Salma melihat dari jendela, ia penasaran dengan apa yang terjadi di dalam mobil. Harsya belum keluar sejak dua puluh menit lalu membuatnya khawatir.
Tak ingin menebak-nebak tanpa arah, akhirnya Salma memutuskan untuk mendatangi Harsya.
Salma keluar rumah menuju mobil, sesampainya dekat mobil, ia mengetuk-ngetuk kaca mobil.
"Ibu?" Harsya membuka pintu mobilnya.
"Kami tidak apa-apa, Nak?" Salma cemas melihat wajah sedih Harsya seperti habis menangis. "Siapa dia?" Ia juga bertanya mengenai pria yang ada di samping Harsya.
Pria itu juga sama persis seperti Harsya, terlihat sangat sedih dan putus asa. Membuat Salma kasihan sekaligus penasaran.
"Dia...." Harsya bingung, jawaban apa yang cocok untuk pertanyaan ibunya.
"Handes." Handes menyahut, membantu Harsya menjawab.
"Oh, kalau berkenan, bagaimana kalau kita bicara di dalam rumah saja?"
"Tidak, Bu. Dia harus segera pulang."
"Baiklah, tidak masalah. Kita bicara di rumah." Handes membuka pintu mobil dan keluar.
Mau tak mau, Harsya ikut keluar mobil dan berjalan mengikuti ibunya yang sudah jalan terlebih dahulu.
"Maaf, rumahnya sedikit berantakan."
Salma memindahkan beberapa alat merajut miliknya. Ia terkadang merasa jenuh jika sudah selesai mengerjakan semua pekerjaan rumah. Jadi ia habiskan waktunya untuk merajut sambil menunggu Harsya pulang.
"Tidak apa-apa."
"Ayo duduk." Salma mempersilahkan Handes untuk duduk. "Mau minum apa?"
"Air putih saja."
"Baik, sebentar ya." Salma pergi ke dapur untuk mengambil air putih dan beberapa cemilan.
Harsya melihat ke arah dapur dan memastikan ibunya sudah berada di sana. Dirasa cukup aman, Harsya beralih melihat ke arah Handes yang kini tengah duduk diam.
"Han, sebaiknya kamu pulang. Orang-orang pasti bingung mencarimu."
"Aku tidak ingin pulang."
"Kamu harus bersiap untuk pertunangan kamu nanti."
"Sya, aku tidak bisa."
"Undangan sudah tersebar. Jangan gila, Han."
"Justru aku akan gila jika harus bersanding dengan wanita lain."
"Han...."
"Bagaimana kalau kita kabur bersama, Sya."
"Jangan konyol."
Harsya tidak mungkin meninggalkan ibunya sendirian meski ia sangat mencintai Handes, ia tidak akan pernah meninggalkan ibunya.
"Kamu tidak ingin memperjuangkan hubungan kita? Kamu lebih memilih membiarkan aku bertunangan dengan wanita lain?"
"Bukan begitu, Han." Harsya sulit untuk menjelaskan tentang posisinya pada Handes.
Harsya tentu ingin memperjuangkan hubungan mereka dan ia juga tidak rela melihat Handes, pria yang ia cintai sepenuh hati bersanding dengan wanita lain tapi undangan sudah di sebar dan ia tidak mungkin kuat jika nantinya di tuduh yang bukan-bukan saat orang-orang tahu, ia lari bersama Handes.
Satu Rania saja, mulutnya sudah membuat Harsya terluka dengan segala ucapannya yang menuduh dan merendahkan. Apalagi harus di tampar oleh banyak orang dengan paparan fakta dan hujatan.
Handes dan dirinya bukanlah pasangan yang serasi. Kehidupan mereka saja seperti bumi dan langit. Orang-orang pasti akan mengecap dirinya buruk, materialistis, wanita murahan, manipulatif, tidak sadar diri, dan lain sebagainya. Mentalnya rasanya belum kuat untuk menerima semua itu.
"Apa?" Handes menatap Harsya yang seperti tengah berpikir.
"Aku dan kamu tidak cocok."
"Alasan macam apa itu?" Handes tidak suka dengan alasan yang tidak jelas seperti itu. Ia yakin ada alasan lain yang membuat Harsya menolak. "Katakan padaku."
"Pulanglah."
"Kita belum selesai, Sya."
"Semua sudah selesai sejak seminggu lalu. Kita sudah putus, bukan?"
"Baiklah. Aku akan bertunangan malam ini. Aku harap kamu tidak akan pernah menyesal karena telah menolak ide dariku untuk kabur bersama."
Handes bangkit dari tempat duduknya. Ia marah karena Harsya seolah tak mengerti. Betapa ia tertekannya dalam menghadapi acara pertunangan yang tidak ia inginkan sama sekali.
Handes juga marah karena Harsya tidak setuju kabur dengannya berarti Harsya tidak mau memperjuangkan hubungan mereka padahal waktu itu Harsya yang menginginkan hal ini. Harsya ingin memperjuangkan hubungan mereka tapi sekarang Harsya yang menolak.
Padahal, kabur bukan sesuatu yang mudah untuk Handes tapi ia rela melakukannya demi Harsya. Namun, wanita itu memang sulit dimengerti dan di tebak. Pikirannya mudah berubah serta goyah begitu cepat.
🔥🔥🔥
Malam Minggu.....
Happy reading
KAMU SEDANG MEMBACA
Love and Tears
RomancePria itu yang mengatakan cinta padanya dan pria itu juga yang terus membuatnya menangis. "Apakah cinta sesakit ini?" Harsya merasa bodoh, ia terjerat dalam sebuah cinta yang toxic. Ia sadar sepenuhnya tapi ia tak bisa lepas dari jeratan Handes, pria...