CHAPTER 1

161 58 44
                                    

Hai apa kabar?
Authornya kumat, mau tobat dulu.

Cerita ini mengutamakan narasi.

Fyi: Aku pake POV 1 dan 3, biar ga bingung gini cara bedainnya. "Kalau narasi ga merujuk pada kata 'aku' berarti aku pakai POV 3 dari sudut pandangku. Kalau narasi banyak merujuk pada kata 'aku' berarti aku pakai POV 1 dari sudut pandang Charlotte. Oke?"

_______

Bertanya tentang tujuan hidupku yang kerap membuatku merasa tidak berguna, sibuk menyalahkan diri namun niat untuk memperbaiki aku sendiri masih enggan, itu akan menyulitkan. Namun, hidup seperti hilang arah sangat menguras tenaga dalam keseharian, hanya meratapi dan mengeluh lalu menyalahkan Tuhan, itu buruk untuk dilakukan. Hanya mengikuti arus kehidupan tanpa tahu tujuan membuatku sangat merasa buruk, rendah, dan tidak pantas.

Berkelana mencari ketenangan dan aku tidak menemukannya kecuali bersimpuh pada Tuhan, bisa apa aku tanpa Tuhan, aku harap aku selalu dalam keteguhan dan keyakinan yang aku percayai saat ini, meski maksiat itu masih belum benar-benar bisa kutinggalkan.

Terkadang manusia bersikap seolah tidak butuh Tuhan, nyatanya tanpa Tuhan dia tidak akan bertahan. Dunia hanya persinggahan dan bukan tempat terakhir kaki ini akan berpijak, jika di kehidupan sekarang tidak bertuhan mana mungkin di kehidupan selanjutnya akan bertahan.

"Kenapa kau menolak lamarannya?" tanya Harry, aku hanya menghela napas berat tanpa berniat menjawab ucapannya. Aku bangkit dari duduk dan Harry hanya diam melihat kepergianku, berat rasanya untukku menerima pinangan dari orang yang bukan aku inginkan.

Rambut panjang yang kubiarkan tergerai, dengan menggunakan jaket tebal aku menyusuri jalan, salju-salju masih terlihat, juga hawa dingin yang rasanya menusuk sampai tulang.

Jalanan juga tidak terlalu ramai, mungkin saja orang-orang lebih suka menghangatkan tubuh di dalam kamarnya dengan selimut. Itu tidak buruk untuk dilakukan dan tentu sangat nyaman, menghabiskan hari dengan bersantai juga sangat indah untuk dilakukan dalam sementara waktu.

Aku yang berjalan cepat seketika terhenti saat lenganku ditarik oleh seseorang dari belakang, aku menoleh cepat seraya memberontak, bahkan aku tidak segan untuk memukul dia yang telah memegang tanganku sembarangan.

Aku memasang wajah kesal saat kudapati ternyata orang itu adalah Harry, untuk apa pria itu malah mengikutiku, bukankah dia tadi tidak beranjak dari duduknya? Dia tersenyum sekarang, terlihat aneh untukku.

"Cuaca sangat dingin, apa kau tidak ingin aku memberikan kehangatan untukmu?" Lihat itu, astaga Harry sangat pandai membuat wanita bergidik ngeri dengan perilakunya.

Harry berkata enteng sementara aku langsung berpikir yang tidak-tidak, secepatnya aku menatap Harry tajam, entah apa maunya pria itu, setiap saat dia menggangguku.

"Aku religius, Harry." Pria itu tertawa tapi bagiku tidak ada yang lucu, aku kembali berjalan walau tidak tahu akan ke mana, niatku memang hanya berjalan santai karena salju turun tidak sebanyak pada hari-hari kemarin.

Aku menoleh sedikit dan kudapati Harry berjalan di sampingku, dia tidak henti-hentinya mengikutiku. Sampai akhirnya aku masuk ke sebuah kedai kopi di ujung jalan sana, Harry ikut masuk bahkan ia juga memesan kopi dan kini duduk denganku di meja yang sama.

"Apa kau masih ingin tahu kenapa aku menolak lamaran Jacksen?" tanyaku memulai kembali perbincangan.

Rasanya akan sangat canggung jika ada manusia di dekatku dan aku tidak mengajaknya untuk sekedar berbincang, Harry mengangguk yang membuatku menghela napas berat, pasalnya Jacksen adalah kakaknya dan Harry temanku, jika aku mengatakan bahwa aku tidak menyukai kakaknya apakah Harry akan marah?

RENJANA UNTUK CHARLOTTE (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang