Rony membuka pintu apartemennya. Aroma pengharum ruangan menyeruak. Rony memandang sejenak ruangan tempatnya berdiri. Sudah bersih dan rapi, tidak seperti saat ia tinggalkan kemarin.
Beberapa tahun terakhir, memang ada orang suruhan maminya yang membersihkan apartemen itu secara rutin. Jadi Rony tidak perlu memusingkan perkara beberes yang memang bukan keahliannya.
"Kemana kamu Sal?" Lirihnya sambil merebahkan diri. Sepreinya baru. Menyeruakkan aroma harum yang membuat Rony merasa tenang sesaat.
Rony teringat buku yang diberikan papinya dua hari lalu. Buru-buru ia bangkit dan mencari keberadaan buku itu. Saat itu dia belum sempat membaca isinya karena langsung tertidur kelelahan.
Lembaran buku itu terbuka. Rony menelisik tulisan yang tertera disana. Familiar. Dia yakin itu tulisan Salma. Rony pernah membaca buku harian wanitanya itu. Ini pasti milik Salma.
Sebenarnya aku selalu ada di sekitarmu, tidak pernah jauh...
Rony membolak-balik lembaran buku itu, tidak ada lagi tulisan lain. Kosong. Hanya sepotong kalimat di lembaran awal tadi. Keningnya mengernyit heran. Buat apa papinya menyerahkan buku kosong ini? Clue apa lagi ini?
Hampir saja Rony melempar buku itu kalau saja tidak melihat ujung benda yang terselip dilembaran belakangnya. Rony menariknya. Sebuah foto wanita menggunakan hijab. Salmanya memang tidak berhijab dulunya, tapi wajah difoto ini mirip sekali dengan Salma. Apakah sekarang dia berubah penampilan?
Rony mengambil handphonenya, lalu menelpon sahabatnya, Paul.
***"Selamat siang Lea sayang", sapa Rony pada gadis kecil dihadapannya. Lea tersenyum menyambutnya.
"Papii Onyyyy, Lea kangen", ujarnya sambil memeluk Rony.
Rony berjongkok balas memeluk anak sahabatnya yang selama ini sudah seperti putrinya sendiri. Tak lupa juga Rony merangkul Ron yang sedang bersamanya saat ini sehingga dua anak itu sekarang berada dalam pelukannya.
"Lea, kenalin ini Ron. Anak papi Ony", kata Rony mengenalkan putranya.
"Ron, ayo salaman dengan Lea"
Kedua bocah kecil itu saling bertatapan.
"Sejak kapan papi Ony jadi papi kamu? Bukannya kamu gak punya papi ya?" Tanya Lea pelan.
"Lea, kok ngomongnya gitu sayang? Gak boleh ya, ayo minta maaf", tegur Paul yang sedari tadi menyaksikan interaksi ketiganya.
Ron tertunduk. Rony yang menyadari perubahan putranya dengan sigap mengelus bahu Ron. Keduanya bertatapan. Rony tersenyum pada putranya.
"Ron, ini om Paul. Sahabat papi dan mami kamu. Maafin Lea ya?" Kata Paul sambil memeluk Ron. Sementara Lea hanya terdiam melihat Daddy nya. Gadis itu sedikit cemberut.
"Namaku Ron, Om", kata Ron pada Paul.
"Ayo kita masuk", ajak Paul menggandeng Ron dan Lea ke ruang keluarga. Sedangkan Rony mengekor dibelakang ketiganya.
"Papi kayaknya masih main teka-teki sama gue, Powl", lirih Rony setelah menceritakan semua yang ia ketahui dari papinya.
Paul manggut-manggut. Dia tidak menyangka hidup sahabatnya akan seplot-twist ini. Adanya Ron harusnya memudahkan Rony untuk bertemu Salma. Tapi nyatanya wanita itu masih belum jelas juntrungannya. Terlalu sakit hati kah dia?
"Setidaknya ada yang patut lo syukuri, Ron ngenalin lo sebagai papinya. Artinya Salma masih mengakui lo sebagai bapak biologis anaknya"
"Artinya lagi, dia nggak benci sama lo!"
Rony menatap Paul. Ucapan sahabatnya itu terkadang benar-benar bijak.
"Apa gue masih layak buat Salma, Powl?"
"Rony akan selalu layak dihati gue, Powl", ucapan Salma kala itu selalu terngiang di telinga Paul. Namun entah masih berlaku kah sampai sekarang?
"Gue tanya deh, lo beneran cinta ama Salma atau cuma mau nebus rasa bersalah, atau pelarian karena gak jadi nikah sama Flo dulu?"
Rony menggeleng. Dulu mungkin dia terbutakan oleh perasaannya terhadap Flo, dan denial terhadap Salma. Namun semenjak keduanya pergi dari hidupnya, Rony justru lebih merindukan Salmanya. Rony membutuhkan Salmanya. Dia seperti mati rasa terhadap perempuan lain. Hanya Salma yang memenuhi hatinya. Bahkan hingga saat ini.
"Awalnya, gue kira itu rasa bersalah, Powl. Lama kelamaan gue sadar, gue gak bisa hidup tanpa dia"
"Lebay, buktinya lo hidup aja sampe sekarang!"
"Iya, tapi gue cuma sekedar nafas, Powl. Sisanya gue kayak mayat hidup!"
Paul menatap Rony dengan perasaan miris. Memang benar kata sahabatnya itu, Rony hanya sekedar nafas, hidupnya tidak ada tujuan. Hilang arah. Bahkan tubuhnya juga lebih kurus dibanding enam tahun yang lalu. Sebegitu merindunya kah Ron? Salma, lihatlah lelakimu sekarang, sampai kapan kamu akan menyiksanya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Dalam Aksara
RomantikSalma cinta Rony. Rony cinta Florenza. Sampai dimana rasa yang tak terucap ini akan bertahan?