Siang-siang begini enaknya sih makan nasi padang. Di dekat kosanku, banyak sekali warung padang yang bersaing. Namun buatku, hanya satu warung nasi padang paling nikmat sejagat raya.
Warung Mpok Lila!
Iya ... iya, yang jual memang orang betawi. Eh, tapi jangan salah! Tangannya sudah sangat luwes kalau soal memasak makanan padang. Turunan dari gurunya kata Mpok Lila.
"Mpok, biasa ya. Satu aja," pintaku sambil cengegesan. Siapa tahu kan bisa dapat diskon pelanggan.
Mpok Lila hanya mengacungkan jadi jempol dan segera mengambilkan pesananku. Tak lama, sepiring nasi padang lengkap dengan berbagai lauk dan sambal hijau sudah siap kusantap. Mantap!
Jreeng~
Aku melirik sekilas ke pintu warung. Seorang remaja berkulit gelap sedang memainkan gitarnya dengan lincah. Satu bungkus snak yang dibalik sudah digantung di ujung gitar.
Warung Mpok Lila ini, memang sering jadi langganan pengamen. Mpok Lila memang tidak mempermasalahkannya. Asal tidak mengganggu kenyamanan pelanggan, tidak memaksa, ya silakan saja kalau mau mengamen. Sama-sama cari rejeki katanya.
Anak yang sudah beberapa kali kulihat di sini. Namanya Gio. Dia masih kelas 3 SMP, tapi biasanya masuk saat hari sudah sedikit sore. Mereka bergantian dengan anak sekolah lain yang menggunakan gedung yang sama. Suaranya lumayan untuk ukuran seorang pengamen.
Tiap hari kubuka mataku
Menyambut pagi tuk menyapamu
Tak sabar hatiku melihatmu
Bertemu dengamu tuk semangatkuPanas terik tak halangiku
Terbayang sudah keindahanmu
Aromamu memabukanku
Oh pujaan hati sang penyemangatkuBila nanti kubertamu
Sambut aku dengan hangat
Bila nanti aku tak datang
Tolong tunggu tuk esok hari"Widih bagus banget, Gi. Lagu baru?" tanyaku sambil memberinya selembar 2000 rupiah.
"Yoi, Bang. Baru banget malam tsfi kubikin," balasnya bangga. Sekali ia menganggul untuk berterima kasih.
"Emangnye buat siape sih? Kayaknye seneng beneeer aye denger-dengerin."
Mpok Lila tak mau kalah, ia ikut nimbrung dalam obrolan kami. Tidak gratis tentu saja. 5000 rupiah sudah masuk ke plastik uang Gio.
"Ah! Buat pacar lah, Mpok. Mau buat siapa lagi, kan?" godaku pada Gio sambil kunaik turunkan alisku.
Gio hanya tersenyum malu-malu. Aduh lucu sekali. Telinganya sudah merah sekali minta dijewer.
"Halah masih kecil, Gi. Jangan pacaran dulu. Sekolah yang pinter biar jadi orang!" tegur Mpok Lila berapi-api.
Kali ini Gio hanya terkekeh ringan. Dengan santai ia menyomot satu karupuk kulit di meja dan meletakkan dua koin 500 rupiah di depan Mpok Lila.
"Bukan buat pacar, Bang, Mpok," ucapnya sambil menggigit ujung plastik pembungkus kerupuk.
"Lah? Terus buat siapa?" tanyaku penasaran.
"Ehe ... Buat nasi pada Mpok Lila lah," balasnya cengegesan. "Satu piring, Mpok. Gratis ya. Kasian nih anak yatim. Katanya biar jadi orang. Butuh tenaga, Mpok," pintanya sambil duduk di salah satu kursi. Bilangnya kasihan, nyatanya kelakuan malah sengak. Dasar Gio.
"Ish! Saban hariiii lu ke sini minta makan gratis. Rugi warung gue jadi badan amal buat lu mulu!"
Meski sambil ngedumel, tetap saja Mpok Lila mengambilkan makanan untuk Gio. Maklum, Gio itu anaknya lucu dan terkenal pekerja keras. Disayang satu kampung lah pokoknya.
Gio hanya cengengas-cengenges saja sambil menghitung uang mengamrn hari ini. Setelah ini dia pasti akan pulang untuk bersiap sekolah.
Makan yang kenyang ya, Gi. Biar bisa belajar yang rajin terus jadi orang.
.
.
.[TAMAT]
DWC NPC 2024 Day 29: Done
Tambalan hari ke-22 sekaligus hari terakhir DWC
Tbh, ini favoritku dari semua chapter DWC 🥲👍🏻[29/02/2024 - 18.50]
[511]Shell
KAMU SEDANG MEMBACA
Are We There Yet?
General Fiction"Kemarin aku melihat bebek di danau," ucapku pada Leta, salah satu teman terdekatku di desa ini. "Tidak mungkin. Danau itu, kan, katanya tidak bisa disentuh makhluk hidup." "Tapi kemarin ada. Sungguh. Dia berenang ke jauh ke seberang sana." Leta mel...