25 - Bingung Satu Bingung Semua

21 2 0
                                    

"Wah, cepet banget kumpulnya," ujar Baskara yang baru saja bergabung di meja makan bersama kedua anaknya, Izaz dan Anin.

"Loh? Ayah kok masih pakai baju rumahan? Emang gak ke kantor, Yah?" tanya Anin dengan penuh penasaran.

Pagi ini Baskara memang masih menggunakan kaus hitam dan sarung yang melekat pada tubuh pria paruh baya tersebut. Tampaknya wajah Baskara terlihat sangat berseri-seri dengan sesekali menggoda kedua anaknya.

Izaz melihat Ayahnya mendadak bingung dengan kelakuan itu. "Ayah, gila, ya?"

"Enak saja kamu." Baskara lantas melirik Izaz dengan lirikan tajam seolah-olah merasa marah dengan apa yang dikatakan oleh dia barusan.

"Pertanyaan Anin belum dijawab, Yah!" rengek Anin memajukan bibirnya beberapa senti. "Ini juga, ibu kok gak ikutan turun?"

"Suka-suka Ayah dong, sayang. Kan perusahaan juga punya Ayah, jadi bebas mau berangkat apa enggak," jawab Baskara sedikit memamerkan kepada anak-anaknya dengan meledek menggunakan mengangkat alis.

"Kalau istri Ayah masih tidur, capek katanya mau istirahat aja."

Suasana menjadi hening ketika Baskara menyuruh menyantap makanan sebelum menjadi dingin, hanya terdengar suara dentingan sendok dan garpu. Tiba-tiba saja Baskara menyadari kursi kosong yang biasa ditempati oleh Shindu.

"Ini kakak kalian ke mana? Kok gak ada di tempat? Biasanya udah stay kalau jam segini?" Sembari memasukan suapan ke dalam mulutnya Baskara menyimak untuk mendengarkan jawaban yang keluar dari mulut Izaz atau Anin.

"Gak tahu, Yah. Katanya Kak Izaz, Mas Shindu gak ada di kamarnya," jawab Anin.

"Loh? Udah berangkat duluan?"

"Tadi aku nanya ke bibi, kalau Shindu udah berangkat duluan. Mau temuin temennya yang motornya mogok." Baskara dan Anin mengangguk paham dengan penjelasan dari Izaz.

Setelah selesai sarapan, Anin dan Izaz berdiri dari meja makan. Anin dengan cermat menata piring dan gelas mereka agar  asisten rumah tangganya bisa membereskan dengan mudah, Izaz mengangkat tas sekolahnya yang tergantung di pundak dengan semangat. Mereka berdua menghampiri Baskara yang masih duduk tenang di sana.

Anin menundukkan kepala sedikit, memberi isyarat pamit dengan senyuman lembut, Izaz pun juga melakukan hal yang sama.

"Kami pamit dulu, Yah. Assalamu'alaikum," ucap Izaz.

"Waalaikumsalam. Hati-hati kalau naik motor jangan ngebut." Baskara menjawab dengan senyum hangat dan menepuk ringan pundak mereka sebagai dorongan.

Tanpa banyak kata, Anin dan Izaz melangkah keluar ruang makan, menuju sekolah mereka dengan semangat.

***

Suasana di kantin terasa hidup dan penuh dengan kegiatan setelah bel istirahat berbunyi. Tersebar di sepanjang ruangan adalah meja-meja bundar atau persegi panjang yang dikelilingi oleh kursi-kursi. Di meja-meja itu, terlihat siswa-siswi atau karyawan sedang sibuk mengobrol atau makan siang

Ada suara riuh rendah yang terdengar di seluruh ruangan, diiringi oleh tawa dan percakapan antar teman-teman yang menikmati makanan mereka. Aroma beragam makanan mengizinkan udara, dari aroma kopi yang harum hingga aroma makanan hangat yang menggoda.

Di sudut-sudut kantin, terdapat mesin penjual otomatis dengan berbagai minuman dan makanan ringan yang tersedia bagi siapa pun yang memerlukannya. Iya, mesin penjual otomatis. Kantin ini adalah kantin yang dekat dengan kantor guru jadi tidak salah jika terdapat mesin otomatis tersebut berbeda terbalik dengan kantin satunya.

Walaupun suasana ruangan ini sangat riuh tetapi di sudut kantin terdapat dua orang yang diselimuti oleh keheningan yang ada. Bahkan makanan yang tersedia di atas meja hanya menjadi hiasan, tidak tersentuh sama sekali kecuali makanan milik Izaz.

HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang