P R O L O G

365 90 238
                                    

Dari sekian banyaknya manusia kenapa harus Anin yang menjadi adik dari kedua kakak kembarnya yang sangat menyebalkan. Menjadi anak bungsu perempuan dan memiliki dua orang kakak begitu sangat membosankan. Bukannya Anin tidak bersyukur, hanya saja dirinya pusing dengan sikap si kembar kepadanya.

Shindu dan Izaz, anak kembar yang begitu jahil kepada adik perempuannya. Terkadang Anin bertanya-tanya tentang nama sang kakak kepada ibu mau pun ayah. Dari segi nama, memang tidak terlihat seperti anak kembar lainnya. Tetapi jika dilihat dari segi wajah, mereka benar-benar sangat mirip hanya membedakan Izaz yang memiliki lesung pipi disebelah kanan.

Keluarga Baskara terdiri dari Ayah, Ibu, Shindu, Izaz, dan Anin. Hanya Anin yang selalu menjadikannya target utama dalam misi menjahili oleh si kembar.

Seperti saat ini, Anin tengah menangis sesenggukan karena telah dikerjai oleh si kembar. Entah ide dari siapa saat Anin memasuki kamarnya mendapati banyak mainan karet berbentuk tikus. Tidak hanya itu Anin bahkan dikejutkan oleh dua sosok yang mengagetkannya menggunakan kostum tikus.

Anin adalah salah satu orang yang sangat benci dengan tikus. Karena saat kecil dulu, Anin pernah mengalami suatu kejadian sampai-sampai dirinya sangat membenci hewan tersebut.

Itu masih berlaku hingga detik ini. Di kamar, terdapat dua orang yang panik saat Anin menangis karena perbuatan mereka.

"Udah lah, cuma mainan tikus karet doang," ucap Izaz dengan tenang. Walau begitu, hatinya sudah panik minta ampun terlebih lagi setelah Anin menelpon ibunya untuk segera pulang ke rumah.

"Nah, bener itu. Cuma mainan tikus kok, jangan apa-apa ngadu ke Ibu. Namanya itu gak adil," ucap Shindu menimpali.

"Gak adil, matamu. Udah tau adeknya takut sama tikus tapi dikerjain kaya tadi," jawab Anin dengan suara serak diiringi oleh air mata yang masih mengalir.

Bunyi klakson mobil memecahkan keheningan diantara mereka. Anin mengulas senyum kemenangan, sedangkan si kembar sudah menampilkan raut wajah panik.

Suara hak tinggi terpaut oleh lantai rumahnya menggema menandakan sang ibu tengah berlari menghampiri kamar Anin yang diapit oleh kamar si kembar.

"Anin! Kamu kenapa? Kok nangis?" tanya Ibu dengan menampilkan raut panik, sedetik kemudian Ibu memberikan tasnya kepada putra pertama—Shindu lalu memeluk tubuh Anin dengan erat.

Sedari tadi ia terus-terusan dilanda oleh kepanikan saat anak bungsunya menelpon sambil menangis.

Usai menenangkan anak bungsunya kini mata sang ibu beralih menatap tajam kedua anak kembarnya secara bergantian. Shindu mau pun Izaz berdiri dengan menundukkan wajahnya. Sesekali Izaz menarik tangan Shindu untuk memikirkan cara agar tidak terkena omelan sang ibu.

"Kalian jahili apa lagi ke adikmu itu? Ibu heran sama kalian, hobi banget bikin adiknya nangis," kata Ibu. Tidak lama ibu menyadari disebelah kakinya terdapat mainan tikus dan kedua anak laki-lakinya mengenakan kostum tikus. Melihat hewan kecil yang menjijikan itu teringat bahwa Anin sangat membenci tikus.

"Oh ... jadi kalian ngerjain Anin pakai tikus?" Ibu menghela nafas dengan kelakuan anak laki-lakinya yang sering kali membuatnya geleng-geleng kepala.

"Kalian tau, kan, kalau adikmu itu paling benci sama hewan yang namanya tikus. Kenapa malah dikerjain pakai mainan tikus dan kostum tikus? Kalau terjadi apa-apa sama Anin gimana, Kak? Kayaknya kalian berdua pengin Ibu anterin ke rumah kakek? Iya?"

Barulah ucapan Ibu dibalas oleh gelengan oleh Shindu dan Izaz. Hal itu membuat kepala ibu pusing dengan kelakuan si kembar yang terus-terusan mengerjai Anin.

Ibu menghela napasnya lagi mencoba untuk sabar menghadapi putra kembarnya itu. "Ibu mau masak untuk makan malam dulu, kalian beresin semua ini, paham?"

"Paham, Bu," jawab Shindu dan Izaz kompak.

Sebelum meninggalkan kamar, Ibu menyempatkan untuk mencium pipi putrinya yang kini sudah tidak menangis lagi. Setelah itu barulah ibu mengambil tas yang berada pada tangan Shindu dan pergi meninggalkan kamar Anin.

Anin tertawa melihat raut wajah si kembar yang tadi menunduk ketakutan karena omelan Ibu. Apa lagi saat ibu mengancam membawa kedua kakak kembarnya akan dibawa ke tempat kakek dan nenek.

Bagi si kembar Shindu dan Izaz. Rumah kakek dan neneknya yang ada di desa itu sangat tidak tenang. Walaupun udara yang asri dan sejuk namun setiap detik akan ada suara berisik binatang peliharaan kakek antara lain adalah burung, sapi, kambing dan juga ayam.

Setiap mereka berlibur di rumah kakek dan nenek, si kembar pasti akan menghabiskan hari-harinya dengan pergi menuju warnet yang letaknya berada di kampung sebelah.

"Nggak usah ketawa lo, awas aja nanti," ancam Izaz memunguti mainan tikus dibantu oleh Shindu.

"Backingan gue itu Ibu sama Ayah. Sampai kapan pun kalian mau jahilin gue, gue tetap menang," ledek Anin dengan menjulurkan lidahnya.

"Diem lo, bocil. Anak kemarin sore aja banyak tingkah." Itu adalah ucapan terakhir dari Izaz sebelum keluar dari kamarnya.

"Gue udah lima belas tahun, jadi bukan bocil lagi!"

***

Author Note :
Aku publis ulang cerita ini di akun yang kedua, karena akun pertamaku udah gak bisa buat login. Sebenernya cerita ini mau aku anggurin aja kaya cerita yang lain, karena emang udah gak ada semangat gara-gara akun pertama gak bisa buat login. Tapi berhubung aku udah terlanjur jatuh cinta sama karakter yang aku buat, jadi aku memutuskan untuk melanjutkannya. Semoga aja bisa sampai tamat yaa. Fyi, cerita ini bakal aku rubah sedikit, tapi gak dirubah semuanya kok. Tenang aja yaa😻😻😻

Terima kasih sudah membaca😻

Unspoken Traces (COMPLETED) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang