27 - Gema di Balik Bisik

3 0 0
                                    

Suasana hati ketiga anak dari Baskara dan Yunita pagi ini terasa lebih ringan. Shindu, Izaz, dan Anin mencoba melupakan sejenak percakapan serius semalam dan menikmati sarapan istimewa yang penuh warna. Hidangan favorit mereka terhidang di atas meja, dan untuk sesaat, beban di hati mereka terasa lebih ringan.

Ketika sarapan selesai, Bhaskara meletakkan gelas terakhirnya di meja makan dan berkata, "Ayo, Ayah anterin kalian ke sekolah hari ini."

Mendengar itu, Anin dengan cepat merespons. "Kita bisa naik motor aja, Yah. Nanti aku bisa bonceng Mas Shindu."

"Betul, Ibu juga istirahat aja di rumah," timpal Izaz.

Yunita tersenyum lembut, menatap mereka penuh kasih sayang. "Gak apa-apa. Ibu merasa lebih baik hari ini, dan kapan lagi Ibu bisa anterin kalian bertiga? Ibu cuma mau menikmati waktu bareng kalian di mobil."

Setelah melihat senyum tulus ibunya, ketiganya tak tega untuk menolak lagi. Mereka pun akhirnya setuju. Dalam perjalanan menuju sekolah, suasana di dalam mobil terasa hangat. Obrolan ringan memenuhi ruang, dengan Izaz yang sesekali bercanda, membuat Anin tertawa dan Shindu tersenyum. Yunita duduk di samping Baskara, merasa tenang melihat anak-anaknya tertawa.

Perjalanan menuju sekolah terasa begitu singkat. Sebelum mereka sadar, mobil sudah berhenti di depan gerbang sekolah, dan mereka harus berpamitan kepada Baskara dan Yunita.

"Pulangnya nanti jam berapa, Dek?" tanya Baskara kepada Anin—anak bungsunya yang sudah berada di luar mobil bersama kedua kakaknya.

Anin tampan berpikir sejenak, lalu menoleh kepada Shindu yang berdiri di sampingnya. "Jam berapa, Mas?"

Shindu yang masih merapihkan tas di bahunya, menjawab dengan tenang. "Nanti Shindu kabarin aja, Yah."

Baskara dan Yunita tersenyum mendengar jawaban itu. "Semangat belajarnya sayangnya Ibu," ucap Yunita sambil melambaikan tangan kepada ketiga anaknya.

Setelah mobil orang tua mereka beranjak dan menghilang dari pandangan,  Anin melangkah lebih dahulu meninggalkan kedua kakaknya dengan semangat untuk memulai harinya di sekolah. Sementara si kembar berjalan beriringan karena mereka berada di satu kelas yang sama.

"Anin!" panggil Nana dengan antusias begitu melihat Anin tiba. Dengan cepat, dia menarik tangan Anin dan duduk bersamanya di kursi.

"Eh, tau nggak sih? Barusan ada yang lihat lo turun dari mobil yang sama bareng Shindu dan Izaz. Kok bisa bareng?" Nana langsung bertanya dengan penuh rasa ingin tahu. "Sekarang base sekolah rame ngomongin lo! Katanya juga kalian bertiga sempet dadah-dadah sama orang yang ada di dalam mobil."

"Ini beneran, An?"

Anin hanya menghela napas panjang, meletakkan tasnya di meja kemudian menduduki kursinya. "Hah ... Orang-orang kenapa dah? Cuma gitu dong rame di base sekolah?"

Anin menoleh dengan wajah datar. "Nana," panggilnya pelan, membuat Nana semakin penasaran, siap mendengarkan klarifikasi dari Anin dengan senyum lebar yang penuh antisipasi.

Namun, bukannya menjawab soal Shindu dan Izaz, Anin malah bertanya, "Nanti ada ulangan Biologi, udah belajar belum?" tanyanya sambil tersenyum tipis, lalu membuka tasnya dan mengeluarkan buku pelajaran Biologi.

Nana terdiam sejenak, kebingungan dengan perubahan topik yang mendadak. Senyuman penuh antusias kali ini diganti dengan wajah datar, sembari menatap Anin dengan sengit. "Eh, serius gue diginiin? Gue udah siap-siap denger cerita seru mah nanya ulangan Biologi," keluhnya sambil menepuk lengan Anin.

Anin hanya terkekeh pelan. "Ya kan lebih penting belajar Biologi daripada bahas hal yang nggak jelas," katanya dengan nada tenang, meskipun jelas dia mencoba menghindari topik gosip sekolah.

HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang