Sejak pertengkaran terakhir satu Minggu lalu, Harsya tidak pernah melihat Handes masuk kantor. Ia juga tidak pernah mengirimkan pesan pada pria itu.
Ada gelombang rasa rindu yang cukup besar menghantam Harsya tapi ia tidak berani untuk menghubungi Handes. Apalagi setelah ia meminta pria itu pergi.
"Melamun."
Harsya menengadahkan kepalanya, ia langsung berdiri saat melihat Orion sudah berdiri di depan meja kerjanya. "Maaf, aku tidak tahu ada orang."
"Tidak apa-apa, aku juga baru saja datang." Orion tersenyum manis.
Harsya mengangguk lalu bertanya, "ada yang bisa aku bantu?"
"Kamu tidak pergi istirahat? Semua karyawan sedang makan siang, kenapa kamu justru melamun sendiri di ruangan kerja?"
"Aku tidak lapar, jadi aku di sini saja."
"Untukmu." Orion memberikan undangan yang sejak tadi sudah ia bawa khusus untuk Harsya.
"Apa ini?"
Tangan Harsya gemetar saat menerima undangan yang Orion berikan. Hatinya merasa was-was dan tak tenang.
"Undangan pertunangan Handes."
"Pertunangan?"
Harsya melihat nama yang tertera di undang yang ia pegang untuk memastikan bahwa ia tidak salah dengar.
"Ya, Handes akan bertunangan besok malam."
Harsya berusaha tersenyum untuk pura-pura bahagia tapi air matanya tidak bisa berkompromi.
"Datanglah bersamaku jika kamu mau datang."
Harsya tidak tahu, apa ia akan datang atau tidak. Menerima undangannya saja telah membuat hatinya hancur. Bagaimana ia bisa berdiri tegak dan memberikan selamat padanya?
"Kamu akan datang?" Orion masih menunggu jawaban Harsya.
"Aku...."
"Sya." Wira berlari masuk ruangan sembari mengangkat undangan pertunangan Handes di tangannya. "Eh, Pak. Maaf." Wira menunduk dan memohon maaf karena merasa tak enak dengan tingkahnya barusan. Ia tidak tahu kalau ada Orion di dalam ruangan bersama Harsya.
"Kamu mendapatkan undangan pertunangan?" Orion bertanya sembari melihat undangan di tangan Wira.
"Iya, Pak."
"Kalian akan pergi bersama?"
"Aku tidak tahu tapi kalau Harsya tidak keberatan, aku ingin mengajaknya pergi bersama." Wira berucap sambil tersenyum penuh harap. Ia ingin sekali datang bersama Harsya ke acara pertunangan bos mereka.
"Jadi bagaimana, Sya?" Orion kembali melihat ke arah Harsya.
"Aku tidak tahu."
Harsya benar-benar tidak tahu. Hatinya masih ragu untuk menghadiri acara itu. Ia takut tidak kuat dan pingsan di sana.
"Bapak juga mengajak Harsya ke acara itu?" Wira bertanya hati-hati.
Wira tidak mengerti, kenapa orang sekelas Orion mau mengajak Harsya yang notabene hanya orang biasa, karyawan biasa.
"Ya, aku mengajaknya datang bersama tapi sepertinya Harsya enggan untuk datang."
"Oh begitu." Wira melihat ke arah Harsya yang sejak tadi menunduk dan beberapa kali ia melihat air mata Harsya menetes meski bibirnya tak terdengar suara tangis. "Aku permisi."
Wira memilih untuk keluar ruangan dan membiarkan Orion dan Harsya berbicara. Sepertinya mereka berdua ada hubungan dan saat ini sedang bertengkar. Ia tidak mau menjadi ketiga ditengah-tengah hubungan yang tengah goyah.
Selama ini ia pikir Harsya ada sesuatu dengan Handes karena banyak gosip beredar dan beberapa kali karyawan melihat Harsya di ruangan Handes tapi ternyata salah, Harsya kekasih Orion. Pantas saja, waktu sarapan pagi Minggu lalu tiba-tiba Orion datang bergabung ikut sarapan bersama mereka.
Tidak hanya itu, waktu Harsya kembali setelah meminta tanda tangan Handes. Dia terlihat sedih dan matanya sembab. Ia yakin pasti Harsya dan Orion bertengkar karenanya.
Wira tidak mungkin bersaing jika saingannya Orion. Pria itu kaya seperti Handes, sedangkan ia hanya pria biasa yang hidupnya pas-pasan.
"Aku sangat mencintaimu, Sya." Wira bergumam lirih.
Harsya cantik, sangat wajar jika para pria menginginkan dirinya. Wira yang cuma punya modal pas-pasan tidak akan bisa berbuat banyak. Ia hanya berharap, Harsya bisa bahagia bersama pasangannya.
"Sedang apa kamu?" Rara yang baru saja dari kantin menghampiri Wira yang terlihat murung. Padahal tadi ia melihat Wira sangat senang saat mendapatkan undangan. "Kamu tidak punya uang buat beli kado?" Rara tertawa mengejek Wira.
"Iya, tanggal tua." Wira menjawab ejekan Rara asal. Ia tidak mungkin berbicara yang sebenarnya pada Rara karena seluruh kantor pun tahu, Rara adalah ratu gosip di kantor.
Berita hubungan antara Handes dan Harsya saja, ia mendengar kabar itu dari Rara.
"Aku bisa kasih kamu pinjaman."
"Oh ya?" Wira tak berminat tapi ia tetap menanggapi meski dengan nada malas.
"Tapi bunganya seratus persen."
"Rentenir." Wira geleng-geleng kepala lalu memilih pergi dari hadapan Rara.
"Hai, tunggu!" Rara mengikuti Wira, ia akan merayu dan membujuk Wira supaya mau meminjam padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love and Tears
Любовные романыPria itu yang mengatakan cinta padanya dan pria itu juga yang terus membuatnya menangis. "Apakah cinta sesakit ini?" Harsya merasa bodoh, ia terjerat dalam sebuah cinta yang toxic. Ia sadar sepenuhnya tapi ia tak bisa lepas dari jeratan Handes, pria...