Warn! Attempt Murder/Shooting Guns/Traumatic Event.
***
"Ini masih terlalu pagi, bodoh! Kita masih belum bisa membunuh bocah itu!"
Kelak, Pangeran Dokyeom akan bersyukur karena ia bisa memutuskan untuk menjawab panggilan alam di balik semak-semak itu dan bukan tempat yang lainnya.
Tapi itu nanti saja.
Sekarang, anak itu berdiri membeku, tak berani bernapas ketika para pengawalnya sendiri berdebat tentang waktu terbaik untuk membunuh Dokyeom dan adik laki-lakinya.
Salah satu pengawal bersikeras kalau mereka harus melakukannya sekarang karena mereka berada di dekat Pegunungan Kavalchi dan alat komunikasi pasti tak akan berfungsi. Pengawal lainnya berpendapat jika menunggu sampai gelap akan lebih baik.
Namun, ketika pengawal ketiga berbicara, darah Dokyeom tetiba menjadi dingin. "Semakin cepat kita melakukannya, semakin cepat Yang Mulia membayar kita."
Her Excellency.
Ada beberapa orang yang bisa disebut dengan gelar itu, tapi tak sulit untuk menebak siapa yang dimaksudkam oleh pengawal: Bibi Dalatteya. Dokyeom tak ingin mempercayainya, tapi —
Tapi Bibinya memang memiliki keuntungan paling besar jika sesuatu terjadi pada dirinya dan adiknya Won: karena mereka putra dari kedua orang tuanya sendiri yang akan mewarisi takhta.
Mencoba menekan rasa tak percaya, marah, dan dikhianati — sekarang bukan waktunya — Dokyeom dengan hati-hati menjauh dari semak-semak, menuju pesawat yang tak berfungsi di mana ia telah meninggalkan adiknya yang masih balita. Dari kejauhan, ia bertanya-tanya apakah pesawat itu sungguhan rusak. Akan cukup beruntung kalau saja alat transportasi itu rusak di tengah jalan, memaksa pengawal mereka melakukan pendaratan darurat di Hutan Revialli. Namun, bahkan jika pesawat itu dalam kondisi baik, itu tak akan berguna baginya. Pesawat itu hanya dapat digunakan oleh pilot bersertifikat; sistem anti-pencuri tak akan pernah mengizinkan seorang anak berusia sepuluh tahun untuk menerbangkannya, baik putra mahkota maupun bukan.
"Kita akan bermain, Won." Bisik Dokyeom sambil mengangkat adiknya yang berusia tiga tahun keluar dari pesawat. "Kamu harus diam, oke? Kita akan lari, dan aku tidak ingin mereka menangkap kita."
Won hanya menyeringai, mata cokelat kekuningan miliknya melebar karena kegembiraan, dan membiarkan Dokyeom menggendongnya ke dalam pelukannya tanpa membuat keributan. Berterima kasihlah pada surga atas belas kasihan kecil yang diberikan.
Sambil sesekali menoleh ke belakang dengan waspada ke arah semak-semak, Dokyeom memeluk adik balitanya di dadanya dan terus berlari.
Ia tak pernah berlari secepat ini dalam hidupnya.
Dokyeom tak tahu berapa lama ia akan terus berlari. Dokyeom bahkan tak menyadari ketika lantai hutan mulai miring ke atas saat ia berlari mendekati gunung. Paru-parunya terasa sakit, tulang rusuknya mulai nyeri, dan balita yang digendongnya tampak semakin berat setiap saat. Dahan-dahan tajam menggores wajah serta lengannya, merobek kulit dan meninggalkan bekas memar, akar-akar pohon yang keriput membuatnya tersandung, dan matanya berkeringat serta mengeluarkan air mata, namun Dokyeom terus berlari. Terkadang ia merasa bisa mendengar suara-suara para pengkhianat di belakangnya. Dedaunan berdesir dan ranting-ranting yang patah, tapi itu bisa jadi binatang yang sedang membersamainya. Dokyeom hanya bisa berharap.
Namun tak lama kemudian, Won mulai mengeluh, dan kemudian ia menangis.
"Ssst... Tolong, tolong, jangan menangis..." Bisik Dokyeom dengan suara serak, rasa putus asa mencakar dadanya seperti binatang yang terperangkap. Suara para pengejar mereka tampak lebih dekat sekarang, namun ia bahkan tak bisa bersembunyi, karena adiknya; Won, mulai tak mau berhenti menangis.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Prince's Master (MEANIE Version)
FanficAkankah sang manipulator ulung memenangkan permainan ini, atau apakah ia hanya bermain sendiri? Kim Mingyu x Jeon Wonwoo Rated 21+ Fantasy, Drama, Romance, Supernatural Mature, Mpreg. All rights go to Alessandra Hazard. Own nothing, only make an ada...