Jemiel & Senyum

277 49 13
                                    

Jemiel merupakan pribadi yang murah senyum. Dibalik sifat tertutup dan diamnya, remaja itu gemar tersenyum untuk hal-hal kecil sekalipun. Ia tidak pernah lupa untuk melemparkan senyum kepada setiap penjual makanan yang ia beli, kepada Mbak Dina yang setiap pagi merapihkan kamarnya, kepada satpam sekolah yang kadang memberinya keringanan jika terlambat, dan terlebih kepada seseorang yang melahirkannya ke dunia—sang Mama tercinta.

Mata Jemiel selalu membentuk bulan sabit ketika tersenyum kepada Kristal. Kristal pernah berkata bahwa senyum Jemiel adalah favoritnya. Perempuan itu senang melihat senyum Jemiel ketika pulang dari bekerja. Pujian sederhana dari sang Mama membuat Jemiel bertekad untuk selalu melukis senyum saat bersama Kristal.

Seperti saat ini, ketika Jemiel tidak sengaja bertemu Kristal di salah satu pusat perbelanjaan  yang cukup sering ia kunjungi. Cowok itu sedang mencari gitar baru untuk praktek musiknya minggu depan, gitar lamanya sudah terlampau rusak. Saat hendak memasuki toko musik, ia melihat Mamanya sedang berdiri sendiri bermain dengan ponsel pintarnya di depan toko musik. Senyum Jemiel merekah, tidak menyangka dapat bertemu sang Mama.

"Mama," panggil Jemiel masih dengan senyum lebarnya. Kristal cukup terkejut ketika mendengar panggilan dari anaknya, ia sampai memundurkan badannya sedikit.

"Loh, Abang? Kok sendirian?"

"Iya ini lagi mau cari gitar buat praktek di sekolah, Mama sendiri sama siapa? Lagi nunggu Kak Joy, ya?" tebak Jemiel sambil sesekali menengok kanan kiri mencari keberadaan asisten Mamanya.

Kristal menggeleng singkat, "Bukan. Lagi nunggu temen Mama, dia lagi ke kamar mandi sebentar."

Lalu keheningan menghampiri mereka berdua, fokus Kristal kembali ke layar handphonenya sedangkan Jemiel sedang sibuk memikirkan apa kah Mamanya mau untuk menemaninya memilih gitar.

Baru saja ingin membuka suara, perhatian Kristal beralih kepada sosok pria yang berjalan menghampiri mereka berdua. Bibir Mamanya melukis senyum indah saat matanya bertatapan dengan sosok pria tersebut.

"Maaf ya, nunggu lama," ucap pria yang mengenakan kemeja hitam itu.
Sejauh yang Jemiel lihat, sepertinya teman Mamanya itu berumur tidak jauh dari sang Mama dan ia juga merasa tidak asing dengan sosok pria dihadapannya ini.

"Enggak kok, Kak. Kebetulan ini aku ketemu anakku, kenalin ini Jemiel." tangan Kristal menepuk bahu putranya, memberi kode untuk Jemiel mengenalkan dirinya sendiri.

"Halo, Om, saya Jemiel," sapa Jemiel dengan senyum yang kembali terpatri di wajahnya. Remaja itu menunduk sopan. Ia baru teringat jika seseorang di depannya ialah orang yang sama yang ia lihat bersama Oje waktu itu di lobby kantor Mamanya.

Bisa terlihat raut terkejut dari pria di depannya, namun tak lama kemudian senyum ramah muncul dari bibir teman Mamanya itu, "Aku gak tau kamu udah punya anak seganteng ini, Tal. Saya Bastian, bisa dipanggil Om Bas kalau kamu mau."

"Iya, Om Bas. Salam kenal."

"Gak perlu terlalu kaku sama saya, ya, Jemiel. Anggep aja teman sendiri, umur kita gak beda jauh kok." ujar Bastian dengan penuh candaan membuat Jemiel sedikit kikuk.

"Gak beda jauh sama anak kamu yang ada, Kak." sahut Kristal membuat Bastian tertawa lepas.

"Jangan bongkar aku kayak gitu di depan Jemiel dong, Tal."

Jemiel semakin kikuk melihat interaksi akrab antara sang Mama dengan Om Bastian. Sudah lama ia tidak melihat Kristal bercanda dengan bebas dengan teman lawan jenisnya. Biasanya ia akan menemukan Kristal dengan raut wajah serius mengobrol dengan para kliennya, bahkan dengan Kak Joy.

"Oh iya, Jemiel disini sendiri? Rencananya Om Bas sama Mama kamu mau nyari piano baru buat anak Om. Jemiel mau join gak?" tawar Bastian ramah. Di dalam hatinya, Jemiel cukup paham mengapa Kristal bisa berada di depan toko musik.

KanigaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang