Air mata

106 35 21
                                    

Entah sudah berapa kali Harsya menangis hari ini. Air matanya mengalir begitu saja seperti respon alami saat hatinya terluka.

Seharusnya ia tidak boleh menangis, seharusnya ia bahagia karena akhirnya Handes pergi. Namun, tetap saja ia menangis.

"Bagus, Harsya. Seharusnya kamu memang seperti itu. Seharusnya kamu memang sadar diri." Rania bertepuk tangan. Ia sangat puas karena Harsya menurut padanya. Harsya mau meninggalkan Handes.

Harsya sontak langsung berbalik. Ia tidak habis pikir, kenapa ada calon tunangan Handes di saat seperti ini. Ia pikir Rania berada di dalam tadi. Ternyata dia menguping pembicaraan dirinya dan Handes serta kini dia tertawa di atas penderitaannya.

"Jauhi terus Handes, buatlah dia muak padamu karena hanya aku yang cocok bersanding dengannya. Dia tampan dan aku cantik." Rania masih tak berhenti tertawa. Ia sungguh merasa puas dan bahagia. "Kamu tahu Harsya, selain ketampanan dan kecantikan, ada hal yang lebih penting lagi. Kami sama-sama kaya. Kamu hanya orang miskin yang bermimpi menjadi Cinderella. Jadi berhentilah bermimpi, ok?"

"Aku tidak bermimpi menjadi Cinderella, kami memang saling mencintai dan...."

"Stop!!" Rania berteriak sembari mengangkat tangannya memerintahkan Harsya untuk berhenti berbicara. Ia tidak suka dengan kata-kata yang baru saja Harsya ucapkan. "Tidak ada cinta si kaya dan si miskin, Harsya. Kamu hanya memanfaatkan Handes. Kamu licik."

"Tidak. Aku tidak pernah mencoba untuk memanfaatkan seseorang, apalagi Handes."

Harsya tentu saja menolak tuduhan yang Rania berikan padanya. Ia tidak pernah ada niatan sedikit pun untuk memanfaatkan Handes. Jika ia selicik yang Rania tuduhkan, ia pasti memanfaatkan hubungannya dengan Handes supaya ia bisa naik jabatan. Ia juga pasti akan menampilkan kemesraan mereka di depan umum supaya seluruh orang kantor menghormatinya.

"Aku tidak percaya padamu. Orang miskin penuh obsesi sepertimu itu memang sangat pandai bersandiwara tapi kamu kali ini salah sasaran, Harsya. Aku wanita terhormat, kaya dan berpendidikan tinggi jadi aku tidak akan terpengaruh dengan sandiwara kamu."

Harsya menggelengkan kepalanya, ia tidak habis pikir kenapa bisa bertemu dengan orang seperti Rania. Ia ingin lanjut membantah dan mendebat Rania tapi rasanya akan sia-sia. Perdebatan tak penting dan tak masuk akal ini tidak akan pernah berakhir jika ia tidak pergi.

"Aku harus kembali ke tempat kerja. Permisi." Harsya segera pergi tanpa menunggu balasan dari Rania.

"Saat aku sudah bertunangan dengan Handes, aku akan meminta dia memecatmu!" Rania kesal karena Harsya pergi begitu saja. Ia ingin Harsya di pecat dari kantor Handes karena ia tidak mau, Handes berdekatan dengan Harsya.

Bagaimana pun caranya, Harsya harus jauh-jauh dari Handes. Ia bisa malu kalau orang-orang tahu, dirinya bersaing dengan wanita miskin yang tidak selevel dengan dirinya. Ia juga merasa heran, kenapa Handes bisa menyukai wanita seperti itu.

🍂🍂🍂

Handes tidak kembali ke kantor. Ia butuh waktu sendiri saat ini.

"Tumben?" Orion sedikit heran melihat kedatangan Handes di kantornya siang-siang begini.

Tidak biasanya Handes berkeliaran saat jam kerja karena semua orang pun tahu, Handes sangat gila kerja.

"Kamu saja bisa bebas datang ke kantorku kapan saja." Handes langsung duduk tanpa dipersilahkan terlebih dahulu seperti yang biasanya Orion lakukan saat datang ke kantornya.

"Ya, ya. Jadi ada apa?"

"Kamu tahu siapa wanita yang akan bertunangan denganku?"

Orion terdiam sejenak, ia tidak yakin tapi menurut informasi yang ia dapatkan wanita itu bernama Rania.

"Harsya sudah bertemu wanita itu. Entah apa yang wanita itu ucapkan pada Harsya sampai dia begitu marah padaku." Handes kembali berbicara sebelum Orion sempat menjawab pertanyaan sebelumnya.

"Harsya bertemu dengan Rania?"

"Rania?"

Orion mengangguk, "aku tidak yakin tapi menurut informasi namanya Rania."

"Yang benar saja, Rania Hardana? Wanita manja dan cerewet itu?"

"Kamu mengenalnya?"

"Aku beberapa kali bertemu saat dia ikut ayahnya meeting. Dia tipe wanita yang sangat menyebalkan. Aku tidak Sudi bertunangan dengannya."

"Tipe kamu itu wanita polos seperti Harsya, begitu? Biar mudah kamu bodohi dan bohongi."

"Aku tidak membodohi atau membohonginya. Aku mencintai Harsya."

"Dengan merusaknya?"

"Aku tidak merusaknya tapi aku menandainya sebagai milikku."

"Milikmu?" Orion tertawa mendengar ucapan Handes. "Dia tidak akan pernah menjadi milikmu karena kamu pun tidak punya keberanian untuk memperjuangkan hubungan kalian."

Ucapan Orion membuat Handes tak bisa berbicara. Semua yang dikatakannya benar. Harsya tidak akan pernah menjadi miliknya karena ia tidak berani berjuang untuk hubungan mereka.

🍂🍂🍂
Mau dilanjutkan di wp sampai tamat gak nih?
Jangan lupa vote dan dukung terus ya, supaya rajin nulisnya 😆🤣.

Love and Tears Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang