BAB 11

3 0 0
                                    

BAB 11

"Hahaha, dia bilang begitu?" tanya Sakha yang kemudian kembali menyetir mobil karena lampu merah di depan sudah berganti menjadi lampu hijau.

Aku mengangguk. "Iya ..." ucapku sembari sibuk memakai mascara. "Kira-kira siapa ya dia?"

"Dia?"

"Iya, maksudku perempuan itu."

Sakha jelas tertawa. "Hahaha ... jadi kamu sudah percaya kalau selama ini ada hantu yang ngikutin kamu?"

Tiba-tiba aku memutar bola mataku ke atas—berpikir. "Sepertinya begitu."

"Mau cari tau?" tawar Sakha.

Aku heran. "Gimana caranya?"

"Kamu ceritain aja setiap kali kamu inget sesuatu, nanti aku yang coba cari tau benang merahnya."

Aku menutup cushionku dan meletakkannya di tas. "Eh tapi, Sakh. Kamu kan indigo katanya, emang kamu nggak bisa ngobrol sama dia gitu?"

"Udah selalu coba mau ngobrol tapi dia nggak pernah ngomong. Cuma nunjukin raut wajah sedih kayak ... feelin guilty gitu deh."

Aku menggigit bibirku sembari berpikir sendiri. "Ck, siapa ya?"

"Tapi May ... ada satu sign. Nggak tau sih ini akurat atau nggak. Soalnya barang yang kayak gitu banyak juga yang jual. Tapi kayaknya kamu beli sih."

"Apaan tuh?" tanyaku penuh rasa penasaran.

"Anting lo."

Aku refleks memegang telingaku. "Anting gue kenapa?"

"Lo beli dimana?"

3 detik kemudian aku menjawab, "Oh ini ... dari kecil sih, tapi sama Bunda selalu dibenerin gitu ke tukang emas. Kalo udah mulai sempit kayak di-update gitu biar tetep bisa aku pakai. Nggak ngerti sih Bunda apain, tapi ini selalu ada dari ... kecil mungkin?"

"Lo nggak pernah ganti model anting?" tanya Sakha kemudian mengambil uang koin dan memberikannya kepada Pak Ogah. Mobil kami pun masuk menuju jalan raya.

Aku menggeleng setelah kaca mobil ditutup Sakha. "Nggak. Bosen sih kadang tapi kata Bunda cantikkan pake anting ini. Dan aku juga nggak pernah tertarik gonta-ganti perhiasan sih, Sakh. Jadi yaudah ... awet deh."

Sakha menepikan mobilnya di sisi jalan. Sebenarnya aku juga tidak tahu kenapa.

"Coba aku lihat," kata Sakha. Dia memajukan badannya ke arahku.

"Eh ...?" aku membulatkan mata.

Sakha menghela nafas. "Jangan mikir macem-macem. Aku pure mau lihat doang."

"Si—siapa juga yang mikir macem-macem ..." kataku gugup.

Sakha menganalisis antingku selama beberapa detik. Dia juga memegangnya. "Nah ... ini 'K' untuk apa May?" tanyanya kemudian duduk seperti semula.

"K?"

"Iya huruf K."

"Hah? Di antingku? Aku nggak tau loh."

"Iya, di anting kamu." Kemudian Sakha kembali menyetir mobilnya. Yap, dia menepikan mobilnya sejenak hanya demi melihat antingku.

Aku mengedikkan bahu. "Entah ..."

Sakha tampak berpikir sendiri. Jemarinya diketuk-ketukkan ke stir mobil. Ia mendesis, "Bunga daisy putih. Bagian tengahnya berwarna kuning. Antingnya Maylaf juga sama, tapi bagian tengahnya gold dan ada inisial 'K'. Sedangkan namanya dari huruf M."

Gugusan MisteriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang