" Terus mau gimana?"
Perempuan itu hanya mampu menangis, menangkupkan wajahnya pada kedua lutut perempuan itu. Isakan terdengar jelas disana, sepasang kekasih ini kalut dalam keadaan.
Laki laki disampingnya ini mulai merengkuhnya pelan disana," Maaf, engga bermaksud gitu. Aku cuma mikirin kita kedepannya, aku sama kamu masih punya mimpi, kamu masih mau ngejar mimpi kamu kan, shel?"
Ashel tegakkan kepalanya disana, menatap seorang laki laki yang sangat ia sesali pertemuannya," Jahat kamu kak, jahat banget"
" Aku engga jahat, aku mikirin kamu shel, aku mikirin kita"
Omong kosong. Itu yang ada dalam benak perempuan tujuh belas tahun ini.
Kacaunya pikiran membuat perempuan dengan nama depan Adzana itu memandang kosong kedepan, rumitnya hal yang baru ia ketahui dua hari lalu membuat kepalanya akan pecah dirasa, beratnya pikir membuat ia ingin mengakhiri hidup saja saat ini. Ashel, perempuan itu dihadapkan permasalahan sulit karena ia sendiri, karena ulahnya sendiri, karena ketidakhati-hatiannya sendiri. Kini ia sesali, ia sesali semua buaian sang kekasih pada malam itu, ia sesali ajakan sang kekasih malam itu, ia sesali peringatan dari sang ibu yang tak ia indahkan, ia sesali tarikan kasar sang adik yang mencegah waktu itu yang tak ia gubris disana, ia menyesali semua tindakannya malam itu.
" Bayi ini engga salah apa apa, kak. Tega mau bunuh anak kamu sendiri?"
" Aku masih punya cita cita, Adzana."
Isakan masih terdengar jelas disana, mungkin lebih kencang dari isakannya tadi.
Gelapnya malam kali ini tak seindah malam malamnya kemarin, semilirnya angin tak setenang semilir angin yang ia temui kemarin. Dadanya sesak, pikirnya sesat, hatinya terdesak disana. Tak ada hasil yang ia inginkan malam ini, tak ada angan angan yang ia pikirkan terlaksana disini. Ia hanya ingin laki laki disampingnya ini meminta ia untuk pulang, pulang dengan laki laki itu untuk memberikan kabar mengerikan ini bersama, bukan ia saja.
Helaan nafasnya terdengar lelah disana, ia lelah seharian ini menangisi nasibnya, menangisi keadaan karena ulahnya," Aku pikir kamu bakal ngajak aku buat pulang, ketemu papa dan ngomongin ini berdua. Berdua, engga cuma aku aja. Tapi kayaknya itu cuma ekspetasi aku aja, kamu engga mau ngajak aku pulang dan ngomong ke papa"
Diam seribu bahasa, itu yang kekasihnya ini lakukan disana. Pertanggungjawaban yang ia inginkan sepertinya hanya angan angannya saja, laki laki bejat disampingnya ini tak mengindahkan angan-angan nya. Laki laki dua tahun diatasnya ini hanya diam sejuta bahasa, laki laki dua tahun diatasnya ini hanya menatap nanar ke depan, laki laki dua tahun diatasnya ini tak mau memandangnya lama seperti biasa.
" Kamu mau aku tanggungjawab?"
Hanya anggukan yang Ashel berikan disana
Laki laki disampingnya ini berdiri dari duduknya, berdiri untuk menghadap pada ia disana.
Cengkraman tangan kekar kekasihnya itu terasa nyeri di kedua pipinya," Kita ngelakuinnya sama sama mau, jadi engga ada kewajiban buat gue tanggungjawab ke lo. Cita cita gue masih panjang, yakali gue mau tanggungjawab ke lo, citra gue habis entar"
Cengkraman itu dilepas oleh sang puan dengan kasar seiring ia berjalan meninggalkan perempuan yang sedang berbadan dua ini sendiri di taman gelap itu.
" Urus sendiri anak itu kalau lo engga tega buat gugurin, gue engga mau tanggungjawab ke lo sampai kapanpun. Dan inget, hubungan kita dari dulu itu semu, ngga ada yang tau, percuma lo koar koar ke siapapun engga ada yang bakal percaya sama omongan lo itu"
KAMU SEDANG MEMBACA
DI ANTARA KEBIMBANGAN
Teen Fiction" Should we fight, or let it go? Or watch this love fade and flow, Ngel?"