23 - Berujung Marah

21 2 0
                                    

Di hari Senin ini, Shindu sudah terkena sial. Ponsel miliknya yang baru beberapa bulan lalu ia beli kini jatuh ditangan gurunya. Ini juga salahnya karena bermain game saat dalam waktu pembelajaran, jadi mau tidak mau ia harus merelakan ponselnya disita dan jika ingin mengambil harus orang tuanya.

Sebenarnya ini adalah pertama kalinya. Bahkan teman sekelasnya itu heran karena tidak seperti biasa jika Shindu bermain ponsel saat pelajaran berlangsung. Bukan tanpa alasan, Shindu hanya bosan saja dengan guru yang berusia setengah abad itu terus mengoceh menceritakan tentang pengalaman sekolahnya yang katanya harus menyebrangi sungai serta gunung.

Tidak masuk akal tapi itu kenyataan. Bahkan tidak hanya satu orang yang mengeluh tentang hal itu dan ada perasaan senang juga bagi mereka karena dengan bercerita seperti ini artinya pelajaran akan tertunda.

"Kecut banget muka lo, ada apa?" tanya Izaz yang duduk di belakang kembarannya itu.

Tempat duduk si kembar memang berbeda tidak satu meja lantaran Izaz kadang bosan karena kembarannya itu sangat serius memperhatikan guru. Tapi tidak jarang juga mereka akan duduk bersama, jadi tempat duduk mereka itu random kadang bersama teman kadang sebangku.

"Iya nih, kecut banget," timpal teman duduk satu bangku Izaz—Zudin.

Izaz merasa ada yang tidak beres dengan kembarannya itu yang sedari tadi melamun—setelah ponsel milik Shindu berhasil diamankan guru. Syukurlah bel istirahat sudah berbunyi mereka semua menghela napas lega setelah mendengar dongeng tersebut.

"Muka lo kecut banget kaya lagi mikir hutang negara," ucap Izaz.

"Ikut ke kantin gak, Zaz?" tanya Zudin yang sudah bersiap-siap untuk pergi ke kantin bersama teman-temannya yang lain.

Tentu, Izaz menolak karena ingin tahu lebih dulu alasan kembarannya diam. "Duluan aja nanti gue nyusul sama Shindu."

Zudin mengangguk setelah mendapatkan jawaban dari temannya itu kemudian memberi kode kepada temannya yang lain untuk pergi dulu ke kantin.

Di kelas tidak terlalu ramai karena sebagian orang pergi ke kantin selebihnya adalah orang malas untuk keluar kelas. Jadi suasana kelas tidak terlalu sepi dan juga berisik. Izaz menduduki kursi kosong yang disebelah Shindu dengan pertanyaan yang masih diulang-ulang.

"Lepasin." Izaz tersentak saat kembarannya itu menutup mulutnya dengan tangannya secara tiba-tiba saat sedang berbicara. "Sumpah ya! Lo kok nyebelin banget! Persis sama cewek yang lagi PMS, sebelas dua belas tahu gak!"

Laki-laki berusia 17 tahun itu akhirnya menyerah untuk tidak menanyakan sesuatu lagi kepada Shindu, bukan karena lelah tapi karena merasa kesal. Akhirnya Izaz membuka layar ponselnya bersiap untuk login bermain game.

Shindu mengangkat satu alisnya heran. Perkataan kembarannya barusan sepertinya cocok untuk Izaz karena jika Izaz sudah kesal pasti akan sensitif seperti perempuan.

"Zaz," panggilnya sedangkan sang empu membalas dengan deheman kecil tanpa mau mengalihkan pandangannya ke arah lain selain ponsel. Dia sedang merajuk kepada Shindu, jangan lupakan itu.

"Bolos yuk."

Bagaikan petir yang menyambar pada langit cerah ucapan Shindu membuatnya bingung kemudian melirik ke arah kembarannya. Bahkan dirinya lupa jika sedang bermain game. Ini adalah kejadian yang sangat langka dan mungkin tidak akan terulang kembali.

Bagaimana tidak kaget? Shindu mengatakan dua kalimat itu bahkan kalimat itu tidak pernah keluar dari mulutnya. Dan sekarang? Izaz benar-benar terkejut. Terdapat rasa khawatir jika otak cerdas Shindu sedang tidak baik-baik saja karena jika otak kembarannya itu eror banyak sekali kemungkinan-kemungkinan. Salah satunya dia tidak bisa menyontek lagi.

HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang