Pagi ini, aku dibangunkan oleh rasa pusing yang hebat. Badanku terasa sangat lemas dan sakit di saat yang sama. Begitu membuka mata, rasanya begitu panas di kelopak mataku. Aku tidak tahu jam berapa ini, tapi dilihat dari sinar matahari yang menyilaukan dari jendela, sepertinya matahari sudah tinggi.
"Noa sudah bangun, Nak?"
Dengan tenaga yang sepertinya tinggal sedikit ini, kupaksakan kepalaku menoleh ke arah pintu. Ibu sudah berdiri di sana dengan baskom dan kain di tangannya. Pasti untuk mengompresku. Sebelum aku sempat menjawab pertanyaan Ibu, kain basah tadi sudah berpindah ke dahiku.
"Setelah ini makan ya? Nanti minum obat, baru tidur lagi," ucap Ibu yang terdengar samar di telingaku.
"Noa? Noa dengar Ibu?"
Aku ingin menjawab Ibu, tapi badanku rasanya tidak punya tenaga sama sekali. Kenapa ini? Kenapa semakin lama suara Ibu semakin kecil?
Ibu, aku takut.
"Noa?"
Ibu ....
"No--"
Ibu? Gelap. Tolong ....
*****
"Noa, sudah baikan?"
Suara ini? Leta?
"Leta?"
Bagus. Aku bahkan tidak bisa mendengar suaraku sendiri. Tenggorokanku sakit.
"Iya, aku Leta. Badan Noa masih panas, apa masih sakit?" tanya Leta palan.
Tunggu, bukankah Leta tidak boleh bermain terlalu jauh? Apa ibunya tahu?
"Ibu sudah mengijinkanku, Noa. Tidak perlu khawatir," ucap Leta setelahnya seakan tahu isi pikiranku.
"Maaf," ucapku pelan.
Pandanganku tidak terlalu jelas, tapi dari bayangannya Leta terlihat menggeleng. "Kita bisa bermain besok lagi saat Noa sudah lebih kuat. Sekarang Noa istirahat saja dulu ya?"
Dapat kurasakan tangan Leta menyentuh keningku, memeriksa suhu tubuhku yang masih tinggi. Entah apa yang dilakukan Leta selanjutnya, yang kutahu adalah pandanganku menggelap dan kesadaranku hilang.
*****
"Bagaimana ini? Kenapa Noa masih belum bangun?"Ibu? Itu suara Ibu. Kenapa Ibu menangis? Mataku ... berat sekali. Kenapa tidak mau terbuka? Hanya membuka mata saja, kenapa rasanya berat sekali?
"Noa? Ayo bangun. Kenapa Noa tidur terus?"
Ibu, Noa sudah bangun. Aku sudah bangun, Bu.
Apa yang terjadi? Tiba-tiba saja semua terasa sangat dingin. Apa Ibu mengompresku dengan air dingin? Sepertinya bukan, seluruh badanku terasa dingin.
Berisik. Di sini berisik sekali. Sebenarnya ada berapa banyak orang di kamarku? Jika memang ada banyak orang, tolong bantu aku.
"Noa, Ibu mohon bangun, Nak."
Lagi, suara Ibu dan orang-orang semakin menghilang. Kepalaku bagai dihantam benda berat. Hingga semuanya hening, aku tidak lagi mendengar apapun.
*****
"Mimpi Noa indah sekali ya? Sampai Noa tidak mau bangun. Anak ibu tidak rindu pada ibu?"Itu Ibu lagi. Suaranya sangat lirih, seperti tidak ada tenaga. Sama sepertiku, badanku masih terasa sangat lemas dan sakit.
"I--ibu."
Berhasil!
Suaraku berhasil keluar, kan?
"Noa? Noa sudah bangun?"
Pandanganku yang sedikit kabur langsung dihadapkan dengan binar indah di mata Ibu. Terlihat snagat lelah, tapi suaranya barusan terdengar bersemangat.
"N--Noa lelah," lirihku sekeras yang kubisa. Memang badanku rasanya remuk di semua bagian. Aku baru saja bangun, tapi sudah tidak sabar ingin memejamkan mata lagi.
"Jangan dulu ya? Noa sama Ibu sebentar di sini ya?"
Aku hanya bisa berkedip untuk membalas ucapan Ibu. Aku tidak tahu ibu mengambil apa, tapi setelahnya rasa pahit langsung menyerang srluruh rongga mulutku. Sepertinya ini obat.
"Noa harus minum ini dulu, supaya cepat sembuh."
Sudah beberapa suap obat itu masuk ke mulutku. Jika aku punya tenaga, aku ibgin berontak saja rasanya. Sungguh rasanya sangat pahit. Aku benci obat.
"Sudah. Noa ingin istirahat?"
Aku berkedip kembali karena tenagaku yang memang sudah hampir hilang seperti diedot paksa. Seperti mangkuk sup yang sudah kosong, tetapi masih dilap dengan kain. Menyerap semua cairan yang tersisa di sana.
"Noa boleh tidur," ucap Ibu. Jika pendengaranku yang buruk ini tidak salah, suaranya terdengar sangat parau. "Jangan lupa bangun," lanjutnya kemudian.
Selanjutnya, dihantar hangatnya kecupan Ibu di dahiku, mataku tertutup dengan kesadaranku yang juga ikut menghilang.
"Cepat sembuh ya, Nak."
.
.
.[TBC]
DWC NPC Day 1: Done
[01/02/2024 - 20.24]
[601]Shell
KAMU SEDANG MEMBACA
Are We There Yet?
General Fiction"Kemarin aku melihat bebek di danau," ucapku pada Leta, salah satu teman terdekatku di desa ini. "Tidak mungkin. Danau itu, kan, katanya tidak bisa disentuh makhluk hidup." "Tapi kemarin ada. Sungguh. Dia berenang ke jauh ke seberang sana." Leta mel...