Pria Pencemburu

97 33 2
                                    

Sesampainya di ruang kerja miliknya. Handes membuang semua berkas yang ada di meja. Ia marah dan ia tidak suka dengan keputusan Harsya.

"Apakah pria itu?" Handes mengepalkan tangannya. "Jangan harap bisa mengambil apa yang sudah menjadi milik Handes."

Handes terus bermonolog. Ia berencana akan memecat Wira. Ia tidak menyukai Wira yang lancang.

"Hai, apa yang terjadi?" Orion melihat berkas berserakan di ruang kerja Handes.

"Aku tidak ada waktu. Pergilah!"

Handes mengusir Orion yang baru saja masuk ruangan.

"Sabar, Bro. Sabar." Orion tertawa kecil. "Apa yang terjadi padamu?"

"Apa kamu kurang kerjaan? Pergilah, ini masih terlalu pagi untukmu bermain."

Orion menggeleng-gelengkan kepalanya masih sambil tertawa, kemudian ia duduk di sofa tanpa Handes perintah. "Aku bukan pengangguran yang bisa terus bermain-main," ucapnya.

"Lalu untuk apa kamu ke sini pagi-pagi?" Handes duduk di samping Orion.

"Aku membawakan kabar buruk untukmu. Aku yakin setelah mendengar ini, mood kamu semakin buruk."

Handes menatap tajam ke arah Orion. "Jangan bercanda."

"Aku tidak bercanda. Aku ada meeting jam sembilan pagi ini dan aku menyempatkan untuk datang ke kantormu terlebih dulu karena berita ini sangat penting. Aku tidak bisa membicarakannya di telepon."

"Katakan!" Handes penasaran dengan berita itu, sampai-sampai Orion datang sepagi ini.

"Aku lapar."

"Tidak lucu." Handes menatap bengis ke arah Orion seolah ingin melahapnya hidup-hidup.

"Ampun." Orion meringis dan menampilkan wajah polosnya. "Tapi aku serius. Aku lapar, setelah itu aku akan ceritakan padamu."

"Kita bicarakan di kantin."

Handes berdiri terlebih dahulu. Kemudian diikuti oleh Orion. Mereka berjalan menuju kantin kantor.

"Han, dia kekasihmu?" Orion menepuk lengan Handes supaya melihat ke arah yang ia lihat.

"Mantan kekasih." Handes berucap datar. Ia marah dan juga cemburu melihat Harsya makan bersama Wira. Padahal mereka baru saja putus ataukah mereka memang sudah memiliki hubungan dibelakangnya selama ini?

"Bagaimana bisa? Kamu baru saja tidur dengannya kemarin dan sekarang mantan?"

"Bukan urusanmu."

"Ya, aku tahu. Semua bukan urusanku tapi aku merasa aneh saja."

"Kita duduk di sana." Handes memilih tempat duduk yang jauh dari Harsya karena ia takut, ia tak bisa mengendalikan emosinya dan menghajar Wira di hadapan karyawan lainnya.

"Tidak, aku ingin duduk di sana, dekat jendela. Pemandangannya sangat bagus." Orion berjalan lebih dulu, ia sengaja memilih tempat duduk yang berdekatan dengan Harsya. Ia sangat suka membakar suasana supaya panas.

"Aku tahu maksudmu." Handes ingin sekali menghajar Orion yang tengil. Ia tahu, Orion tidak pernah tertarik dengan pemandangan, dia pasti sengaja melakukan itu untuk menguji kesabarannya.

"Selamat pagi." Orion menyapa Harsya dan teman prianya.

"Pagi," balas Harsya dan Wira yang sedikit terkejut dengan kedatangan Orion dan Handes.

"Bolehkah, kita bergabung di sini? Aku sangat menyukai pemandangan." Orion mulai berakting.

"Kalau Anda suka, kita bisa pindah tempat," balas Harsya sopan.

"Tidak-tidak, kalian tetaplah di sini."

Orion sengaja duduk di samping Wira dan Handes, mau tak mau ia duduk di samping Harsya.

"Pak, mau pesan apa? Biar saya pesankan." Wira menyodorkan buku menu pada Orion dan Handes.

"Apa saja bebas. Aku pemakan segalanya." Orion tertawa. "Ngomong-ngomong, siapa namamu?"

"Wira, Pak." Wira tersenyum, ia menyukai Orion yang ramah tidak seperti Handes yang sejak tadi berwajah datar tanpa senyum sama sekali.

"Wira. Kalian berpacaran?" Orion mengalihkan pandangannya ke arah Harsya kemudian kembali ke arah Wira.

"Ah, tidak Pak. Kami hanya berteman." Wira tersenyum malu-malu.

"Tapi sepertinya kamu menyukainya, bukan?" Orion menepuk-nepuk bahu Wira.

Wira tidak menjawab, ia hanya menunduk malu. Namun, ia juga mengangguk yang artinya ia memang menyukai Harsya.

Melihat reaksi Wira, rasanya Handes sangat kesal. Ia ingin sekali membunuh Wira yang menurutnya lancang tapi ia masih berusaha untuk tenang.

"Kamu juga menyukainya?" Handes menatap Harsya yang sejak tadi diam menunduk tanpa bersuara. "Jawab?!"

Suara Handes terdengar seperti membentak sehingga senyum di bibir Wira langsung lenyap sedangkan Harsya masih tetap diam.

"Sudah-sudah, aku lapar. Ayo kita makan. Tolong pesankan ini untuk kami."

Orion berusaha mengalihkan pembicaraan supaya tidak terlalu tegang. Ia menyebutkan beberapa menu dan Wira bergegas pergi untuk memesannya.

"Katakan padaku, Harsya. Apa karena pria itu kamu inginkan putus?"

Handes meraih tangan Harsya dan menggenggamnya erat-erat.

"Lepaskan." Harsya melihat sekeliling, ia takut ada yang melihatnya.

"Aku tidak akan melepaskan kamu."

"Aku mohon, Han." Harsya menatap Handes sembari memelas, ia berharap Handes mengerti.

Berpisah dengan Handes memang sangat menyakitkan bagi Harsya tapi ia tidak bisa jika harus terus menerus menerima sikap Handes yang terkadang keterlaluan dan emosional.

"Meski kamu bersujud padaku. Aku tidak akan pernah melepaskan kamu. Aku akan pecat pria itu."

"Tidak!"

Harsya tentu tidak setuju. Wira tidak ada kaitannya dengan hubungan mereka.

"Jika kamu tetap ingin putus maka pria itu aku pecat."

Harsya menggelengkan kepalanya. "Jangan, aku mohon."

"Simpan saja permohonanmu itu, aku tunggu kamu sekarang juga di ruang pribadiku. Kamu ingat tempatnya, bukan?"

Setelah mengatakan itu, Handes langsung bangkit dari tempat duduknya dan pergi.

Harsya tidak bisa melakukan apa-apa selain menuruti apa yang Handes ucapkan. Ia tidak mau Wira menjadi korban karenanya.

"Bersabarlah, priamu memang seperti itu. Pria pencemburu." Orion menatap iba pada Harsya yang kini matanya sudah berkaca-kaca. "Pergilah sekarang, sebelum dia semakin marah. Aku akan bantu jelaskan pada Wira."

Harsya mengangguk. "Terima kasih." Ia bergegas berdiri dan pergi ke tempat Handes sebutkan sebelum pria itu mengamuk.






Love and Tears Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang