4.Apakah aku terlihat seperti habis menyatakan perasaan, Jay?- Harukyu

137 8 3
                                    

Haruto masih terbayang hujan sore kala itu.

Ia mengusap wajah untuk kesekian kalinya. Selalu terbayang wajah cantik milik Kak Junkyu yang  selalu mengisi harinya. Sekarang ini, mereka jarang sekali secara kebetulan atau disengaja oleh Haruto untuk bertemu dengan kakak manis itu. padahal Haruto selalu bersemangat ke sekolah hanya karena eksistensi Junkyu dalam dunianya.

Haruto tengah menilik laci yang berisi buku dan satu bungkus kecil hadiah berpita merah maroon. Melapisi brownies mangga untuk Kak Junkyu. 

Kue yang ia buat sendiri dengan sepenuh hati walaupun harus beberapa kali dimarahi Ibu karena berantakan. Kue yang Haruto modifikasi sendiri agar cantik dan awet. Kue yang setidaknya akan memberikan sedikit semangat untuk Kak Junkyu dalam menjalani harinya.

Haruto menoleh kesamping sembari menutup bibirnya dengan punggung tangan malu.

Membayangkan wajah itu cerah setelah menerima kuenya. Iya kalau sedang mood. Tapi kalau tidak juga tidak apa-apa. Toh wajah cantik itu tidak pernah berubah.

Jam istirahat sebentar lagi akan berbunyi belnya. Rasa menggebu yang ia tahan sejak tadi ia tahan mulai menggelitiki perutnya. Antara ingin memberikan atau tidak sebenarnya. Haruto tidak seberani itu untuk ke kelas Kak Junkyu. Ia juga ingin menjaga perasaan Kak Junkyu juga pada egonya. Ia berniat menunggu di depan kantin saja. Pasti Kak Junkyu selalu datang kesana. Ia harus tepat waktu pokoknya agar dapat menemui Kak Junkyu. Yang lalu, selalu tidak pernah bertemu. Padahal bunyi bel berdering, Haruto langsung menuju kantin. Menunggu sembari duduk menikmati pisang gemoy tidak kunjung bertemu.

Kali ini Haruto mencoba meyakinkan diri untuk menyerahkan saja browniesnya. Urusan nanti Kak Junkyu suka atau tidak dipikirkan nanti saja.

Sekali lagi, Haruto melirik bungkusan kecil itu. Hatinya berkedut kembali.

Bunyi bel terdengar jelas ke seluruh ruang kelas.

Jay yang sedari tadi tidur memilih menolak ajakan untuk menemani Haruto.

Haruto dengan mengantongi ponsel di saku celana dan satu tangannya menyembunyikan bungkusan dibalik punggung berdiri pelan. Menunggu kelas sedikit sepi.

Ketika mulai lengang, Haruto baru melangkah keluar kelas. Langsung menuju lapangan samping kantin sekolah. Duduk di pinggir lapangan yang terbuat dari beton yang memang khusus dibuat sekolah untuk tempat duduk sembari menutupi hadiahnya dengan tubuh. Sesekali memainkan ponsel dan memperhatikan sesiapa saja yang lewat dihadapannya.

5 menit pertama, baru juga bel berbunyi. Pasti Kak Junkyu sedang siap-siap.

10 menit kemudian, Haruto meregangkan tangan dan kaki sebentar. Lanjut memainkan game bubble shooter di ponselnya. Matanya masih melirik tipis siswa-siswi yang lewat.

Kak Junkyu belum nampak.

20 menit berlalu, Haruto menutup lockscreen ponselnya. Bersi sebentar sebelum mengusap hidungnya dengan lengan kiri. Panas matahari kini mulai meninggi dan sinarnya mulai menyakiti kulit. Haruto sedikit gelisah. Takut melewatkan kehadiran Kak Junkyu. Berbalik menatap kantin. Menyipitkan mata. Memperhatikan satu persatu.

Tidak ada kehadiran Kak Junkyu.

Apakah harus ke kelasnya?

10 menit lagi bel masuk berbunyi. Hadiahnya belum tersampaikan.

Kak Junkyu belum menampakkan diri.

Apakah harus ke kelasnya?

Atau Kak Junkyu absen?

Mungkin sakit?

Apakah harus ke kelasnya?

Kalau ke kelasnya, apakah nanti Kak Junkyu malu?

Apakah harus ke kelasnya?

Haruto dengan segala keresahannya bangkit. Berjalan sembari menyembunyikan hadiah itu dibalik punggungnya. Meninggalkan lapangan menuju kelas Kak Junkyu.

Apakah harus ke kelasnya?

Apakah harus ke kelasnya?

Haruto juga ragu. Jiwanya yang semula berani, mulai meredup. 

Turun dari lapangan, berbelok ke kanan. Lalu maju empat-lima langkah.

Kelas dengan halaman penuh pojok baca dan tanaman segar bergelantungan. Itu kelas milik Kak Junkyunya.

Haruto menciut ketika mendapati didepan kelas tersebut banyak orang sedang berkumpul. Ada yang asyik bercanda, ada yang sedang asyik membaca buku, dan ada yang asyik menata tumbuhan.

Hanya tidak ada kehadiran Kak Junkyu disana.

Absen, mungkin.

Haruto memilih untuk kembali menuju kelasnya.

Berbalik, maju empat lima langkah, lalu belok kanan. Melewati lorong dan bertemu tangga.
Setelah itu ia akan menaiki tangga dan berjalan empat langkah setelah sampai di ujungnya.

Tanpa memberikan hadiahnya pada-

"Watanabe Haru!"

Haruto nyaris menaiki tangga ketika menoleh ke arah kiri, ia bertemu dengan Kak Junkyu yang sedang memakai apron kuning tengah melambai padanya menggunakan sekop kecil. Satu tangannya yang lain memegang ember kecil berwarna merah tua.

Demi melihat wajah cantik dan bersinar itu, Haruto nyaris menangis entah karena apa. ia hanya menyeka ingus dan mengedipkan mata. Mendekat pada Kak Junkyu yang menyambutnya cerah.

"Kamu habis darimana? Kok lesu? Aku perhatiin jalanmu juga tidak konsentrasi tadi."

Haruto ingin menjawab pertanyaan Kak Junkyu, namun ia menemukan mata Kak Junkyu berbinar menatap hadiah yang berada disampingnya.

"Kamu mau nembak seseorang ya?"

Haruto menggeleng cepat. Tangannya mengulurkan hadiah pada Kak Junkyu. Membuat si manis kaget.

Haruto ingin mengatakan sesuatu namun suaranya seperti hilang. Ia berdeham dan mencoba memainkan suaranya. Sementara Kak Junkyu mengambil botol minum dari saku apron dan memberikannya pada Haruto. 

Haruto segera menerimanya dan meneguknya sampai dirasa benar-benar lega.

Air botol itu tinggal setengah, lalu Haruto kembalikan pada Kak Junkyu.

Dengan satu tangan masih mengulur hadiah.

"Maaf, Kak. Tiba-tiba suaraku hilang. Ini aku sengaja kasih ke Kak Junkyu. Aku sudah lama menunggu di kantin dan sempat lewat kelas Kakak. Tapi Kak Junkyu tidak ada disana."

Haruto bisa melihat Kak Junkyu memiringkan kepala sebelum meraih hadiah tersebut. Wajahnya bingung, namun setelah itu kembali tersenyum cerah.

"Aku tidak ke kantin hari ini. Tadi pagi aku terlambat masuk dan aku dihukum di jam istirahat untuk membersihkan taman dekat lorong itu tadi. Ini baru selesai, aku tadi juga mau manggil kamu karena kamu jalannya lesuu banget. Ohya kamu kasih kue ini dalam rangka apa? Apa karena aku jarang main ke toko ya? Jangan bilang tokonya kangen sama aku, Haru."

Haruto yang sedari tadi terpana dengan suara Kak Junkyu kaget. Mengusak kepala sebentar. Jujur, ia tidak tahu harus berkata apa lagi

"Atau jangan-jangan...."

Kringggg......

"Kak Junkyu aku harus balik ke kelas karena mau ulangan. jangan lupa dimakan kuenya."

Belum sempat melanjutkan, Haruto segera berlari menaiki tangga. Meninggalkan kak Junkyu tiba-tiba dengan perasaan tidak karuan. 

Tidak apa.

Jangan sampai Kak Junkyu berpikir kalau hadiah itu berarti ia sedang menyatakan perasaan padanya.

Hadiah itu murni hanya diberikan Haruto kepada Kak Junkyu. Tidak ada maksud lainnya.























Brak!

"Ruto, kamu kenapa?"

Jay yang terbangun gara-gara mendengar suara keras yang berasal dari bangku sebelahnya, yakni haruto yang kini tengah menyembunyikan wajah di lipatan tangan diatas meja terkaget melihat telinga sahabatnya itu merah padam.

"Ruto! Ruto"

Jay menggoyangkan tubuh haruto hingga sahabatnya itu mendongak. matanya terlihat berair.

"Apakah aku terlihat seperti habis menyatakan perasaan, Jay?"




Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 08, 2024 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Hello, Kak! ( Random Short Story )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang