Jemiel & Oje

282 45 2
                                    

Di Hari Sabtu pagi yang tenang, Jemiel dengan mata tertutup masih setia bergelung dibawah selimut cokelat kesayangannya itu. Setiap weekend memang tidak ada kegiatan penting yang mengharuskan cowok itu untuk bangun pagi, sehingga ia dapat leluasa bangun sesiang mungkin.

Kecuali di Hari Sabtu ini.

Terdengar pintu kamarnya terbuka tiba-tiba, lalu ia bisa merasakan seseorang ikut tidur di sampingnya dan mendekapnya dengan tidak santai.

"Good morning anak ganteeeeng!" seru seseorang itu dengan semangat, membuat Jemiel mau tidak mau membuka matanya.

"Oje berisik," ketus Jemiel ketika mengetahui yang sedang memeluknya kini adalah adik dari Mamanya.

Oje merupakan singkatan dari Om Jeslan. Dulu adik yang 5 tahun lebih muda dari Kristal itu merengek tidak mau dipanggil om karena terlalu tua menurutnya. Akhirnya biar tidak terdengar tua-tua amat, Kristal memberi usul panggilan Oje tersebut.

Mendengar ponakan tersayangnya berbicara dengan ketus malah membuat Jeslan tertawa gemas, ia mengecup pipi Jemiel dengan brutal sampai mendapat tendangan pelan dari bocah itu. "Oje kangen banget tau, ini aja sampe nyuri-nyuri waktu buat balik ke Jakarta."

Omong-omong, Ojenya itu hanya berbeda tiga belas tahun darinya dan sedang menempuh pendidikan S2 di Amerika. Padahal belum lama ini Jeslan baru saja menamatkan S2 di Indonesia lalu mengambil lagi S2 dengan jurusan berbeda di Stanford. Tentu saja ini adalah tuntutan dari kakeknya.

Dari hati yang terdalam, sebenarnya Jemiel sangat senang bertemu lagi dengan paman satu-satunya itu. Walau tadi kakinya tidak berhenti menendang Jeslan, detik berikutnya Jemiel membalas pelukan Ojenya tak kalah erat.

"Cari sarapan yuk, Bang. Makan waffle kesukaan kamu itu loh."

"Boleh. Bareng Mama juga, ya?"

Jeslan terdiam sebentar ketika mendengar permohonan Jemiel. Saat ia baru memarkirkan mobil di depan pagar saja, kakaknya itu sudah rapih dan hendak berangkat kerja.

"Mama Abang lagi ada kerjaan kayaknya hari ini. Sama Oje dulu aja, boys time kitaaa," bujuk Jeslan.

"Kalo itu sih emang setiap hari Mama ada kerjaan banyak," lirih Jemiel pelan, namun masih dapat didengar oleh Jeslan.

"Nanti pas jam makan siang kita samperin Mama deh, gimana? Pagi ini sama Oje dulu tapi," tawar Jeslan dengan tangannya masih setia melingkar ditubuh keponakan tersayangnya.

Senyum Jemiel terbit, ia mengangguk dengan antusias. Menarik dirinya dari dekapan sang Oje dan berlari kecil ke kamar mandi untuk bersiap-siap.

Kelakuan keponakannya itu membuat Jeslan tertawa gemas.

"Dasar bayi."

Tidak sampai tiga puluh menit, kedua manusia berwajah tampan tersebut sudah berada di cafe yang tidak jauh dari komplek perumahaan Jemiel. Dimana cafe tersebut memiliki menu waffle kesukaan Jemiel.

"Abang apa kabar? Gimana di sekolah? Udah punya pacar belom?" tanya Jeslan bertubi-tubi membuat keponakannya memutar bola matanya jengah.

"Satu-satu kalo nanya Oje!"

"Hehehe sorry, Oje terlalu excited ketemu sama Abang lagi. Abisnya kemarin-kemarin gak pernah ngehubungin Ojenya sih." ujar Jeslan dengan nada yang dibuat-buat sedih.

"Ya gimana mau ngehubungin kalo aku bangun Ojenya disana lagi tidur," sewot Jemiel. "kabar aku baik, di sekolah juga baik-baik aja gak buat onar."

Jeslan mengangguk mengerti, "Terus kalo pacar gimana? Udah punya pacar belom?"

Jemiel dengan santai hanya menggeleng lalu mengalihkan perhatiannya kepada waffle yang baru saja dibawa oleh pelayan ke meja mereka. Tanpa menunggu lama-lama, Jemiel segera mengambil pisau dan garpu lalu mulai memotong waffle dengan siraman madu favoritenya.

KanigaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang