Introduce : Yoshiho

153 25 7
                                    

"Nanti kalau kita dihukum gimana?"

"Ya sudah. Tinggal berdiri dibawah tiang bendera berarti."

"MASHIHO!"

"Aku salah?"

"Udahlah. Terserah kamu! Aku mau cari topi. Kalau kamu mau dihukum silakan!"

Diiringi suara kursi yang digeser paksa serta langkah kaki yang cepat, Mashiho hanya menatap kepergian Ruka.

Jujur, ia juga tidak ingin berdiri dibawah tiang bendera. Disaksikan seluruh penjuru kelas, barisan guru, petugas upacara serta petugas paduan suara.

Jangan lupa. Petugas kebersihan yang kadang mengganggu ketenangan upacara dengan suara sapunya yang lumayan nyaring.

Tapi Mashiho terlalu malas membeli topi lagi. Pantang baginya untuk membeli sesuatu kecuali benda itu memang sudah tidak bisa dipakai kembali.

Ia juga yakin anak kelas lain jarang ada yang memiliki dua topi secara cuma-cuma.

Jadi, Mashiho memilih pasrah.

Suara bel terdengar. Dan dengan jantung berdegup, Mashiho semakin memasrahkan diri. Kali ini seratus persen.

Suara langkah lari kembali terdengar ditengah riuh anak kelas yang berlari menuju lapangan.

Namun, Mashiho melihat Ruka dengan topi entah ia dapatkan darimana menghampirinya.

Semua berjalan cepat. Tangan Mashiho ditarik paksa.

"Kita langsung ke belakang barisan! Bilang aja kamu sakit! Habis opname atau habis operasi!"

"Tapi, Ruka. Aku sehat. Kemarin aku ngga absen karena operasi atau opname."

"Iiihhh bisa ngga sih nurut sama aku sekali aja? Aku ngga mau kamu sampai berdiri disana. Malu-maluin."

"Kan yang malu aku. Bukan kamu." Jawab Mashiho dengan wajah polos.

Ruka berdecak. Tangannya tetap menarik paksa lengan Mashiho dan berniat berbelok ke belakang barisan.

"Kamu diam aja. Biar aku yang ngomong. Please kamu diam aja."

Mashiho berniat membantah namun melihat begitu banyak anak yang bersiap untuk upacara. Ditambah hari ini tidak ada yang melanggar aturan membuat Mashiho menelan ludahnya berat.

"Tapi kita bohong, Ruka."

"Bohongku demi kebaikanmu!" Ucapnya sedikit lirih sembari mendesis. Terlalu geram.

Kini Ruka memelankan langkahnya saat didepannya bertemu dengan kakak kelas yang memakai pita dan topi PMR. Mashiho tak bisa berkutik ketika tangan Ruka menggenggam lengannya erat.

"Kak tolongin temenku ya. Dia sakit. Berangkat sekolah tadi di bis katanya pusing banget mau pingsan."

"Tapi Ruka, aku dianter pakai motor." Jawab Mashiho lirih.

Ruka mengeratkan lagi genggaman tangannya.

"Kak tolongin dia yaa. Kasih teh anget aja. Jangan lupa gulanya dua sendok." Ucap Ruka kemudian. Belum sempat Kakak PMR itu menjawab, Ruka menyerahkan tangan Mashiho kepadanya.

"Dia amnesia, Kak. Gula darahnya rendah."

"Aduh, anemia ngga sih, Ru?" Jawab Mashiho dengan merengut.

"Lah itu lah maksudku. Tolongin ya Kak. Aku mau upacara."

Kakak PMR itu langsung menatap Mashiho yang diam. Wajahnya pucat.

Bukan karena sakit atau takut ketahuan.

Tapi karena tangan Ruka memperlihatkan bogem dibalik punggung.

"Dek, langsung masuk tenda aja disana yuk. Kakak buatkan minum sama siapin roti."

"Kak, ngga usah pake roti ya. Soalnya tadi aku udah sarapan." Jawab Mashiho dengan lirih.

Kakak PMR tersebut sedikit bingung tapi tetap membawanya ke tenda yang sudah disiapkan.

Disana hanya ada satu Kakak PMR lelaki yang tengah menunduk menata perlengkapan P3K dalam diam.

Sesampainya disana, Mashiho diarahkan untuk duduk dan menunggunya.

Seperginya Kakak tadi, Mashiho bertemu tatap dengan lelaki tersebut.

"Aku ngga sakit sebenarnya." Ucap Mashiho kemudian.

Kakak tersebut mengerutkan dahi dan menatap sekeliling.

"Terus?"

"Cuma lupa bawa topi. Tapi temen aku udah effort bohong demi kebaikanku biar ngga panasan disana."

Terdengar suara pranata acara yang berarti upacara sudah dimulai. Suasana semakin hening dan khidmat.

Lelaki tadi sudah selesai menata kain kasa dan menutup box-nya. Dan kini memusatkan atensi pada Mashiho yang memandanginya.

Setelah menghela nafas, lelaki itu tersenyum tipis.

"Lain waktu jangan diulangi lagi ya. Kamu sudah besar. Sudah tahu mana yang benar dan mana yang salah. Kalau kakak boleh sarankan, setiap hari bawa saja topinya di tas. Biar ngga lupa. Kan kamu sendiri yang rugi nanti. Terus, bilangin sama temenmu juga supaya jangan lagi berbohong seperti tadi. Apa yang kamu lakukan, kamu harus siap menerima resikonya. Paham?"

Mashiho mengangguk dan tersenyum kecil.

"Terima kasih, walaupun salah tapi kamu sudah akui kejujuranmu."

Lelaki itu mengeluarkan topi dari sakunya. Memberikannya pada Mashiho.

"Sana, ikut upacara. Baris dimanapun tidak masalah."

Mashiho ragu ingin menerimanya. Namun senyum kakak tersebut membuat Mashiho sedikit gugup dan segera menerimanya.

"Arigatou, Kakak PMR!" Jawab Mashiho dengan semangat. Walaupun tetap lirih.

Mashiho membalikkan badan dan keluar dari tenda. Berjalan kecil menuju barisan yang kosong dan mulai mengikuti upacara dengan senyum terpatri tanpa memedulikan sekitar.







"Yoshi? Anak kecil tadi mana?"

"Yang mana?"

"Yang tadi sakit. Ini teh dua sendok gulanya udah dibikin. Lagi ke kamar mandi? Atau ruang UKS?"

Lelaki yang dipanggil Yoshi tadi hanya mengangkat kedua bahu tidak tahu. Tanpa memedulikan reaksi rekannya, Yoshi menatap punggung lelaki kecil yang kini tengah hormat dari kejauhan dengan senyum tertahan.










Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Hello, Kak! ( Random Short Story )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang