BAB 8

3 0 0
                                    

Aku terbangun dipukul lima pagi. Lagu yang kuputar sejak malam kedengaran macet-macet dari satu jam lalu. Aku merenggangkan tubuhku dan mengerjapkan mata sebelum akhirnya mengambil ponsel yang ada di sampingku.

7 panggilan tak terjawab dari Instagram.

Aku langsung terduduk sembari membuka aplikasi Instagramku. Rupanya Arya yang terus menerus meneleponku. Ada apa, ya? Mau klarifikasi? Mau minta maaf?

@AryaKusuma

May, boleh ngomong?

May, gue minta maaf banget. Pasti semalam itu lo jadi awkward ya?

'Dddrrtt...'

Arya langsung menelponku, mungkin dia tahu kalau aku sudah membaca pesannya.

"Halo?" ucapku dengan suara yang masih serak.

"Halo, May. Maylaf, gue bener-bener minta maaf. Semalam pasti lo awkward banget, ya?"

"Nggak se-awkward itu, Ar. Biasa aja." jawabku dingin.

"Gue nggak tau kalo Liana ada di sana, tadi malam. Bener-bener diluar dugaan gue. Bakpianya dimakan ya, May. Hitung-hitung rasa terima kasih gue ke lo karena udah nemenin gue semalam."

Aku melihat ke arah dua pacs Bakpia yang masih dalam kantong yang kuletakan di nakas. "Sama-sama."

"May ... Gue harap kehidupan lo selalu lebih baik dari kemarin dan hari ini. Especially perjalanan cinta lo."

Aku terdiam. Baru sadar semalam aku juga oversharing terhadap kisah asmaraku dengan Mas Jordy.

"Oh ya, May. Gue nggak jadi over WO gue di Yogya."

Aku sedikit tersentak. "Balikan?"

"Iya."

"Oh ..."

Hening.

"Lo beneran nggak apa-apa kan, May?"

Aku terdiam beberapa saat sebelum akhirnya angkat bicara. "Arya, mulai sekarang gue harap lo nggak pernah muncul lagi di depan gue."

-oOo-

Luka yang masih lebam kembali terbentur. Kedua kalinya semesta kembali mempertemukan kita untuk menjadi asing. Aku masih menangis di kamar mandi, padahal hanya tinggal mengeringkan rambut memakai hair dryer yang ada di depan wastafel. Aku mengambil nafas dan menetralkan perasaanku lalu keluar dari bilik kamar mandi. Kulihat ada seorang perempuan berpiyama yang sedang mengeringkan rambutnya dengan hairdryer.

"Mbak, kamu nginep disini juga?" tanya perempuan itu dengan ramah. Sepertinya dia bukan orang Jawa mengingat aksennya yang lebih seperti orang Jakarta.

"Iya." Aku mengangguk. "Mbaknya juga sama?"

"Iya. Di sini enak ya ternyata hotelnya. Aku baru pertama kali." Ucap perempuan itu.

"Aku udah tiga kali, sih. Empat deh. Satunya lagi pas ke Surakarta."

"Oya!?" perempuan itu membulatkan matanya.

Aku tersenyum menanggapinya seramah mungkin.

"Eh Tapi Mbak, aku boleh nanya nggak?"

"Apa tuh?"

"Kamu lagi nggak okay, ya?"

Aku terdiam. Menatap mata perempuan itu. Tau dari mana?

"Eum, maaf ya." Ia mematikan mesin hair dryernya. "Aku bukannya lancang. Tapi aku tidur di atas kamarmu dan kedengeran sekali kalo kamu menangis."

Gugusan MisteriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang