Handes tidak benar-benar pergi, ia berusaha menenangkan dirinya di mobil. Ia tidak pergi begitu saja meninggalkan Harsya. Begitu ia melihat Harsya keluar, ia langsung menghampirinya.
"Sya." Handes meraih tangan Harsya. "Ikut aku."
"Tidak." Harsya sedikit terkejut, ia pikir Handes telah pergi. Ternyata pria itu masih menunggunya atau menunggu calon tunangannya?
"Kita perlu bicara, Sya."
"Tidak ada yang perlu kita bicarakan lagi."
"Jika kamu marah dengan perlakuanku tadi, seharusnya kamu instrospeksi diri. Aku seperti itu karena kamu."
"Aku?" Harsya menunjuk dirinya sendiri.
Rasanya Harsya ingin tertawa miris. Betapa lucunya hidup ini atau betapa tak berdayanya dirinya karena memiliki status orang biasa.
Handes beserta calon tunangannya adalah pasangan yang sangat cocok. Mereka sama-sama suka menyalahkan orang dan merendahkan orang lain.
"Ya, kamu. Jika kamu menurut padaku, aku tidak akan mungkin marah padamu dan bersikap kasar seperti tadi."
"Jadi semua itu salahku?"
Kali ini Harsya benar-benar tidak bisa menahan tawa untuk kelucuan yang tengah terjadi di hidupnya.
"Hentikan tawamu, tidak ada yang lucu!"
"Aku justru berpikir lain. Semua ini terlihat lucu bagiku, Han." Harsya menatap mata pria yang telah membuat hatinya jatuh cinta dan menderita secara bersamaan. "Kamu memainkan peranmu dengan baik. Kalian sudah berhasil menyakitiku."
"Maksud kamu?"
"Tidak usah berpura-pura lagi. Aku sekarang sudah tahu kenapa kamu langsung menyetujui usulanku tentang putus itu. Aku juga sudah mengetahui kenapa kamu kasar padaku."
"Jangan bertele-tele, langsung bicara pada intinya."
Handes memang bukan tipikal pria penyabar atau peka. Ia tidak suka bicara berputar-putar apalagi panjang lebar. Perlu diingatkan lagi, kesabaran Handes setipis tisu.
"Seharusnya kamu tidak perlu berpura-pura. Kamu sudah setuju kita putus, lalu sekarang kamu seolah-olah tidak terima dengan kesepakatan itu dengan cara mencari-cari masalah seperti ini."
"Siapa yang mencari masalah? Aku memang setuju kita putus tapi aku sudah meralatnya, apa perlu aku ingatkan lagi?"
"Sudahlah, Han. Kita tidak perlu saling mengingat apa pun lagi. Aku sudah sadar, aku salah selama ini. Hubungan kita salah."
Harsya merasa sangat lelah, ia tidak mau berdebat lagi dan ia masih tidak baik-baik saja setelah pertemuan singkatnya dengan Rania, hatinya sudah porak-poranda. Ia tidak mau menghancurkannya lebih parah lagi saat menerima ucapan demi ucapan Handes yang sulit di tebak.
"Salah?"
Handes menggelengkan kepalanya tanda bahwa ia tidak setuju. Hubungan mereka bukanlah sebuah kesalahan, ia sangat mencintai Harsya.
"Semua ini kesalahan. Sudah waktunya aku untuk bangun dan memperbaiki semuanya."
"Aku tidak setuju. Aku sungguh-sungguh mencintaimu, Sya. Kenapa kamu bisa berfikir seperti itu?"
"Tanyakan pada dirimu sendiri."
Harsya mengalihkan pandangannya ke sekitar parkiran. Ia ingin segera pergi dari hadapan Handes. Menjauh dari pria itu adalah cara yang tepat untuk mengobati hatinya saat ini. Meski tidak membuat hatinya utuh kembali, setidaknya ia masih bisa hidup dengan sisa-sisa hati yang telah hancur.
"Aku tidak peduli dengan apa yang ada di pikiran kamu saat ini tentangku tapi aku ingin kamu tahu, aku sangat mencintaimu, Sya. Kamu wanita satu-satunya yang aku cintai dalam hidupku."
Harsya kembali menatap Handes. "Kamu yakin hanya aku? Hanya aku wanita satu-satunya yang kamu cintai?
"Aku berani bersumpah, hanya kamu wanita yang aku cintai." Handes meraih tangan Harsya dan meletakkannya di dadanya. "Jantung ini berdetak untukmu, Sya."
"Lalu bagaimana dengan wanita yang ada di dalam sana?"
"Wanita?" Handes mengerutkan keningnya. Ia tidak paham dengan arah pembicaraan Harsya.
"Calon tunangan kamu."
"Kamu sudah mengetahui kabar itu?"
"Orion mengatakannya padaku tadi pagi dan baru saja aku bertemu dengan calon tunangan kamu di dalam sana. Dia memintaku untuk menjauhimu." Harsya mengembuskan napas kasar yang terasa begitu melelahkan. "Jadi aku mohon padamu, Han. Sudahi sandiwara ini. Semoga kamu bahagia dengan pertunangan kamu."
"Asal kamu tahu, Sya. Aku menolak pertunangan itu."
"Sudahlah, Han. Aku sungguh sangat lelah." Harsya menarik tangannya dari genggaman Handes. Rasanya ia sudah tidak kuat lagi.
"Aku berkata jujur." Handes berusaha meyakinkan Harsya.
"Aku mohon." Harsya mengatupkan kedua tangannya di depan dada. "Aku sangat lelah."
Handes menatap Harsya lekat lalu ia memalingkan wajahnya dan pergi meninggalkan Harsya.
Handes memang sangat payah untuk merayu seorang wanita atau membujuknya tapi semua yang ia katakan adalah kebenaran. Ia menolak pertunangan itu karena ia masih ingin menikmati waktunya bersama Harsya. Ia sangat mencintai Harsya.
![](https://img.wattpad.com/cover/360264079-288-k25289.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Love and Tears
RomancePria itu yang mengatakan cinta padanya dan pria itu juga yang terus membuatnya menangis. "Apakah cinta sesakit ini?" Harsya merasa bodoh, ia terjerat dalam sebuah cinta yang toxic. Ia sadar sepenuhnya tapi ia tak bisa lepas dari jeratan Handes, pria...