Bagian XXII "A New Home"

1.7K 165 6
                                    

ISTANA di Kerajaan Kelima sangat indah. Megah, sangat mewah, dan terasa sangat asing.

Tak ada yang dapat memicu ingatan.

"Dulu terlihat berbeda..." Jelas Dokyeom dengan ketus, memecah keheningan canggung yang terjadi di antara mereka sejak mereka meninggalkan biara.

Wonwoo mengeluarkan suara yang tak jelas, merasa sangat tak nyaman. Wonwoo tak yakin bagaimana harus bersikap di sekitar Dokyeom. Bukannya Wonwoo tak menganggapnya sebagai saudaranya: selama satu bulan dalam masa penahanan, Wonwoo telah menerimanya sebagai sebuah fakta, dan sekarang ingatannya sudah kembali, Wonwoo mengingatnya. Wonwoo bahkan tak membenci pria itu; Dokyeom benar jika mereka sudah memiliki awal ikatan kekeluargaan, yang tak diragukan lagi akan menjadi lebih kuat dengan lebih banyak eksposur dan waktu bersama. Tidak, masalahnya Wonwoo tahu tahu seperti apa Dokyeom mengharapkan Wonwoo saat ia kembali. Wonwoo malah merasa jika sang Kakak berharap membentuk sang Adik yang hilang menjadi semacam malaikat, itu sesuatu yang jelas tak dimiliki oleh Wonwoo.

Dan dalam kondisi pikirannya saat ini, Wonwoo tak yakin ia bisa berpura-pura menjadi seseorang yang bukan dirinya.

"Dulu ada patung-patung tua di aula ini," Ujar Dokyeom sambil menawarkan diri, sesuatu yang menyakitkan muncul di wajahnya yang muram. "...ibu sangat merawat patung-patung itu."

Wonwoo memalingkan muka, merasa sangat bersalah karena tak dapat mengingatnya. "Yang aku ingat tentang ibu hanya rambutnya— dan suaranya," akunya. "...suaranya sangat indah, kan? Aku pikir."

"Ya," Ujar Dokyeom, memancarkan kelegaan. "Mirip dengan suaramu, tapi lebih tinggi. Kamu sangat mirip dengan Ibu."

Wonwoo mengerucutkan bibirnya, melihat ke sekeliling aula yang luas. "Bisa tidak kamu tunjukkan kamarku? Aku agak lelah." Dan kewalahan. Dan panik. Dan sangat tersesat.

Semuanya masih terasa begitu nyata, tapi ini lebih nyata, dan sedang terjadi. Wonwoo tak percaya jika ia akhirnya akan tinggal di istana ini mulai sekarang, bersama sang Kakak. Dengan kakaknya yang benar-benar menginginkannya.

Gagasan itu terasa aneh. Seharusnya itu membuat Wonwoo bahagia; Wonwoo ingin menjadi bagian dari dirinya sendiri sepanjang hidupnya—namun itu hanya membuatnya merasa semakin aneh, seakan-akan itu mimpi yang tak masuk akal yang bisa membuatnya terbangun kapan saja, dengan Master-nya yang akan mengkritiknya karena Wonwoo tukang tidur dan melewatkan meditasi paginya.

Wonwoo seketika mengerucutkan bibirnya.

Dengan putus asa mencari sesuatu yang bisa difokuskan, ia berkata, "Di mana Bibi dan anaknya? Apa kau sudah mengusir mereka?"

Sekilas bayangan melintas di benak Dokyeom. "Tidak... Tidak mungkin untuk saat ini. Mereka masih tinggal di sini."

Wonwoo mengerjap dengan bingung. "Apa? Kenapa?"

Dokyeom sedikit meringis. "Ceritanya panjang."

Pria itu tampak enggan membicarakannya, jadi Wonwoo membiarkannya, karena Wonwoo yakin ia akan segera mengetahuinya. Sejujurnya, Wonwoo tak begitu tertarik dengan cara kerja di Kerajaan Kelima. Master-nya tak akan menyetujui kurangnya ambisinya, tidak diragukan lagi. Kalau saja Mingyu ada di sini, Master-nya akan—

Wonwoo meringis dan menarik napasnya dalam-dalam. Lalu menghembuskan napasnya perlahan.

Fokus, bodoh.

"Lagi pula tidak ada buktinya," celetuk Dokyeom dengan cemberut di wajahnya. "...Bibi sudah menutupi semua jejaknya. Bukti-bukti yang memberatkannya hanya bersifat tidak langsung. Ini hanya akan menjadi kata-kataku yang melawannya, dan ingatanku akan dengan mudah diabaikan sebagai khayalan seorang anak yang mengalami trauma yang salah dengar. Wanita itu memiliki begitu banyak teman di Dewan. Orang-orangku sendiri mengaguminya dan putranya."

[✓] Prince's Master (MEANIE Version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang