takut kalau itu adalah orang jahat atau penipuan.

      “Entah, gue juga gak ngerti. Biarin aja.” Aku kembali membiarkan panggilan itu berdering hingga terputus sendiri. Tapi lagi-lagi ponselku berdering, penelpon dari nomer yang sama. Oke, akan ku angkat kali ini.

      “Halo?”

      “Assalamualaikum, ini benarkan nomernya Darin?” Suara ibu-ibu yang terdengar familiar, tapi aku tak yakin akan hal itu.

      “Waalaikumsalam. Iya, saya sendiri? Ini siapa ya?”

      “Darin, ini Tante Maya. Bundanya Ali. Maaf ya, tante minta nomermu dari Mamamu.” Aku seketika terkaget. Berdosa sekali aku mengabaikan panggilannya hingga tiga kali. Ku lirik sebentar Shiren yang antusias mendengarkan dari jauh. Aku sedikit menghindar agar Shiren tidak mendengarnya.

      “Oh, maaf, tan, Darin gak tahu kalo ini nomernya tante. Kira-kira ada perlu apa ya?”

      “Gak papa. Siang ini kamu kosong gak? Tante mau ajak kamu makan siang.”

      “Kosong kok, tan. Insyaallah Darin bisa.”

      “Oke, kalau gitu nanti tante kirim alamatnya ya. Jangan lupa simpan nomer tante ya, sayang. Assalamualaikum.” Setelah menjawab salamnya panggilan itu terputus begitu saja. Shiren mendekat padaku.

      “Siapa?” Tanyanya sambil mengikutiku melangkah keluar kelas.

      “Gak tahu, temen Mama.” Jawabku sekenanya. Tidak mungkin juga aku menjawab dari calon mertuaku. Calon mertua? Apa aku sudah harus menganggapnya seperti itu? Entahlah. Shiren hanya ber-oh tak peduli lagi.

*****

      Makan siang dengan Tante Maya berjalan dengan baik. Tante Maya mentraktirku makanan enak dan membahas perihal kelanjutan proses perjodohan. Aku menyerahkan semua keputusan pada orang tua saja. Tapi dalam hati aku benar-benar memberontak dengan takdir ini.

      Siapa yang siap dengan pernikahan mendadak seperti ini? Tidak tahu bagaimana sifat pasangan kita, tidak mengerti tujuan kedepannya akan bagaimana, pokoknya semuanya serba mendadak. Aku harus menampakkan sifat menerima di depan Tante Maya karena ia sudah menerimaku dengan tangan terbuka. Ia memilihku secara pribadi. Bisa apa aku kalau sudah begitu?

      Kali ini aku pulang ke rumah karena Aqil, adikku, pulang sebab pesantrennya sedang libur. Bukan karena ingin bertemu anak itu sebenarnyat tapi Mama yang menyuruhku pulang. Setelah memarkirkan motor di garasi aku bergegas masuk ke rumah.

      “Assalamualaikum. Ayah, Mama, Darin pulang.” Tak ada jawaban dari keduanya. Aku tahu pasti Ayah sedang tidak ada di rumah. Laki-laki itu selalu mendapat panggilan mendadak dari rumah sakit. Kalau Mama entah agendanya apalagi hari ini. Mataku melihat Aqil duduk dengan santai di sofa sambil melihat televisi.

Husband Nextdoor (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang