BAB 13

2 0 0
                                    

Cinta selalu bisa hadir sekalipun dengan hal-hal yang sederhana. Dan sepertinya, aku telah masuk ke perangkap-nya. Hal yang sudah ku wanti-wanti untuk jangan terjadi lagi, malah kutemui dengan sadarku. Lelah mengurusi rasa dalam hati, malah dihadapi secara penuh sadar. Lucu, pikirku. Manusia ini memang tidak pernah memiliki rasa puas. Puas untuk sakit hati salah satunya. Entah terbuat dari apa hatiku ini, berkali-kali 'jatuh' cinta sampai berdarah-darah, masih saja ditantang 'jatuh' lagi. Kali ini sih, tidak tahu ... apakah jatuh berbalut bunga atau jatuh berbalut luka.

"Emang apa kata Bundamu?" Tanya Sakha lewat video call pada layar smartphone-ku.

Aku mengangkat Gemini—kucing kampung-nya Sakha—agar perasaan rindu lelaki itu sedikit terobati. "Katanya gini, 'Kamu tuh ada hubungan apa sama Sakha? Kok sampe nitipin kucingnya ke kamu? Emang di dunia ini nggak ada toko yang namanya pet shop, dr pet, atau apa gitu?' katanya."

Sakha tertawa kemudian melambai-lambaikan tangannya pada Gemini. Ya, pada Gemini. Bukan aku. Sebab seluruh layar kamera dipenuhi dengan Kucing berwarna putih – oranye itu. "Aku jadi mikir. Menurut kamu kita ada hubungan apa, May?"

Aku mendadak mengernyitkan kening. Berusaha stay cool walau dalam hati udah amburadul. "Apa, ya? Kalo kamu?"

Sakha menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Haha, Sagitarius tuh emang suka melempar pertanyaan dengan pertanyaan, ya?"

"Nggak gitu Sakh, konsepnya ..."

Sakha terkekeh. "Ya terus gimana. Eh, May ... kok kamu masih main sama Gemini jam segini. Nggak tidur?"

Aku menggeleng pada layar ponsel yang kusandarkan di bantal yang ada di sofa. "Iya, Ayah Bunda belum pulang. Nggak tau kenapa kayak takut aja gitu kalo tidur di kamar sendirian tapi mereka belum pulang." Kataku sesekali melihat ke arah Gemini.

Kali ini Sakha yang mengernyitkan kening merasa heran dengan perkataan yang baru saja aku lontarkan. "Hah? Takut? Diumur segini kamu masih ngerasa takut?" pertanyaannya seperti meledekku.

"Bahas yang lain aja lah. Btw kamu lagi free, nih?"

Sakha menggeleng-gelengkan kepalanya. "Ckckck, May ... takut apa sih? Hantu? Kamu tau kan aku indigo? Itu dibelakang kamu ada—"

"Sssstttt!!!" aku langsung meletakkan telunjukku di depan bibirku. "Diem ya mulutnya, Sakh."

"Hahaha ..." Sakha puas tertawa. "Beneran, dari tadi tuh sebenernyya aku lagi dadah sama—"

"I love you!"

Hening.

Astaga, kalimat tolol apalagi kali ini?

Aku masih dengan mulut menganga, masih tidak percaya karena tiba-tiba aku mengeluarkan kalimat keramat begitu. Sakha pun juga terdiam. Dari raut wajahnya juga tampak terkejut mendengar ucapanku.

"Kemarin ..." Sakha membuka obrolan setelah hening 5 detik. "Kemarin kamu bilang kalo kamu mau ke selatan aja, soalnya kamu tipikal orang yang susah mengutarakan perasaan. Kok sekarang tiba-tiba ..."

Aku tidak bisa jawab. Padahal seharusnya ... aku bisa mengatakan kalau itu sebuah kesalahan, kan?

'Klik!'

Panggilan video dihentikan secara sepihak.

Aku masih duduk bersila melihat layar ponselku yang perlahan mati. Gemini sampai rebahan di sofa sembari menatapku yang tengah membeku di tempat. Perlahan matanya sayu dan terpejam.

"Argh!"

Aku mengacak rambutku frustasi. Belum siap jika sewaktu-waktu Sakha kembali mempertanyakan kalimat itu. Tapi ... ini berarti aku sudah cinta, ya? Merasa dag dig dug tiba-tiba, setiap bertemu merasa seperti ada electric shock, dan setiap kali Sakha melakukan act of service atau physical touch padaku, seperti ada butterfly in stomach. Rasanya aneh dan membingungkan. Jadi salah tingkah tidak jelas begini pokoknya.

Gugusan MisteriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang