CHAPTER 13

36 26 0
                                    

"Kau harus menghabisi calonnya," ucap seseorang di sebrang sana.

"Brengsek aku tidak akan melakukannya!"

"Tidak mau? Baiklah selamat mendekam dalam jeruji besi, Harry." Ucapan itu semakin membuat Harry geram, ia sudah masuk ke dalam permainan sehingga mau tidak mau hanya bisa menurut, belum lagi pemerasan yang harus Harry terima, semua masalah yang ia kira akan mudah justru ternyata semakin rumit.

Masuk dalam permainan licik, setiap bulan bahkan minggu orang itu akan meminta uang dan Harry harus mengirimnya, sesaat Harry berpikir bahwa ia lebih baik bertanggung jawab atas segala perbuatannya, tetapi pemikiran itu masih ia tepiskan. Lari dari masalah membuat semuanya semakin rumit.

"Kau mengancamku!?" Harry setengah berteriak, dia sudah merasa dibodohi namun masih tidak tahu harus berbuat apa, Harry serasa boneka yang bisa sesuka hati dipermainkan dalam permainan yang Harry sendiri masuk ke dalamnya sebagai korban.

Terdengar kekehan tawa yang semakin membuat Harry rasanya muak, sudah berjalan satu bulan dirinya hidup di bawah ancaman, uang dari hasil kerja kerasnya kian terkuras.

"Aku punya banyak bukti untuk melaporkanmu, aku punya banyak cara yang mendukungku untuk meludahimu, pilihanmu sekarang hanya dua, ikuti apa kataku atau kau akan ... tidak perlu kujelaskan kau tahu apa jawabannya." Harry melemparkan ponselnya, kalimat memuakkan itu terus menghantuinya, Harry harus segera keluar dari situasi yang sekarang, namun mematahkan diri untuk mendekam dalam penjara menurutnya bukan pilihan. Buah simalakama, kini Harry serba salah, hidup di alam bebas dengan tekanan dan ancaman atau mendekam dalam penjara tanpa kebebasan, semuanya rumit.

"Dia menolakku mentah-mentah, jika aku tidak bisa memilikinya maka orang lain pun tidak, sudah kurusak sahabatnya sekarang tinggal kuhancurkan kebahagiaannya. Charlotte, kau hanya bisa dimiliki olehku, aku tidak sabar melihatmu menangis." Orang itu tertawa puas, ia mengambil ponsel dengan menghubungi seseorang yang telah menjadi budak cintanya, seburuk-buruknya lelaki, dia perusak.

Tak pantas dihormati, tak pantas disegani, bahkan hukuman yang pantas untuk orang sepertinya adalah mati, dia yang merendahkan wanita tidak pantas hidup dengan tawa yang lepas.

"Sayang, aku membutuhkanmu malam ini."

"Tidak."

"Berani membantahku!?"

Malam ini Harry dirundung kegelisahan yang tinggi, memikirkan bagaimana nasibnya ke depan, terus mengirimkan uang untuk keselamatan sementara dirinya sebentar lagi bisa saja masuk dalam kesengsaraan.

Harry melakukan ini untuk Dea, ia menghabisi Jacksen untuk keselamatan Dea tetapi justru dirinya sekarang selalu dalam ketidaktenangan, jalannya tidak bebas, pikirannya kalut, emosinya tidak stabil, serta perasaan cemas yang semakin hari semakin menjadi.

Dea juga sudah beberapa hari ini tidak bisa dihubungi, setelah dinyatakan untuk bisa kembali dari rumah sakit, Harry berpikir bahwa Dea sudah baik-baik saja sehingga ia memutuskan untuk kembali bekerja dan melakukan aktivitasnya seperti biasa.

Malam ini ia terpikirkan lagi mengenai Dea, ke mana sebenarnya wanita itu? Harry sempat mendatangi tempat yang ditinggali Dea tapi perempuan itu sudah tidak ada di sana.

"Dea, kau selalu membuatku khawatir."

Sebelum ia menjadi tidak waras dengan tingkah kedua teman perempuannya yang tidak ada kabar, Harry memutuskan untuk pergi ke alam bawah sadarnya, setidaknya dalam tidur pikirannya bisa sedikit lebih tenang, melepaskan beban yang semakin hari semakin berat, entah kapan semuanya benar-benar bisa dilewati.

"Jika dia tidak bergerak untuk menghabisinya, maka kau yang harus bertindak, Sayang. Kau dengar!?"

Pria itu mencengkram dagu sang wanita dengan kasar, sehabis bermain-main sampai berpeluh keringat, tanpa kasihan dengan sang wanita yang juga ia tawarkan pada teman-temannya, kini pria itu mengancam, tentu semua yang ia titahkan tertuju pada kepentingan dan ambisi pribadinya.

Burung menunjukkan kicauan pertamanya di pagi hari, aku tidak boleh bangun siang hari karena ini adalah hari spesial di mana kata akad dari seorang lelaki yang akan menghalalkanku terucap hari ini.

Aku menatap kagum diriku sendiri, Charlotte terlihat sangat cantik dari hari biasanya, aku melihat tampilan diri di cermin, seorang wanita yang sebentar lagi akan jadi istri orang, aku juga tidak tahu pasti apakah pernikahan disebut sebagai kehidupan baru atau mungkin masalah baru, ah tapi tenang saja karena semua biaya pernikahanku tidak ada yang terjerat hutang.

Sebenarnya kebutuhan bukanlah hal yang terlalu rumit, tapi keinginan manusia itu sendiri yang terkadang membuatnya terasa sangat rumit.

Untuk pernikahan saja seringkali manusia memaksakan diri untuk membuat resepsi yang mewah, menginginkan sebuah pesta mahal bak dirinya seorang putri kerajaan, rela untuk berhutang ke sana kemari untuk pesta yang hanya satu hari.

Terbalut gengsi yang tinggi sehingga terjerat masalah baru, alih-alih merasa bahagia dengan pernikahannya malah pusing bagaimana melunasi hutangnya, gengsi yang ditanamkan dalam diri hanya akan mempersulit hidup, toh resepsi sederhana juga tidak akan membuatnya mati, kan? Lalu mengapa memaksakan sedangkan diri tidak mampu.

Dengan gaun warna putih senada dengan hijab cantiknya, Charlotte terlihat anggun, kaki jenjangnya yang kurus ia coba untuk masukkan pada sepatu kaca yang juga berwarna putih.

Kilauan dan pancaran cantik Charlotte pagi ini bisa saja membuat siapa pun terpana, beberapa wanita yang bertugas untuk membuat Charlotte tampil cantik dan berbeda dari hari biasanya, mereka tersenyum senang melihat hasil kerja yang tidak sia-sia.

Menaruh bedak dan lainnya pada kulit halus Charlotte sedikit kesulitan untuk mereka, Charlotte sudah sangat cantik tanpa make-up, mereka hampir kebingungan bagaimana untuk membuatnya semakin cantik.

"Cantik sekali, Charlotte," puji Harry. Aku senang melihat Harry antusias seperti itu, aku kira Harry akan marah.

Mengingat bagaimana reaksinya saat memberi tahu ia bahwa aku akan segera menikah, juga mengingat bagaimana hal yang terjadi sekitar satu bulan lalu itu, kami berpelukan dan Zayn datang dengan kecemburuannya.

Saat itu aku merasa dicintai oleh Zayn tapi juga merasa tidak enak dengan Harry, dia sedang dalam masalah dan aku malah meninggalkannya.

"Terima kasih, di mana Dea?"

"Aku tidak tahu dia di mana, beberapa hari dia tidak bisa dihubungi." Mendengar itu aku jadi terdiam, bagaimana jika Dea nekat dan melakukan hal yang tidak-tidak, masalah Dea berat, banyak hal yang membuat Dea trauma, banyak hal yang mendukungnya untuk depresi, tapi aku harap Dea kuat untuk melewati semua badainya.

Bukannya tidak peduli pada Dea, tapi aku juga punya kehidupan yang harus kujalani, berlarut dalam masalahnya bisa membuatku ikut depresi, sejak itu juga aku hanya tahu kabar Dea dari Harry, aku tidak pernah menemuinya lagi selama ini.

Aku percaya dengan Harry, karena aku juga mengundang Dea ke pernikahan lewat aplikasi pengirim pesan, aku tidak kunjung mendapatkan balasan dan nomor itu juga tidak aktif.

"Jangan banyak pikiran di hari bahagia ini, Charlotte. Urusan Dea kau percayakan saja padaku, yang jelas sahabatku ini harus berbahagia di hari pernikahannya!" Harry bertingkah konyol yang berhasil membuatku tertawa, di luar mulai ramai dengan teman mama dan papa yang datang lebih awal, entah para orang tua membicarakan apa.

TO BE CONTINUED

RENJANA UNTUK CHARLOTTE (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang