"Noa, ayo cepat!"
Nafasku terengah saat Leta menarik tanganku untuk berlari sangat kencang bersamanya. Sungguh kakiku rasanya seperti akan putus.
"Leta, kenapa kita berlari? Apa ada yang mengejar?"
Leta berhenti dengan nafasnya yang memburu. Nafas kami terdengar keras saling bersahutan di sepinya danau ini. Kurasakan sedikit berat saat Leta memegang kedua pundakku, setengah menopang badannya yang terlihat hampur ambruk.
"Ada. Mereka orang jahat yang akan memisahkan kita," jawab Leta dengan setengah tersendat karena nafasnya seperti akan habis.
"Siapa?"
"Dream Protector. Mereka berkeliling ke seluruh galaksi, memisahkan anak-anak yang ingin bermain seperti kita."
Jahat sekali Dream Protector ini.
"Kenapa? Apa kita tidaj boleh bermain?"
Leta menggeleng. "Karena katanyaa aku bukan dari sini."
"Apa? Maksudnya bagaimana?"
Belum sempat Leta menjawab, aku merasakan seseorang melesat dengan cepat di atas kami dan berhenti tepat di depat kami. Mereka semua memakai seragam yang sama yang tidak pernah kulihat sebelumnya.
Melihat itu, Leta segera menarikku agar berada di belakangnya. Ia seperti menyembunyikanku dari orang-orang yang baru datang ini. Apakah mereka yang namanya Dream Protector?
"Leta, pulangkan dia ke dunianya," ucap salah satu Dream Protector yang berdiri paling depan.
"Tidak! Kami ini teman. Kami hanya sedang mengejar bebek, kami hanya ingin bermain. Kenapa salah?"
"Tapi ini bukan dunianya. Kami tahu kamu bisa memanipulasi kesadaran manusia, tapi jangan kurung dia di sini. Kamu sendiri pun tahu jika alat di duniamu tidak bisa menahan beban kerja terus-terusan seperti ini. Jika alat itu rusak, kalian berdua hanya akan terjebak di dunia buatan ini selamanya."
Bukan duniaku? Alat? Dunia buatan? Leta memanipuladi kesadaran? Sebenarnya apa yang tidak aku tahu? Aku pusing, aku tidak paham dengan apa yang mereka bicarakan. Semua ini membuatku ingin memeluk Ibu sekarang.
"Bagus! Jika memang kami bisa bermain di sini terus, kenapa kami harus pulang?" tanya Leta setengaj berteriak. Suaranya juga terdengar ... pecah? Apa Leta menangis?
"Dia punya kehidupannya sendiri, Leta!"
"Tidak! Noa temanku dan selamanya akan begitu! Tidak ada yang boleh mengambilnya! Dia temanku! Temanku!"
Lete berteriak sambil menggelengkan kepalanya dengan keras. Tangannya yang memelukku erat, cukup untuk menyalurkan kesedihannya padaku walau aku masih tidak terlalu paham dengan apa yang sedang terjadi. Hingga tanpa sadar, aku ikut menangia bersamanya. Aku tidak suka orang-orang ini. Mereka baru saja datang tapi sudah membuat Leta menangis. Jahat!
"Leta tidak mau, kenapa kalian paksa?"
Akhirnya aku bisa ikut mengeluarkan suaraku, walaupun aku sendiri merasa perkataanku tidak terlalu jelas karena menangis.
"Karena tidak seharusnua kalian bertemu seperti ini, Noa."
Aku menoleh saat sebuah suara baru masuk ke dalam telingaku. Dua orang wanita berpakaian anggun melayang turun ke antara kami dan para Dream Protector.
"Leta, kami tahu anak cerdas sepertimu bisa membuat alat untuk berkomunikasi dengan orang di dunia lain, tapi segala sesuatu yang berlebihan tidak pernah berujung baik," ujar salah satu dari dua wanita itu.
"Jikapun kalian berdua benar terjebak di sini, bada Noa tidak akan bisa menahannya. Suatu saat Noa akan mati dan kalian malah tidak akan bisa bertemu lagi selamanya," lanjut wanita yang satu lagi.
Leta mengeratkan pelukannya padaku sambil menggelenglan kepalanya. "Aku ingin terus bersama temanku," ucap Leta.
Seorang dari wanita itu maju dan berjongkok di depan kami. Tangannya mengelus lembut rambut kami berdua.
"Kalian tetap bisa bertemu," ucapnya pada Leta. "Kami bisa memberikan kesempatannya melalui mimpi. Namun hanya melalui mimpi."
Mendengar itu, Leta sepertinya sedikit tertarik. Ia mendongak pelan dengan wajah sembabnya. "Benarkah? Kami benar-benar bisa tetap bermain bersama?"
Wanita itu mengangguk pelan. "Kami akan membuat benang takdir kalian dapat bersimpangan. Saat itulah, bermainlah sepuasnya. Nikmati waktu kalian saat kalian bertemu. Namun saat kalian terbangun, hiduplah tanpa beban dan penuh kebebasan."
Aku menatap lama wanita di depan kami. "Siapa kalian?" tanyaku pada akhirnya.
"Kami yang bertugas menjaga benang takdir manusia dari seluruh dunia yang berbeda agar tidak saling bersingungan satu dengan yang lain. Dengan begitu, kehidupan di bumi dan di di luar bumi dapat berjalan seimbang," jelasnya pada kami.
"Noa dan Leta tidak apa-apa kan kalau berpisah sebentar?"
Aku menoleh pada Leta, ingin menyamakan jawaban. Leta sendiri masih sesenggukan, sesekali mengusap air mata dari matanya. Dengan patah-patah Leta mengangguk pelan. Dengan begitu, aku pun ikut mengangguk pelan.
"Nanti saat bangun, Noa tahan sebentar ya. Mungkin akan terasa sedikit sakit. Mungkin juga Noa akan lupa dengan Leta," ucap wanita ini.
"Nanti Noa akan ingat kembali. Ini resiko dari menggunakan mesinmu terlalu lama, Leta," lanjutnya.
Leta yang sepertinya hendak protes, kini menutup mulutnya kembali. Aku yang masih meraba-raba apa sedang terjadi kini semakin bingung. Namun ingin bertanya juga sepertinya tidak ada jawaban yang akan kudapat. Jadi sekali lagi aku hanya bisa mengangguk pelan.
Leta kembali memelukku erat. Kali ini, aku membalasnya tak kalah erat. Entah kenapa perasaanku berkata bahwa kami tidak akan bertemu untuk waktu yang lama. Sedikit sedih sebenarnya.
"Janji Noa akan kembali," bisiknya lirih di telingaku.
Aku mengangguk dengan mantap sembari menjawab, "janji."
*****
"Noa!"
Ha?!
Aku tersentak bangun, dengan wajah Ibu yang penuh kekhawatiran berada dekat di depanku. Badanku lemas dan sakit. Panas sekali rasanya.
"Ibu ..."
.
.
.[TBC]
DWC NPC 2024 Day 25: Done
[25/02/2024 - 21.05]
[317]Shell
KAMU SEDANG MEMBACA
Are We There Yet?
Ficção Geral"Kemarin aku melihat bebek di danau," ucapku pada Leta, salah satu teman terdekatku di desa ini. "Tidak mungkin. Danau itu, kan, katanya tidak bisa disentuh makhluk hidup." "Tapi kemarin ada. Sungguh. Dia berenang ke jauh ke seberang sana." Leta mel...