Bagian XXXI "Master"

2.8K 181 15
                                    

Warn! Words/SC/Mature/21+

***

TATAPAN Mingyu seakan mencari-cari, hampir waspada.

Wonwoo menatapnya kembali, berharap... Wonwoo tak tahu untuk apa. Untuk sekedar merasakan sesuatu yang berbeda? Sayangnya, seperti yang ia takutkan, hormon throwback tak mengubah apa pun tentang perasaannya.

Wonwoo masih mencintai pria ini: sangat, putus asa, bodoh, apa pun yang terjadi.

"Wonwoo?" Ujar Mingyu, mengintip ke arahnya. "Apa kamu ingat aku?"

Tangan Wonwoo mengepal. "Dasar benar-benar bajingan yang egois," kesalnya. Ucapan itu terdengar lebih mesra dibandingkan yang ia maksudkan. Wonwoo tertawa kecil, membenci dirinya sendiri karena ketidakmampuannya untuk marah dengan benar. "Orang akan berpikiran kalau kau akan bahagia tanpaku dan emosiku yang tidak menyenangkan yang terus-menerus mengganggumu, namun ternyata tidak. Apa yang terjadi, Master? Apa kau sekarang menjadi terikat?"

Mingyu tak terlihat terganggu sedikit pun. Pria itu terus menatap Wonwoo dengan tatapan tajam dan serakah yang sama. Kemudian ia mengangkat tangannya dan mendekap wajah Wonwoo. "Kamu ingat aku."

Wonwoo memelototinya.

"Kamu masih mencintaiku," kata Mingyu dengan tatapan serakah yang sama. "...tidak apa, Won."

Baiklah, Wonwoo sangat marah sekarang. "Persetan denganmu, Master!" Wonwoo menggeram. "Diizinkan mencintaimu saja tidak cukup bagiku. Pergi sana. Aku tidak mau ikut denganmu kembali ke High Hronthar. Karena aku masih memiliki hormon throwback yang diblokir, aku bisa melupakanmu. Aku akan melupakanmu. Pergilah. Maafkan aku karena telah menyia-nyiakan waktumu yang berharga dan memintamu untuk menghapus kenanganku tanpa alasan. Seperti biasa, kau benar: itu ide yang buruk. Lebih baik jika kita menghindari satu sama lain mulai sekarang—"

Mingyu menciumnya.

Wonwoo ingin mendorongnya menjauh; dia benar-benar ingin menjauh. Tapi rasanya seperti ia sudah sekarat kehausan dan baru saja diberi segelas air. Erangan kecil keluar dari mulutnya, dan ia menerjang maju, mencium balik dengan penuh rasa lapar, tak mampu memuaskan rasa haus di dalam dirinya. Ikatan mereka semakin kuat, berdenyut dengan penuh rasa rindu, butuh, merindukan, dan membutuhkan.

Ketika mereka akhirnya berpisah untuk menghirup udara segar, wajah mereka berdua memerah dan bernapas dengan terengah-engah.

"Kamu terlalu banyak bicara..." Bisik Mingyu di pipinya, tangannya masih mendekap wajah Wonwoo. "Kamu terlalu banyak bicara, dan kamu sangat baik dalam membuatku jengkel. Aku pasti sudah gila karena menyukai itu."

Wonwoo mengerjap, tak yakin ia memahami itu dengan benar. "Kau— kamu merindukanku?" Tanyanya, suaranya lebih kecil dari yang Wonwoo inginkan.

Mingyu perlahan menarik diri, ekspresinya sedikit tegang. Ia tetap diam.

Wonwoo mencemooh, berbalik pergi. "Aku butuh kata-kata, Mingyu. Kata-kata 'aku tidak merasakan emosi' yang kau ucapkan tidak akan mempan lagi. Bicara yang benar atau tinggalkan aku sendiri." Suara Wonwkk goyah dan ia berharap Mingyu tidak menyadarinya. Ia harus bersikap tegas.

"Aku tidak tahu bagaimana cara membicarakan hal-hal seperti itu."

Kontraksi. Mingyu menggunakan kontraksi hanya ketika ia sedang marah— atau gelisah atau sangat terganggu oleh sesuatu.

Wonwoo memiringkan kepalanya ke samping dan memperhatikannya sejenak. Mungkin bukan karena Mingyu tak memiliki perasaan yang mendalam; mungkin masalahnya adalah ketidakmampuannya untuk mengkomunikasikannya setelah bertahun-tahun dengan hati-hati membasmi emosi yang kuat. Mungkin ia hanya perlu melonggarkan diri terlebih dahulu. Kehilangan kendali yang sangat ketat itu.

[✓] Prince's Master (MEANIE Version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang