Realisasi Wacana

628 88 14
                                    

"Beneran ngga bisa ikut lo? Batalin aja ya kalau gitu? Engga enak kalau cuma berdua"

Oniel menghela nafasnya disana, memberhentikan aktivitasnya yang sedang mengemasi barang-barangnya pada tas yang akan ia bawa pulang ini," Zee, lo engga berdua doang, ada Michie. Santai aja lah"

Zee hampiri Oniel disana, memperhatikan temannya itu yang akan pulang," Ya tetep aja engga enak, niel. Batalin aja ya? Nunggu lo kosong lagi"

" Engga kasian sama tuh anak kecil? Di telepon tadi aja udah kayak seneng banget, apa ngga tantrum tuh kalau tiba tiba lo batalin? Kasian emaknya nenanginnya nanti" jelas Oniel disana

Arkenzee menghela nafasnya lirih, menatap Oniel penuh harap disana, berharap solusi terbaik untuknya. Oniel lihat wajah temannya itu lamat lamat," Lo engga takut bakal suka sama Ashel kan, Zee?"

Arkenzee pukul perut temannya itu disana dengan sedikit keras.

" Bangsat Arkenzee!"

Yang diteriaki hanya merekahkan senyumnya, meninggalkan Oniel disana dengan perut yang sedikit kesakitan. Kata sahabatnya itu benar, benar jika ia membatalkan janjinya hari ini, anak kecil yang menelpon ia tadi akan merengek-rengek, membuat repot Ashel sendirian disana.

Kendaraannya ia bawa melaju pada jalanan sore ibukota, sedikit macet kali ini, ralat sangat macet. Orang orang yang berlalu lalang dengan kecepatan rendah mampu ia lihat disana, pemandangan yang lumrah yang sering ia lihat pada jam pulang kantor seperti ini. Telepon genggamnya yang menyala sejak tadi memberitahu kapan ia harus berbelok, kapan ia harus terus berjalan, dan kapan ia harus berhenti. Disini, disini ia berhenti, di kedai kopi yang cukup familiar untuknya, kata teman temannya kedai ini memiliki peminat banyak. Ia percaya, beberapakali ia juga melihat kedai kopi ini di telepon genggamnya, beberapakali juga sang kekasih mengajaknya kesini, namun ia menolak, ramainya kedai ini membuat ia sedikit tak nyaman.

Ia mulai masukkan dirinya disana, lambaian tangan perempuan yang pernah ia tolong itu memusatkan atensinya. Ia hampiri perempuan itu, perempuan yang sedang berdiri diatas satu anak tangga di dalam kedai ini.

" Keatas aja gapapa, mas? Dibawah rame banget soalnya"

Tentu Zee mengangguk, mengikuti perempuan itu dari belakang. Hingga ia sampai disini, di lantai paling atas kedai kopi ini, jika ia mampu melihat di lantai satu dan dua terlihat banyak sekali manusia lalu lalang, tapi disini ia tak melihat siapapun disana. Hanya ada bilik yang lumayan luas dan Zee bisa menafsirkan jika itu adalah bilik kantor dari kedai kopi ini. Alisnya nampak ia satukan disana, bagaimana bisa perempuan yang sedang bersamanya ini bisa sampai di tempat ini, di tempat yang mungkin bisa dikatakan vvip untuk kedai kopi yang baru ia injak tadi.

" Kak Oniel nanti nyusul, mas?"

Arkenzee menguapkan seribu pertanyaannya tadi, ia tolehkan dirinya pada sosok Ashel yang duduk di kursi sana," Oh iya aku lupa bilang ke kamu, Oniel ngga jadi ikut katanya, ada acara dadakan"

Zee ikut dudukan dirinya pada kursi didepan perempuan itu," Michie mana, shel? Ngga jadi ikut?"

" Ikut, masih tidur tadi dia di dalem"

Arkenzee menatap Ashel lamat lamat," Ehm, shel. Kedai kopi ini milik kamu?"

Ashel terkekeh dengan menganggukkan kepalanya lirih," Masih kecil kecilan sih, mas. Jadi cobain nih makanan yang recommended disini, tapi harus review jujur ya, ngga boleh boong" jelas Ashel disana

" Mana ada masih kecil kecilan, rame nya aja masyaallah" ucap Zee dengan mulai memakan satu pcs onion ring milik kedai kopi Ashel itu

Mata Arkenzee berbinar disana, rasa dari onion ring yang bisa membawa ia pada sosok ibu disana, mengapa rasanya persis sekali dengan buatan sang ibu di rumah?

DI ANTARA KEBIMBANGANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang