3. Aku Ingin Berbicara Denganmu - Damdo

150 11 0
                                    

Doyoung terkejut, namun setelah mendapati wajah Kak Yedam yang muncul, ia memilih untuk balas tersenyum dan melanjutkan langkahnya untuk pulang.

Ia juga tidak keberatan jika Kak Yedam menemani disebelahnya. Toh ia sudah kenal walaupun tidak terlalu dekat.

Doyoung menoleh ke samping. Mendapati Kak Yedam berjalan lurus kedepan dan lucunya terlihat sekali ia canggung untuk mendekat padanya. Doyoung kembali menatap ke arah yang sama dengan Kak Yedam walaupun hatinya sedikit tergelitik.

"Kenapa tidak naik bis?" Ucap Kak Yedam memecah keheningan. Melirik pada Doyoung yang dibalas tatapan datar seperti biasa.

"Uangku habis, Kak. Tadi ada iuran mendadak dan kebetulan hari ini aku hanya bawa uang pas."

"Kartu bismu?"

"Ketinggalan."

Doyoung kembali mendongak demi mendengar suara "oh" panjang sebagai respon atas jawabannya tadi.

"Kak Yedam kenapa jadi ikut berjalan bersamaku? Kartunya ketinggalan juga? Uangnya habis?"

Terdengar tawa lirih Kak Yedam. Doyoung melirik pada pergerakan tangan Kak Yedam yang terlipat dibelakang punggung.

"Tidak. Aku ingin jalan saja."

Doyoung merasa kurang puas dengan jawaban Kak Yedam. Mendongak kembali.

"Bukan karena takut kalau aku akan nekat seperti kemarin?"

"Sebenarnya, iya."

Demi mendengar jawaban itu, seketika timbul rasa gelisah pada perut Doyoung. Mengalihkan tatapannya ke arah depan.

Tertawa canggung, Doyoung berusaha menyusun kata walaupun rasa gelisah itu kian naik ke dadanya.

"Aku bukan anak kecil. Lagipula, aku tidak kesana sekarang seperti yang Kak Yedam lihat." Jawabnya senormal mungkin. Karena mendadak tenggorokkannya terasa kering.

"Aku berniat untuk menawarkanmu. Mau ikut naik bis bersamaku? Tidak usah kau fikirkan tentang uang atau apapun. Tapi aku tahu kalau kau tidak semudah itu untuk menerima tawaran dariku. Itu sebenarnya."

Menipiskan bibir, Doyoung bingung merespon apa. Karena sudah pasti ia akan menolak tawaran apapun dari siapapun kecuali Jaechan. Ia tidak ingin berutang budi pada siapapun. Toh rumah dia cukup dekat dan tubuhnya masih sehat wal'afiat untuk melakukan apapun.

"Lebih baik Kak Yedam menunggu saja di halte mumpung belum jauh. Maaf, aku menolak tawaran Kakak soal naik bis bersama. Aku tidak ingin merepot-"

"Nah, aku sudah bisa memprediksi jawabanmu, Doyoung."

Doyoung diam. Mendongak dan bertemu tatap dengan kedua mata Kak Yedam beserta senyumnya yang ramah.

Doyoung dengan cepat mengalihkan pandangan ke arah lain.

"Rumahku hanya bersebelahan dengan perumahanmu. Tidak terlalu jauh juga. Aku juga ingin jalan-jalan."

"Aku tidak memaksamu, ya, Kak." Ucap Doyoung kemudian.

"Astaga.. hahahaha.. iya iya tenang saja. Kenapa kau terpikirkan hal begitu coba. Aku saja santai."

Walaupun tak menoleh, Doyoung bisa membayangkan wajah Kak Yedam yang tertawa. Dan lucunya, Doyoung ikut tersenyum.

"Jaechan katanya sakit, Doyoung?"

Doyoung mengangguk.

"Iya, Kak. Semalam sudah chatting denganku. Beberapa akhir ini tugas anak kelas sepuluh lumayan banyak juga kegiatan ekstra karate Jaechan sedang seleksi besar-besaran untuk perlombaan. Jadi, karena kurang istirahat, ia demam."

Hello, Kak! ( Random Short Story )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang