Rumah.
Rumah merupakan tempat pulang paling nyaman, katanya.
Rumah merupakan tempat untuk berkumpul dan berbagi cerita bersama keluarga, katanya.
Setiap mendengar definisi rumah dari berbagai sudut pandang, Jemiel selalu merasa asing dan penasaran. Pertanyaan-pertanyaan langsung timbul dalam hatinya. Seperti bagaimana rasanya memiliki rumah yang nyaman untuk pulang?
Bagaimana rasanya memiliki rumah yang ramai akan kekeluargaan?
Sering kali dirinya bertamu ke rumah teman-temannya untuk mengerjakan tugas sekolah atau hanya sekedar untuk bermain, mungkin dari situ dirinya mulai mengerti. Mengerti apa definisi rumah bagi teman-temannya.
Dari Renja, ia tahu bahwa rumah selalu memiliki pertanyaan, "Gimana hari ini? Mau dimasakin apa buat makan malam?"
Dari Nata, ia sadar bahwa rumah selalu memiliki kekhawatiran jika salah satu penghuninya pulang telat dan tidak bisa dihubungi.
Dan dari Mahen, ia paham bahwa rumah selalu memiliki keramaian yang menyenangkan.
Rumah seharusnya punya itu semua, namun lucunya ia tidak pernah mendapatkan rumahnya seperti itu.
Jarum jam menunjukkan angka delapan lebih lima puluh menit saat vespa matic hitam miliknya—yang merupakan hadiah kelulusan smpnya hampir dua tahun lalu, sudah terparkir rapih di garasi. Baru motornya saja yang mengisi, menandakan bahwa Mamanya belum pulang dari bekerja.
Dengan langkah gontai, Jemiel berjalan ke arah pintu utama sambil merogoh kantong celana untuk mengambil kunci rumah lalu membuka pintu perlahan.
Hembusan angin yang menyambutnya pertama kali saat ia memasuki rumah. Tidak ada seruan khawatir saat dirinya baru pulang sekolah di jam sembilan malam, tidak ada orang yang membukakan pintu, yang ia dapatkan hanya ruang tamu yang gelap dan keadaan rumah yang sepi.
Mengabaikan rasa kesepiannya, Jemiel memilih untuk langsung membersihkan diri sebelum mamanya pulang.
Setelah mandi, masih dengan handuk yang ia sampirkan di bahu, dirinya melangkahkan kakinya ke dapur untuk memanaskan makanan yang sudah dibuat Mbak Dina tadi siang. Mbak Dina merupakan ART yang sudah lama bekerja di rumahnya dan biasa datang pukul enam pagi lalu pulang pukul empat sore.
Rumah selalu memiliki meja makan dan orang-orang yang menempatinya. Namun, sekarang diantara empat bangku yang tersedia, hanya satu yang terisi. Seketika soto daging kesukaannya sudah tidak lagi terlihat menggiurkan, tergantikan rasa sesak yang tiba-tiba menggerogoti dadanya.
Kenapa?
Kenapa rasanya sesesak itu?
Bukannya sedari kecil ia sudah terbiasa dengan sepi?
Entah sudah berapa lama Jemiel melamun sampai tidak sadar Audi A5 berwarna hitam kepunyaan Kristal memasuki garasi. Derap stiletto yang semakin mendekat menyadarkan anak cowok itu dari lamunannya.
Terlihat perempuan berbalut blazer berwarna khaki dan celana panjang berwarna senada serta menenteng tas kerjanya. Sebenarnya Jemiel tidak terlalu berharap mamanya akan datang menghampirinya, karena biasanya perempuan yang paling ia sayang itu langsung segera mandi sepulang kerja. Namun mungkin tidak untuk hari ini, karena saat netra Kristal menangkap kehadiran anak tunggalnya di meja makan, perempuan itu segera meletakan tasnya di sofa ruang tv dan berjalan mendekati Jemiel.
"Abang baru makan jam segini?"
Padahal itu cuma sebuah kalimat tanya yang dilontarkan, namun perasaan sepi yang sedari tadi anak laki-laki berumur 16 tahun itu rasakan seperti lenyap tak bersisa.
"Iya, Ma, tadi abang pulangnya agak telat. Mama sendiri udah makan?"
Kristal tersenyum simpul lalu mengangguk, "Udah tadi di kantor. Kalo gitu Mama mau bersih-bersih dulu, Abang makan yang banyak."
Hanya dengan percakapan super singkat seperti itu yang hampir Jemiel alami setiap hari, sangat cukup untuk cowok itu membuat definisi rumah versi dirinya sendiri.
Mamanya adalah rumah ternyaman.
Mau di mana pun ia berada, asal bersama perempuan cantik yang membawanya hadir ke dunia, he's already home.
Walaupun tidak ada sambutan setiap kali Jemiel pulang dari sekolah.
Walaupun tidak ada pertanyaan, "Gimana hari ini?"
Walaupun tidak ada yang mengkhawatirkannya saat ia pulang telat sampai malam hari.
Jemiel tidak apa-apa dengan semua itu. Asalkan Mamanya masih satu atap dengannya, dirinya akan selalu pulang.
Dirinya akan selalu pulang,
untuk Mama.