CHAPTER 7

61 28 2
                                    

Hubungan di luar pernikahan tidak akan pernah membawamu pada kepuasan. Tuhanmu sudah melarangnya, jalan satu-satunya untukmu selamat adalah jangan membangkang dari perintah-Nya.

"Astaghfirullah." Kata maaf itu terucap dengan berat, kalimat itu baru terdengar setelah beberapa minggu terasa begitu kelu untuk bibirnya.

Dea mulai pada kesadarannya bahwa ia sudah melangkah terlalu jauh, jauh sampai mengorbankan kehormatannya, jauh sampai ia tidak bisa menjaga dirinya, jauh sampai lelaki rendahan menjamah tubuhnya, ia melangkah pada dosa tanpa memikirkan akibatnya.

Kini ia merintih dalam penyesalan, harga dirinya tercabik lalu apa yang harus ia lakukan? Merintih pada Tuhan yang telah ia langgar perintahnya, yang telah ia abaikan larangannya, kini ia kembali pada penyesalan dengan semua yang hilang, harga dirinya hilang, mahkota yang paling berharga dalam dirinya sudah tak lagi suci, Dea merasa sangat kotor.

"Seandainya bukan karena karunia dan kehendakMu, mungkin aku sudah mati dalam maksiat." Rasa sesak menggerogoti hatinya, betapa buruknya ia, betapa hinanya ia dalam membawa diri jatuh ke dalam lingkaran dosa.

Ia membiarkan dirinya terhasut, ia membiarkan imannya pergi menjauh, kini Dea menyesalinya. Iman itu kembali tapi tidak dengan kesuciannya, betapa hinanya ia, betapa rendahnya ia, kenapa semuanya terjadi?

Kenapa ia lalai dalam menjaga diri? Andai ia tidak larut dalam cinta semu, andai ia mengesampingkan perasaannya.

Laki-laki itu hanya pelampiasan tapi semuanya menjadi sangat buruk, laki-laki itu datang saat hatinya sedang dalam keadaan buruk, kesepian melandanya kemudian dia datang, bagaimana Dea tidak luluh? Andai ia mendekat pada Tuhannya, tentu akan lebih baik.

Dunia hanya sementara, apalah arti kesenangan jika akhirnya penuh dengan penyesalan. Cukuplah manusia mematuhi perintah Tuhannya, tenanglah hidupnya. Cukuplah manusia menjauhi segala larangan Tuhannya, terhindarlah ia dari segala kehinaan.

Tuhan tidak akan merugi saat manusia menjauh darinya, tapi manusia itu sendiri lah yang akan merugi, terkadang manusia tidak memahami itu, ia berjalan dengan kesombongan tanpa disadari membawanya pada kesengsaraan.

Seburuk-buruknya manusia, saat hatinya sudah terluka yang dicari pastilah Tuhannya.

Tak apa, jangan larut dalam kehinaan, mendekatah lagi padaNya, memangnya pada siapa lagi kau akan meminta pengampunan selain pada Tuhanmu? Jangan sombong, merendahkan diri pada Tuhan tidak akan membuatmu rugi.

Namun sebaliknya, merugilah engkau jika menjauh dariNya. Tuhanmu menyayangimu, mendekatlah. Kesenangan dalam dosa hanya angan yang akan membawamu pada kehinaan.

Dea melihat Charlotte dan Harry pergi meninggalkan ruangan, ia tersenyum sendu. Benar, seharusnya ia berterima kasih pada Harry karena telah menolongnya, andai Harry tidak datang dan membawanya ke rumah sakit, mungkin saja ia sudah tak bisa lagi melihat dunia hari ini.

Kebodohan seolah memenuhi isi otaknya, ternyata benar, saat wanita tidak bisa mengendalikan perasaannya maka bersiaplah bahwa kebodohan akan memenuhi isi kepalanya dan itu terjadi pada Dea, ia kini begitu bodoh.

Aku mengejar Harry, takut jika pria itu berbuat yang tidak-tidak, mendengar perkataannya bahwa mungkin sebentar lagi polisi akan segera menangkapnya sungguh aku menjadi takut. Aku tidak ingin melihat Harry mendekam dalam penjara.

Harry melakukannya atas dasar kemanusiaan pada Dea, walau membelanya dengan cara pembunuhan, tetapi hukum tetaplah hukum, ini yang aku takuti. Aku mengejar Harry cepat, aku tidak peduli meninggalkan Dea sendirian, aku juga sedikit kecewa dengan Dea, dia begitu jauh, dia lalai, aku ingin menjaga jarak dengannya, sedikit saja.

Langkah Harry lebar sehingga sulit untukku menyesuaikan langkah dengannya, bahkan Harry pergi tanpa menggunakan jaket tebal, padahal cuaca sangat dingin, salju masih juga belum berhenti.

"Harry!"

"Tinggalkan aku, Charlotte."

"Aku tidak bisa meninggalkanmu sendirian, Harry!" Aku menatap Harry sementara lelaki itu memalingkan wajahnya, kami berhenti di pinggir jalan karena aku terus menarik baju Harry untuk berhenti, aku tahu lelaki itu sedang dalam emosinya.

Tapi aku takut kehilangan Harry jika saja dia akan berbuat macam-macam, pikiranku selalu negatif mengingat Harry adalah orang yang nekat.

"Kau mau celaka dekat denganku!?"

"Aku yakin kau tidak akan mencelakaiku!" Harry menatapku sendu, aku meraih tangannya, Harry sedikit terkejut. Jalanan juga tidak begitu ramai hari ini, aku mencoba meyakinkan Harry bahwa semuanya akan baik-baik saja, dia tidak sendirian.

"Semuanya akan baik-baik saja, Harry. Bukankah kita sahabat? Kalau kau terluka kau bisa datang padaku dan aku akan mengobatimu, jangan pernah merasa sendirian, Harry. Aku tidak membencimu, aku mengerti mengapa kau melakukan itu. Kau bukan pembunuh, tapi penyelamat untuk Dea." Mata Harry terlihat mengembun, aku menggenggam erat tangannya untuk menguatkan Harry, sedikit genggaman ini tidak akan membuat Harry merasa sendirian.

"Kau yang terbaik, Charlotte."

Salju yang berterbangan sedikitnya mengenai wajahku, tiba-tiba seorang lelaki menarikku dari pelukan hangat Harry, dia terlihat marah di balik penutup wajahnya.

Mata biru itu, Charlotte tau siapa pemiliknya. Charlotte tahu, dia tidak seharusnya jatuh ke dalam pelukan Harry sedangkan ia sendiri memiliki calon suami, Charlotte tidak berpikir lebih jauh bahwa mungkin saja Zayn akan tersakiti.

Bukan hanya aku yang terkejut tapi juga Harry, Harry belum pernah bertemu dengan Zayn, aku berteriak dan terbelalak saat tiba-tiba Zayn memukul Harry dari belakang dan melepaskan genggaman tangan kami, Harry membawaku ke belakang tubuhnya guna melindungi. Aku mengerti, pasti Harry berpikir bahwa Zayn orang jahat yang akan mencelakai, dia belum tahu bahwa itu adalah Zayn yang sempat kuceritakan.

"Brengsek siapa kau!?"

"Kau yang siapa!?" Aku tersentak, Zayn meninggikan suaranya.

"Nona Charlotte kemarilah! Dan kau ... tidak pantas seorang lelaki asing memeluk wanita yang sudah memiliki calon suami, jaga batasanmu, Charlotte kekasihku." Zayn berucap penuh penekanan, Harry terdiam.

Kini Harry melihat ke arahku, aku takut meninggalkan Harry sendirian sedangkan aku juga tidak bisa membuat Zayn semakin marah dengan aku menolak permintaannya, aku di ambang kebingungan.

"Pergilah bersama kekasihmu itu, Charlotte." Harry berucap datar, Zayn menarik lenganku sedikit kasar dan membawaku masuk ke dalam mobilnya, ia terlihat sangat marah.

Biasanya Zayn memperlakukanku dengan lembut tapi sekarang ia seperti orang yang berbeda, karena aku berpelukan dengan Harry dia jadi semarah ini.

Padahal di sini hal yang kulakukan tadi sangat lumrah terjadi, bahkan kekasih yang belum menikah saja bisa berduaan di dalam kamar, pasangan yang belum menikah lalu sudah mempunyai anak juga sangat lumrah di sini, tapi Zayn sepertinya tidak berpikiran sama.

"Harry maaf," ucapku dalam pesan.

Tidak terlihat bahwa pesan itu dibacanya, mataku membola saat benda pipih itu Zayn rebut, ia mematikan dan menaruhnya, aku hanya bisa diam melihat perlakuannya. Zayn menatapku tajam tapi masih terlihat teduh di mataku, aku menghangat merasa dicemburui, itu berarti Zayn mencintaiku.

"Seharusnya Nona menjaga diri untukku."

"Kau cemburu?" Zayn menatap lurus ke depan, fokus dengan kemudinya.

"Tentu, hatiku sakit melihatmu seperti tadi, kenapa Nona tidak memikirkan perasaanku? Aku menahan diri untuk tidak memegang tanganmu sebelum halal tetapi Nona malah berpelukan bersama lelaki selainku. Seharusnya aku yang pertama kali memeluk tubuhmu setelah ayahmu."

TO BE CONTINUED

RENJANA UNTUK CHARLOTTE (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang