Orion tidak menghalangi kepergian Harsya. Ia benar-benar iba dengan nasib wanita malang itu. Namun, sudah hal lumrah dan sering terjadi. Cinta berbeda memang sering berujung pahit meski tak jarang ada juga yang berhasil.
"Han." Orian menghampiri Handes yang tengah duduk termenung. "Meski ini kabar buruk tapi aku wajib memberitahukan padamu. Aku sudah mengatakannya tadi, bukan? Aku membawa kabar buruk." Ia duduk di samping Handes yang tidak merespon atau melihat ke arahnya sama sekali. "Minggu depan kamu akan bertunangan."
"Tunangan?!" Handes langsung menatap Orion meminta penjelasan.
"Aku mendengarnya dari ayahku."
"Yang benar saja? Aku tidak bersedia bertunangan dengan siapa pun."
Handes tidak terima dan ia tidak bersedia bertunangan dengan siapa pun saat ini. Apalagi ia tengah menjalin hubungan dengan Harsya. Meski hubungan mereka tidak jelas arah dan tujuannya.
"Ayahmu sudah mengundang ayahku. Sepertinya acara tertutup. Hanya kalangan keluarga dan kerabat dekat saja."
"Tidak, aku tidak setuju. Aku tidak mau." Handes bergegas berdiri. Ia harus pulang sekarang juga untuk menemui ayahnya.
"Han, tunggu!" Orion mengikuti Handes yang berjalan tergesa-gesa dengan wajah penuh amarah. Langkah kakinya yang panjang membuat Orion sedikit kesusahan untuk mengejarnya karena mereka memiliki postur tubuh yang berbeda. Handes memiliki postur tubuh lebih tinggi darinya. "Han!"
Panggilan Orion yang cukup keras menarik perhatian Harsya yang berada tidak jauh dari mereka. Ia berbalik dan rasa takut langsung menyerangnya saat melihat ke marahan di wajah Handes.
Harsya mundur beberapa langkah untuk menepi, ia juga menyiapkan diri melawan Handes jika pria itu memarahinya. Namun, ia salah. Handes tidak berhenti, bahkan pria itu tidak melihat ke arahnya saat melintas di depannya.
"Apa yang terjadi?" Tak sadar Harsya berbicara sendiri.
Meski saat ini Harsya tengah marah dan kecewa pada Handes tapi ia tetap peduli dengan pria itu. Ia sungguh khawatir padanya.
Harsya ingin mengejar Handes tapi ia lagi-lagi mengingat posisi dirinya saat ini. Jika ia nekad mengejar pria itu, sudah bisa dipastikan, ia akan tertimpa masalah dan gosip liar akan menyebar secara membabi-buta menyudutkan serta mengolok-olok dirinya yang dianggap tidak sadar diri.
Hatinya belum sekuat itu, Harsya belum siap mendapatkan perlakuan buruk dari teman-teman kantornya yang lain. Sehingga ia meminta Handes untuk menyembunyikan hubungan mereka selama ini.
Handes sudah jelas, dia bos, dia kaya dan dia memiliki banyak penggemar berat termasuk para karyawan wanita di kantor. Hampir delapan puluh persen wanita di kantor mengidolakannya. Mereka pasti akan mengamuk dan memberikan kaca cukup besar supaya ia bisa berkaca. Hubungan mereka tidak ideal, bagai pungguk merindukan bulan.
Harsya ingin cepat tersadar dan terbangun sesegera mungkin jika semua yang terjadi adalah mimpi. Ia tidak mau terus menerus hidup dalam mimpi. Bukankah, Cinderella itu hanya sebuah karangan fiksi belaka?
Meski ada yang terjadi, seorang pangeran menikahi wanita biasa tapi semuanya bisa di hitung menggunakan jari. Mungkin juga bisa menggunakan gambaran seribu banding satu dan satu orang itu bukanlah dirinya. Harsya merasa ia harus cepat bangun supaya tidak semakin terbuai dalam indahnya mimpi.
"Sya, aku baru saja ke ruangan Bos kita. Proposal ini harus ditandatangani tapi aku tidak menemukannya." Wira menghampiri Harsya sembari membawa beberapa tumpuk map.
Harsya yang tengah sibuk dengan pemikirannya langsung tersadar, ia terlalu asyik sampai melupakan pekerjaannya.
"Aku melihatnya pergi. Mungkin ada urusan yang penting."
"Aku sudah mencoba meminta sekretaris pribadinya untuk menelpon tapi tidak diangkat. Padahal malam ini, berkas-berkas ini harus sudah siap."
"Lalu kita harus bagaimana?"
Harsya tahu, hatinya sedang tidak baik-baik saja tapi bukan berarti ia harus lalai pada pekerjaannya. Wira adalah teamnya, ia tidak mungkin membiarkan Wira sibuk sendirian.
"Kalau kita tahu keberadaan Bos, kita antar berkas ini untuk ditandatangani."
"Sebentar, aku coba hubungi dulu." Harsya mengeluarkan ponselnya dari tas kecil miliknya dan mencoba menghubungi Handes.
Tanpa Harsya sadari, ia mendapatkan tatapan aneh dari Wira.
"Kamu memiliki nomor ponselnya?"
Pertanyaan Wira membuat Harsya membeku seketika. Ia lupa, semua karyawan di kantor ini tidak memiliki nomor sang Bos kecuali sekretaris pribadinya atau orang-orang kepercayaannya yang tentunya bukan karyawan rendahan seperti dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love and Tears
RomancePria itu yang mengatakan cinta padanya dan pria itu juga yang terus membuatnya menangis. "Apakah cinta sesakit ini?" Harsya merasa bodoh, ia terjerat dalam sebuah cinta yang toxic. Ia sadar sepenuhnya tapi ia tak bisa lepas dari jeratan Handes, pria...