BAB 7

4 0 0
                                    

Kurasa Melisa memblokir kontak whatsappku dan Bunda masih ccanggung untuk memulai topik bersamaku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kurasa Melisa memblokir kontak whatsappku dan Bunda masih ccanggung untuk memulai topik bersamaku. Malam ini aku hadir makan malam bersama Ayah dan Bunda dengan lauk yang sudah Bunda masak penuh cinta. Hanya ada suara dentingan dari sendok yang beradu dengan piring. Ayah pun tak berani memulai pembicaraan jika sudah begini.

"Bun, aku mau ke Yogya besok." Ucapku memecah keheningan.

Bunda lantas menghentikan aktifitasnya. "Apa? Yogya? Solo trip lagi?"

Aku mengangguk pelan.

"Dengan keadaan kamu yang kayak gini?!" nada bicara Bunda mengisyaratkan bahwa Bunda tidak yakin. "Udah deh Yah, anaknya urus noh." Bunda meletakkan alat makannya dan pergi menuju kamar.

Tersisa hanya aku dan Ayah.

"Maylaf sayang ... ada apa?" tanya Ayah berusaha lembut padaku.

Aku menunduk. Kalau sedang di posisi begini, aku merasa masih berumur 17 tahun.

"Kamu lagi nggak okay, ya? Bunda tuh sebenernya khawatir sama kamu, May."

"Aku tau ... tapi aku emang lagi down banget, Yah. Aku mau tenang. Kalo di rumah, kayak ... sama aja."

Ayah menganggukkan kepala. "May, kalo kamu mau cari tenang di dunia ini, nggak ada yang bisa bertahan lama kecuali satu ..." Ayah menggantungkan kalimatnya.

Aku mengangkat sebelah alisku. Apa?

"Cari ketenangan itu di atas sajadahmu."

-oOo-

Seisi dunia tahu kalau Sagitarius keras kepala, bebas, dan tidak suka diatur. Aku tau itu kepribadian yang menyebalkan tapi sulit dipungkiri kalau watakku faktanya memang seperti itu.

Pukul tujuh pagi, aku sudah berdiri di stasiun Bekasi. Menunggu Gajah Wong menjemputku untuk pergi ke Lempuyangan. Aku hanya membawa ransel. Hanya ransel. Tidak ada tripod, tidak bawa dua sepatu, bahkan aku kelupaan membawa jaket. Oh! Payung atau jas hujan juga tidak kubawa. Perjalanan kali ini benar-benar perjalanan pelarianku dari kehidupan asliku di Bekasi – Jakarta.

Anda telah tiba di stasiun Tugu.

Aku berjalan menuju pintu keluar gerbong di pukul 3 sore. Dengan perasaan yang sebenarnya carut marut aku menyusuri jalanan di stasiun. Tidak terlalu ramai, mungkin karena hari ini hari selasa? Entah lah. Aku masuk ke toilet stasiun sekadar untuk membersihkan wajah yang agak kumal selama 8 jam perjalanan tadi. Aku menyemprotkan face mist dan memoleskan lipcream nude dan red yang aku ombre di bibirku. Aku juga mencepol rambut lurusku secara asal. Membiarkan anak-anak rambut menghiasi kening dan tulang rahangku.

High loose pants berwarna cream dan baju biru muda panjang yang menenggelamkan sebagian jemariku kini kelihatan lebih kusut karena selama di kereta aku lebih banyak tertidur. Setelah mengelap sneaker putihku dengan tisu basah, aku bergegas keluar kamar mandi dan berjalan menuju pintu keluar stasiun. Mengeluarkan ponselku dan siap memesan ojek online.

Gugusan MisteriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang