BAB 4

8 0 0
                                    

*Mas Jordy*

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

*Mas Jordy*

     Hari ini adalah hari keduaku tidak masuk kerja. Di rumah masih ramai tamu yang berdatangan. Sampai malam ketiga juga di rumah kami diadakan akulturasi budaya lokal dan agama Islam—Tahlilan. Acaranya hanya membacakan doa-doa dan ayat-ayat Al – Qur’an untuk memohon ampun dan memohon rahmat Allah SWT. Tidak lupa setelah membaca doa bersama, dari pihak keluarga yang ditinggalkan biasanya memberikan besek kepada orang-orang yang hadir dalam tahlilan.

“Kak, kamu nggak apa-apa nggak masuk kerja?”

Aku mengangguk. “Nggak apa-apa, Bun!” seruku dengan senyuman lebar.

Bunda yang tengah memasukkan snack basah ke kotak makan melihatku penuh dengan keheranan. “Kamu cepet banget recovery-nya. Padahal selama ini kamu kalo cerita apa-apa lebih sering ke Eyang. Kamu nggak sedih?”

“Iya, May. Kemarin juga kamu masih bisa ngakak padahal jokes kemarin kan nggak lucu-lucu amat.” Tambah Kak Lyn.

“Loh? Aku kan emang receh, Lyn …” sanggahku.

“Iya … tapi …”

Tante Maya yang memang sedang berada di sampingku sembari melipat-lipat kotak makan, ikut berdialog, “Bagus dong, berarti Maylaf sudah meng-ikhlaskan kepergian Eyang Uti. Kalo disedihin, ditangisin terus juga kan Eyang nggak akan kembali …”

Aku mengangguk. “Betul …” jawabku. Entah ini jawaban dari hati atau kebohongan belaka.

Dddrrtt …’

Ponselku bergetar rupanya ada panggilan masuk.

Mas Jordy

Aku langsung pergi ke kamarku untuk mengangkat panggilan dari Mas Jordy.

“Halo, Mas?” sapaku dari ujung telepon.

Maaf aku langsung telepon, ya. Aku WA kamu nggak balas-balas, soalnya.”

“Oh?” aku baru ingat kalau aku sudah tidak membuka aplikasi berwarna hijau itu sejak Eyang Uti meninggal.

Kamu lagi kenapa? Kok tiba-tiba menghilang ditelan bumi gitu?”

“Eum … maaf ya, Mas. Dua hari lalu Eyang Utiku meninggal. Jadi aku agak repot dan cukup sedih.” Jelasku.

Oh, Turut berduka cita ya … Ngomong-ngomong aku  ganggu, nggak?”

Aku menggeleng. “Nggak, kok.”

     Ternyata obrolan kita semakin panjang dan tidak terasa sampai memakan waktu satu jam dua puluh menit. Beberapa kali Mas Jordy memberikan jokes-jokes untuk menghiburku dan sukses membuatku tertawa. Selain itu, dia bercerita banyak mengenai kantornya. Walaupun banyak topik yang tidak aku ketahui, aku senang mendengarnya berbicara. Apalagi kalau sedang menjelaskan sesuatu yang tidak aku tahu.

Gugusan MisteriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang