3. Jangan Menghindar, ya - Yoshiho

81 10 0
                                    

"Ini-"

"Jatuh, Kak."

"Tapi saya belum sel-"

"Maaf, Kak. Tapi saya beneran jatuh. Tidak bohong. Awalnya saya mau siram saja pakai air tap-tapi-"

Mashiho terkejut. Tanpa mendongakkan wajah, ia bisa mendengar tawa kecil Kak Yoshi yang kini dengan pelan membersihkan darah yang mengucur dari lutut kanannya. Ia terdiam sembari menipiskan bibir. Langsung kelu begitu tawa Kak Yoshi agak lebih keras sekarang.

"Saya tahu kamu jatuh. Saya mau bertanya tadi apakah perih? Atau bagaimana?"

Mashiho menelan ludah. Bertahan dengan wajah menunduk, Mashiho menggelengkan kepala pelan.

"Tidak perih, Kak." Jawab Mashiho dengan suara lirih.

Jawabannya memang tidak, namun kedut kakinya tak bisa berbohong seiring kapas bulat itu bergerak turun mengikuti aliran darah yang keluar.

Mashiho menggigit ke dalam sudut kanan bibirnya guna menahan perih juga malu karena telah berbohong.

"Kalau sakit, bilang. Jangan bohong." Ucap Kak Yoshi kini berlutut dan sedikit melirik Mashiho yang kini mengalihkan pandangan.

"Siapa yang bo-"

"Kok ngeyel?"

Mashiho mengerucutkan bibir sedikit. Kesal pada Kak Yoshi yang seolah tengah mengerjainya.

Tahu begini, ia berontak saat Ruka dengan sukarela menggeretnya ke UKS saat ia terjatuh tadi. Mana tahu dirinya jika Kak Yoshi yang sedang bertugas disana. Walaupun tidak memakai rompi piket, dengan segera meraih tangan Mashiho sesaat sampai di depan pintu.

Menitih pelan tubuh Mashiho naik untuk duduk dipinggir ranjang.

Seperti sekarang.

Rasa dingin sekaligus perih mengganggu lamunannya. Kapas putih lainnya yang sudah diberi obat merah menyapa luka lecet panjang pada lutut. Demi menahan rasa perih itu, ia menggigit pipi dalam dan menatap pucuk kepala Kak Yoshi yang masih berkutat pada lukanya.

Seketika ia lupa pada agenda mari-menghindari-Kak-Yoshi yang sudah dilakukan beberapa waktu lalu.

Mashiho berganti menatap tangan kanan Kak Yoshi meraih kain perban di samping tubuh Mashiho yang sudah disiapkan sejak tadi tanpa mengalihkan fokus. Melihat lukanya yang dibalut kasa dengan pelan dan telaten.

Mengerutkan dahi.

"Kak Yoshi, tapi luka saya tidak separah itu."

"Walaupun tidak parah, cedera pada lutut tidak sembarangan diobati. Bisa jadi, ada luka dalam yang mungkin dirasakan saat malam nanti. Katamu, kau terjatuh saat bermain futsal, kan? Kau pasti tahu."

Mashiho mengangguk pelan. Benar kata Kak Yoshi. Lutut merupakan salah satu organ yang sangat penting dan bila tidak berhati-hati sedikit saja, bisa menyebab cidera parah bahkan jangka waktunya cukup panjang.

"Maaf ya, aku bukan anak kesehatan. Pengetahuanku tentang luka hanya sekedar basic saja. Jadi mungkin penjelasanku tadi kurang meyakinkan. Kau bisa tanyakan itu pada dokter nanti saat pulang. Aku hanya bisa mengobati luarnya saja."

"Tapi Kak Yoshi anak PMR?" Tanya Mashiho sembari memiringkan kepala. Heran.

"Cha~ semua sudah selesai." Ucap Kak Yoshi sembari menepuk tangannya sekali. Menatap sedikit lama pada luka yang sudah rapi tertutup kasa yang ujungnya direkat plester transparan. Tidak ada noda merah dan semuanya terlihat baik-baik saja.

Kak Yoshi mendongak dan menatap Mashiho dengan senyum manis.

"Mungkin karena kita selalu bertemu di sekitaran PMR, jadi kau mengira aku anak PMR. Tapi bukan. Aku hanya membantu Sakura berjaga sebentar."

Hello, Kak! ( Random Short Story )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang