25: Akhir Hari yang Dinanti

5 0 0
                                    

Malam ini aku bermimpi aneh. Aku ada di hutan dengan danau besar di tengahnya. Anehnya, aku tahu bahwa aku sednag bermimpi. Walaupun semuanya tampak sama, tapi tidak terasa nyata. Langit biru di atas terlihat nyata, tetapi tidak familiar.

Di depanku, seorang anak bergaun putih duduk di pinggir danau. Aku tidak tahu sudah berapa lama dia di sana, tapi ujung roknya terlihat sudah lusuh dengan tanah. Di hutan yang sepi ini, dapat kudengar suara musik. Sepertinya anak itu yang bermain musik.

"Leta?"

Anak yang sedang duduk di pinggir danau itu menoleh kaget. Saat mata kami bertemu, senyumnya yang ceria mengembang lebar. Melihat itu, aku tak tahan ikut tersenyum bersamanya. Benar ternyata, ia yang bermain musik. Tangannya membawa harmonika kayu yang indah.

"Noa! Sudah lama sekali kamu tidak datang."

Anak itu berlari menghampiriku dan langsung menerjangku dengan pelukan erat.

"Jadi kamu benar Leta?"

Dapat kurasakan badan Leta menegang untuk sedetik. "Noa tidak ingat?" tanya Leta setelah melepaskan pelukannya.

Sedikit merasa bersalah, aku menggeleng pelan.

"Tapi aku tahu Leta, kok. Kemarin kata Meredith dan Gala, Leta bukan anak jahat."

Aku tidak tahu apa yang ada di pikiran Leta saat ini. Leta hanya terdiam saat aku menyebut Meredith dan Gala.

"Noa bertemu mereka?"

Aku mengangguk.

"Aku juga bertemu mereka."

Mungkin, bisa saja aku salah, tapi rasanya aku mendengar rasa sedih di dalam suara Leta. Kenapa Leta sedih? Aku senang bertemu dengan Meredith dan Gala. Bukankah bagus? Mereka bilang kami bisa saling bertemu.

"Leta Kenapa?" tanyaku sambil menggenggam tangannya.

"Kata Meredith dan Gala, kita tidak bisa bertemu setiap hari," adunya dengan muka sedih.

"Kenapa tidak bisa? Kata mereka kita bisa bertemu di dalam mimpi. Kita kan hanya tinggal bermimpi setiap malam," hiburku berusaha seceria mungkin.

Anehnya, Leta malah menggeleng lesu dan makin menunduk. "Tapi kita tidak bisa bermain setiap saat. Saat kita bangun nanti, kita akan terpisah lagi, kan?" Keluh Leta dengan murung.

Kini gantian aku yang memeluk Leta. Dibilang seperti itu, rasanya sedih juga jika dipikir. Apakah kalau siang Leta akan sendirian di sini?

"Kalau begitu aku tidur saja terus. Supaya kita bisa bermain terus. Bagaimana?"

Aku tersentak kaget saat Leta malah mendorongku menjauh. Seharusnya kan dia senang. Kenapa mukanya malah kelihatan ketakutan?

"Tidak boleh! Noa tidak boleh tidur terus!"

"Kenapa, Leta? Kita bisa bermain terus loh."

Aku bingung dengan Leta. Dia tidak ingin berpisah, tapi tidak ingin aku bermimpi terus.

"Nanti Noa bisa mati. Kata Ibu, kalau orang tidur dan tidak bangun lagi selamanya, itu sama dengan mati. Aku tidak mau Noa mati. Kata Meredith dan Gala, kan, kalau Noa mati, kita malah tidak bisa bertemu lagi."

Benar juga. Seperti tupai yang kulihat dari jendela kamarku. Kata Ibu tupai itu mati di bawah pohon di halaman kami. Sejak saat itu aku memang tidak pernah melihatnya lagi.

"Kalau begitu, sepertinya memang harus begini ya?" tanyaku.

Dengan lesu, Leta mengangguk.

"Tidak apa-apa, Leta," hiburku. Aku tersenyum sambil menggenggam tangannya lagi. "Nanti kita ceritakan saja hari kita. Aku punya teman yang suka mengajakku ke tempat-tempat baru. Nanti akan aku ceritakan setiap kita bertemu. Bagaimana?"

"Benarkah?"

Aku mengangguk mantap.

"Lagipula saat aku bermain ke rumah nenek, aku jadi tinggal bersama sepupu-sepupuku selama sebulan. Kami bertemu setiap hari. Rasanya tidak menyenangkan karena semakin lama semakin membosankan bermain bersama mereka. Pagi bertemu mereka, makan siang dengan mereka, makan malam dengan mereka.

"Aku bukannya tidak suka, tapi aku mulai rindu dengan temanku yang lain di desa. Bahkan dengan Peter yang sering menggangguku. Lalu waktu kami bertemu setelah liburan, wah! Banyak sekali cerita seru untuk dibagi!"

"Benar begitu?" tanya Leta sekali lagi memastikan. Kali ini, dapat kulihat binar matanya mulai muncul kembali.

"Benar! Aku akan sangat senang bermain dengan Leta seharian, tapi akan menyenangkan jika aku beritahu Leta tentang tempat rahasia yang kami temukan di belakang parit. Atau pohon apel besar dengan bunga yang tidak pernah menjadi buah di atas bukit. Aku juga bisa tunjukkan banyak permainan baru yang diajarkan temanku yang lain."

Kali ini, aku lega saat Leta ikut mengangguk dengan semangat. Kami saling tersenyum lebar satu sama lain.

"Nanti Noa ajarkan aku permainan yang seru ya. Kita coba bersama!"

Lalu di sisa mimpi itu, kami bermain kejar-kejaran hingga tiba waktuku untuk bangun dan berpisah dengan Leta. Sinar matahari yang masuk lewat jendela sedikit membuatku sedih. Namun tidak apa, aku akan menemukan sesuatu yang seru untuk diceritakan pada Leta malam nanti.

Tunggu aku, Leta.

.
.
.

[TBC]

DWC NPC 2024 Day 26: Done

[26/02/2024 - 21.53]
[718]

Shell

Are We There Yet?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang