"Jangan berencana untuk kabur."
Harsya belum bergeser dari tempatnya saat ini dan ia belum berbicara apa pun lagi tapi Handes sepertinya sudah mengetahui apa yang tengah ia pikirkan.
"Kita sudah putus." Harsya mencoba untuk mengingatkan Handes.
"Aku tidak peduli." Handes menandatangani berkas-berkas yang Harsya bawa. "Sampai kapan kamu akan berdiri di situ?"
"Setelah berkas itu selesai kamu tandatangani, aku langsung kembali ke kantor."
"Duduklah. Kita makan, aku belum sempat sarapan tadi pagi."
"Tidak. Aku harus segera kembali ke kantor." Harsya berusaha untuk profesional. Saat ini ia masih berada pada jam kerja.
"Kamu menolakku?" Handes menatap Harsya marah karena sejak tadi Harsya terus membantah dan menolaknya. "Aku ingin kamu temani aku makan, jadi duduklah!"
Harsya tahu kalau Handes marah tapi ia masih bersikeras untuk berdiri di tempatnya. Ia harus segera kembali sesuai rencana.
"Harsya!" Handes berdiri dan menarik Harsya ke kursi. "Apa kamu suka pemaksaan, heum?"
"Aku harus kembali." Harsya berusaha berdiri tapi Handes menahan kedua bahunya.
"Aku akan memecatmu jika kamu membantah." Handes mencengkeram kedua bahu Harsya kuat-kuat hingga wanita itu meringis kesakitan.
"Han, kamu menyakitiku." Harsya protes ia berusaha untuk melepaskan tangan Handes dari bahunya.
"Aku bahkan bisa membunuhmu." Handes menundukkan kepalanya dan mencium bibir Harsya secara paksa.
Diperlukan seperti itu, Harsya tidak terima. Ia merasa terhina dan direndahkan oleh Handes. Refleks ia menampar pipi Handes cukup keras.
Handes langsung melepaskan ciumannya dan berdiri tegap sembari memegangi pipinya yang terasa perih. Ia tak mengira jika Harsya memiliki keberanian untuk menamparnya.
"Kau....!!" Handes marah dan ia menunjuk tepat diwajah Harsya. "Aku akan membuat perhitungan denganmu."
Tak ingin lepas kendali, Handes memilih pergi setelah mengucapkan itu. Ia pasti akan membuat perhitungan pada Harsya. Seumur hidup, ini pertama kalinya ia di tampar. Egonya sebagai pria seakan terluka dan tak terima.
Air mata Harsya tumpah seketika saat Handes sudah pergi. Ia tidak tahu apa yang baru saja terjadi diantara mereka. Rasanya semua sikap manis Handes selama ini langsung lenyap. Pria itu saat ini terlihat sangat mengerikan dan membuatnya takut.
Tak ingin lemah dan merasa apa yang ia lakukan benar, Harsya menghapus air matanya dan ia berusaha untuk menguatkan dirinya sendiri. Jika pada akhirnya dirinya dan Handes benar-benar berpisah saat ini, ia akan menerimanya dengan lapang dada.
Handes dan dirinya memang ibarat bumi dan langit. Meski ia memaksakan diri, ia tidak akan pernah mampu bersanding dengan Handes.
"Nona Harsya."
"Ya." Harsya terkejut dengan wanita yang datang menyapanya.
"Boleh aku duduk disini?"
"Iya, tentu saja. Aku juga sudah selesai." Harsya buru-buru membereskan berkas-berkas yang ia bawa tadi.
"Aku ingin bicara denganmu."
"Bicara denganku?"
"Ya. Jadi duduklah."
"Tapi aku harus bergegas kembali ke kantor." Harsya merasa tidak nyaman. Ia juga tidak begitu mengenal orang yang ada di hadapannya saat ini. Ia hanya tahu kalau dia salah satu anak dari pemilik perusahaan yang bekerjasama dengan perusahaan milik Handes.
"Jadi, apa yang bisa aku bantu?"
"Jauhi Handes."
"Maaf?" Harsya terkejut tapi ia tidak berani berbicara banyak.
"Aku melihat kalian tadi. Handes akan bertunangan denganku. Jadi aku minta, jangan dekati Handes lagi. Kalian tidak cocok. Aku harap kamu sadar diri."
Perkataan wanita itu begitu menohok dan menghujam jantungnya. Terasa begitu sakit hingga tubuhnya lemas. Harsya sadar diri tapi saat ia mendengar langsung dari orang lain rasanya begitu menyakitkan. Rasanya berkali-kali lipat, menghancurkan hatinya.
"Maaf." Hanya itu yang bisa Harsya ucapkan. Ia langsung bangkit dari tempat duduknya dan izin untuk pergi.
"Ingat Harsya, Handes hanya cocok untukku, untuk Rania seorang. Bukan wanita miskin sepertimu."
Wanita bernama Rania itu tertawa mengejek ketidakberdayaan Harsya. Ia rela menyingkirkan siapa saja, termasuk Harsya demi mendapatkan Handes seutuhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love and Tears
RomancePria itu yang mengatakan cinta padanya dan pria itu juga yang terus membuatnya menangis. "Apakah cinta sesakit ini?" Harsya merasa bodoh, ia terjerat dalam sebuah cinta yang toxic. Ia sadar sepenuhnya tapi ia tak bisa lepas dari jeratan Handes, pria...