Jemiel & Sekolah

318 52 5
                                    

Jemiel bukan merupakan murid berprestasi di sekolah. Ia pernah hampir tidak naik kelas ketika duduk dibangku SD, sehingga Kristal memasukan anaknya ke tempat bimbingan belajar yang mempertemukan Jemiel dengan ketiga sahabatnya. Ketika kecil dirinya juga mengalami keterlambatan bicara dan baru dapat berbicara ketika umurnya menyentuh tiga tahun.

Jemiel selalu merasa kesusahan untuk menyerap pelajaran dan harus usaha dengan ekstra untuk dapat memahami pelajaran di sekolah. Jika para sahabatnya dapat belajar sehari sebelum ujian dilaksanakan, Jemiel harus belajar minimal satu minggu sebelum hari ujian tersebut.

Saat sedang masa pekan ulangan atau ujian akhir semester, Jemiel juga selalu menjadi penghuni tetap tempat bimbelnya yang baru akan pulang jika sudah "diusir".

Seperti sekarang di saat waktu sudah hampir menunjukan pukul sepuluh malam, Jemiel masih berkutat menyelesaikan soal matematika dibimbing oleh guru bimbelnya.

"Eh kamu mimisan, Dek. Aduh bentar Kakak ambilin tisu dulu," dengan panik Vina—pengajar matematikanya, mengambil tisu di meja resepsionis dan segera menyerahkannya ke hadapan Jemiel. "jangan ngedongak, kepalanya nunduk aja."

Setelah dirasa sudah tidak ada lagi darah yang keluar dari hidungnya, Jemiel menunjukan senyum tipis kepada Vina. "Makasih, Kak."

"Jemiel udahan aja ya buat sesi belajar hari ini. Udah seminggu kita tambahan belajar sampe larut malam gini, kamu kecapekan dan Kakak gak mau kamu maksain diri sampe sakit," ujar Vina dengan sorot khawatir. "Kakak gak tega, itu darah kamu sampe netes ke buku astaga... abis ini istirahat yang cukup ya, Dek."

Jemiel meringis kecil melihat buku tulisnya cukup banyak terkena darah. Ia merasa bersalah membuat guru lesnya khawatir dan merutuki dirinya sendiri karena remaja itu merasa dirinya terlalu lemah. Ini bukan mimisan pertamanya dalam minggu ini, kemarin ketika belajar mandiri di rumah sepulang dari tempat les, ia juga sempat mimisan tetapi tidak sebanyak saat ini.

Akhirnya setelah mendengar nasihat dari Vina, Jemiel mau pulang dan menyudahi sesi belajarnya di tempat les.

Vespa matic milik Jemiel sudah terparkir rapih di sebelah mobil milik Kristal. Suasana hatinya langsung membaik mengetahui Mama tersayangnya sudah berada di rumah.

Langkah kakinya memelan ketika melihat lampu dapur menyala. Aroma kopi menyeruak di indra penciuman Jemiel, terlihat Kristal yang sedang membuat kopi dan belum menyadari kehadiran anaknya.

Tubuh Kristal berbalik dan ia sedikit terkejut melihat Jemiel berdiri tidak jauh di depannya.

"Astaga Abang... Mama kirain siapa," perempuan yang sudah mengenakan baju tidurnya itu berjalan mendekat dan raut bingung tercetak jelas di wajah cantiknya. "dari mana aja kok baru pulang? Mama kira kamu udah tidur di kamar."

"Baru pulang les, Ma, Abang mau ada ulangan soalnya." ringis Jemiel.

Kristal mengangguk mengerti, ia menepuk pelan pundak Jemiel. "Rajinnya, harus dapet nilai bagus berarti ya."

Mendengar permintaan Mamanya itu membuat Jemiel kembali meringis. Kristal memang cukup keras dalam urusan akademik, itu juga yang membuat Jemiel belajar mati-matian.

"Mama masih ada beberapa kerjaan yang harus selesai malam ini, Mama duluan ke kamar ya. Kamu juga cepet bersih-bersih ini udah mau larut malam." pinta Kristal yang tidak lama kemudian berlalu ke kamar tidurnya dan meninggalkan Jemiel sendiri di dapur.

Helaan nafas panjang keluar dari mulut remaja yang masih mengenakan seragam itu. Muka Jemiel cukup pucat, tangannya kembali mengalami tremor, dan perutnya meronta-ronta untuk diisi. Ia baru ingat terakhir kali ia menelan makan ialah saat makan siang di kantin. Sejujurnya ia ingin sekali mengadu ke Mamanya bahwa ia baru saja mimisan banyak sekali, tapi ia urungkan karena tidak mau menambah beban Kristal.

KanigaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang