19 - Rumah Sakit

54 11 3
                                    

Bangunan menjulang tinggi di tengah-tengah kota terlihat lumayan ramai. Ini adalah tempat yang tidak diinginkan semua dari bau obat-obatan yang begitu menyengat indra penciuman.

Dan sialnya, Izaz menampakkan kaki pada gedung rumah sakit ini. Bangunan yang paling dibenci karena bangunan ini suka sekali membuatnya khawatir.

Perasaan sejak di rumah memang sudah tidak enak, tetapi ia harus berfikir jernih agar tidak terjadi apa-apa. Namun, itu adalah sia-sia. Apa yang dipikirkannya tadi sudah terjadi menimpa Alice dan Yunita.

Entah apa yang terjadi sehingga kedua wanita itu berakhir masuk rumah sakit dengan kondisi yang tidak bisa dikatakan baik-baik saja.

"Ibu, gak apa-apa, kan?" gumam Anin dengan cairan bening membasahi pipi. Banyak sekali pikiran-pikiran negatif yang terlintas di otaknya membayangkan jika hal itu terjadi.

Membayangkan saja Anin tidak bisa.

Si kembar sejak tadi memenangkan adiknya dengan cara apapun agar tidak terus menangis. Perasaan mereka semua sama, khawatir, takut.

"Gak apa-apa, kita doakan yang baik Ibu sama tante Alice." Shindu mengusap pucuk kepala adiknya agar lebih tenang.

Mereka berempat duduk di ruang tunggu sembari menunggu Alice dan Yunita ditangani oleh staf medis. Meskipun terlihat cemas, mereka saling memberikan dukungan satu sama lain terlebih lagi kepada Anin. Gadis itu terlihat sangat sedih sekaligus khawatir, air matanya masih mengalir walaupun tidak sederas sebelumnya.

Di ruang tunggu yang sunyi itu, ketegangan terasa tegang tetapi juga dipenuhi harapan serta doa untuk keselamatan bagi mereka.

Dokter keluar dari ruangan dengan sikap tenang, tetapi ekspresi serius di wajahnya. Dia menemui keluarga pasien yang sedang menunggu dengan penuh kekhawatiran.

"Dokter," ucap Anin dengan suara gemetar. "Bagaimana kondisi Ibu dan Tante Alice?"

Dokter menjelaskan dengan penuh kehati-hatian kepada pria yang sepertinya adalah kepala keluarga tentang kondisi Alice dan Yunita setelah kecelakaan itu terjadi.

"Ibu Alice mengalami luka ringan tetapi kondisinya sekarang masih kritis," kata Dokter dengan suara tenang.

Baskara mengangguk kemudian menghembuskan napasnya lantaran kondisi adiknya yang masih kritis. Namun, dia juga merasa cemas kenapa kondisi ibu dari anak-anaknya.

"Terus ibu saya gimana, Dok?" tanya Anin.

"Sementara itu, Ibu Yunita mengalami cedera yang lebih serius," lanjut Dokter dengan serius. "Ibu Yunita akan di bawah ke unit perawatan intensif dan membutuhkan perawatan medis yang intensif. Tetapi kami bisa membantunya pulih."

Baskara menghela napas, merasa terpukul mendengar kabar dari istrinya. Sedangkan anak bungsu terlihat lebih terpukul karena kondisi sang ibu.

"Terima kasih, Dokter," ucap Baskara sebelum pria mengenakan jas kebanggan itu kembali.

Baskara menghampiri ketiga anaknya yang sama-sama sedih akan kondisi wanita yang berperan penting dalam hidupnya. Untuk mengatakan beberapa kata pun, Baskara tidak bisa maka dari itu, ia lebih memilih untuk memeluk anak-anaknya itu. Menyalurkan energi, kehangatan, serta ketenangan.

Setelah beberapa jam lamanya, akhirnya Alice dan Yunita dibawa ke ruang rawat masing-masing. Baskara kemudian langsung menelpon adik iparnya—suami Alice memberitahu bahwa Alice dan Yunita baru saja mengalami kecelakaan.

Di ruang rawat Yunita, Anin duduk di samping brankar yang di sana terdapat Yunita. Wanita itu masih memejamkan mata serta beberapa selang menempel pada tubuhnya.

HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang