Jangan Lakukan

113 26 23
                                    

Handes yang tengah duduk di ranjang, melihat ke arah Harsya.

"Tutup pintunya."

Harsya menutup pintu tanpa membantah meski ia takut.

Ruangan ini, kamar ini, mengingatkan kejadian kemarin. Kamar yang menjadi saksi antara dirinya dan Handes menyatu.

"Ada hubungan apa kamu dengan pria itu?"

"Dia temanku."

"Teman?" Handes berdiri dan berjalan menghampiri Harsya. "Hanya teman?" Ia berdiri tepat dihadapan Harsya.

"Ya." Harsya ingin mundur karena jarak mereka terlalu dekat tapi tangan Handes meraih pinggangnya dan menahan dirinya supaya tidak mundur.

"Aku tidak menyukainya." Handes menundukkan kepalanya dan mendekatkan hidungnya ke arah leher Harsya.

Harum tubuh Harsya adalah candu baginya. Rasanya ia ingin kembali menyentuh Harsya lagi dan membuatnya tidak bisa menjauh darinya.

"Aku mohon, menyingkirlah." Harsya berusaha untuk mendorong Handes menjauh darinya tapi pria itu sangat kuat sehingga usahanya terasa sia-sia.

"Harsya aku sangat mencintaimu."

Handes mencium bibir Harsya sekilas kemudian ia menarik Harsya ke ranjang king size miliknya.

"Jangan, Han. Jangan lakukan hal itu lagi."

Air mata Harsya mulai menetes. Ia merasa sakit jika Handes tetap melakukan hal itu padanya. Berarti pria itu tidak mencintainya. Dia hanya inginkan tubuhnya. Bukankah cinta yang sesungguhnya tidak seperti itu?

"Harsya." Handes menatap mata Harsya dalam-dalam seolah tengah meminta izin untuk melakukannya lagi tapi sepertinya Harsya tidak setuju, dia menangis.

Handes mencium Harsya kembali tapi Harsya memiringkan kepalanya sehingga ciuman itu mengenai rambut Harsya.

Handes yang paham segera berdiri. Ia mengusap wajahnya kasar dan menatap Harsya penuh amarah karena telah menolaknya.

"Apa kamu hanya bersedia dan sukarela jika disentuh oleh pria lain saja?!"

"Apa maksudmu?" Harsya ikut berdiri, berhadapan dengan Handes.

"Kamu biarkan pria itu menyentuh tanganmu sedangkan aku kamu larang untuk menyentuhmu."

"Han, gunakan akalmu. Wira tidak melakukan apa-apa, dia hanya mengajakku sarapan. Bukan mengajakku berbuat yang tidak-tidak sepertimu."

"Berbuat yang tidak-tidak?" Handes tertawa. "Aku mencintaimu Harsya. Aku tidak sembarang menyentuh wanita."

"Kamu merusakku, Han. Kamu tidak mencintaiku." Harsya menghapus air matanya yang terus mengalir sejak tadi. "Kamu menyakitiku."

"Aku sungguh mencintaimu, Sya. Mana mungkin aku menyakitimu." Handes meraih tubuh Harsya dan memeluknya erat. "Aku cinta kamu, tidak ada wanita lain selain kamu di hatiku. Percayalah padaku."

Kata-kata cinta yang Handes ucapkan memang selalu seperti mantra bagi Harsya. Kata-kata itu seperti menyihirnya dan melunakkan hatinya untuk luluh dan tunduk pada pria itu.

Handes memang pria yang hebat, Harsya mengakui itu. Namun, ia juga harus mengingatkan diri bahwa Handes tidak akan berada di sisinya selamanya.

"Jika kamu benar-benar mencintaiku. Apa kamu bisa menikahiku?"

Mendengar ucapan Harsya, Handes langsung melepaskan pelukannya. "Jangan konyol, Sya. Kamu tahu persis apa yang terjadi padaku. Aku tidak bisa menikahimu."

"Ya. Aku tahu." Harsya tersenyum miris. Ia hanya berpikir, apakah Handes benar-benar tahu artinya cinta yang sesungguhnya?

"Keluargaku tidak akan menyetujui hubungan kita."

"Kalau begitu, lepaskan aku, Han."

"Tidak, aku tidak bisa." Handes kembali meraih tubuh Harsya ke pelukannya. "Aku tidak mau melepaskan kamu. Kamu hanya milikku, Sya."

"Lalu bagaimana denganmu? Kamu bisa menjadi milik wanita lainnya."

Harsya ingin tertawa dengan kekonyolan ini. Ia seperti menjadi tawanan bagi Handes.

"Ragaku mungkin bisa bersama yang lain tapi percayalah, hatiku hanya untukmu."

"Aku tidak bisa berbagi."

"Maksud kamu?"

"Tidak ada wanita yang rela, berbagi pria yang ia cintai, Han. Baik aku atau pun wanitamu kelak, aku yakin dia tidak akan rela dan tidak akan terima."

"Kenapa kamu egois?!"

"Aku egois?" Kini Harsya benar-benar tertawa meski air matanya masih menetes. "Aku egois, Han?"

Harsya benar-benar tidak habis pikir, bagaimana bisa Handes menyebutnya egois. Sedangkan ia hanya berbicara fakta, tidak ada wanita yang rela berbagi. Meski di bibir mengatakan 'ya' hatinya pasti tetap menangis.

Harsya tidak mau hidupnya semengenaskan itu. Ia tidak mau berakhir menjadi wanita simpanan Handes. Cinta tanpa bukti pernikahan dan hidup bersama, sama saja omong kosong. Apalagi adanya wanita lain di kehidupan mereka. Ia tidak mau dan tak akan bersedia.

Love and Tears Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang