Titik Terang

1.2K 102 6
                                    

"Ron, papi boleh tanya nggak?"

Rony memperhatikan putranya yang kini tengah khusyuk menyesap milkbobanya. Rasa sayangnya menyeruak pada bocah lelaki yang memiliki wajah duplikat dirinya itu.

"Tanya apa pi?"

"Mami sering cerita apa tentang papi?"

Ron menatap Rony. Lalu tersenyum.

"Kata mami, papi orang yang paling hebat di dunia"

"Oh ya? Apa lagi yang mami bilang? Pernah nggak mami marah ke papi?"

Ron menggeleng. "'Mami nggak pernah marah. Tapi mami sering nangis"

Menangis? Salmanya menangis? Rony menyalahkan dirinya untuk hal itu.

"Kenapa mami nangis, Ron?"

"Gak tau, pi. Mami gak pernah bilang"

"Sekarang mami dimana Ron?"

"Loh, bukannya di rumah papi? Kan mami kerja di sana"

Rony menginjak rem mobilnya secara mendadak. Beruntung tidak ada mobil dibelakang mereka. Rony menatap putranya yang kini kebingungan.

"Maaf ya bikin kamu kaget", Rony mengelus kepala putranya dengan lembut.

Maafkan papi juga ya Ron, baru hadir dihidupmu sekarang.

"Ron, kamu bilang apa tadi, sayang? Mami kerja di rumah papi?"

Ron mengangguk.

"Sekarang kamu mau kemana? Kerumah papi atau kerumah mami?"

"Pulang aja pi, besok Ron sekolah"

"Apa sekarang mami sudah ada dirumah?"
***

Rony membanting pintu kamarnya. Lagi-lagi ia gagal menemui Salma. Saat mengantar Ron pulang, ia sengaja berlama-lama berada di rumah itu. Akan tetapi yang ditunggunya tak kunjung keluar. Apa dia harus menculik Ron agar Salma mau menemuinya? Gila, bapak mana yang menculik anak kandungnya sendiri?!

"Sampai kapan Sal?" Laki-laki itu mulai frustasi.

Lantas Rony teringat ucapan anaknya tentang Salma yang bekerja di rumahnya. Aneh? Sejak kapan ia mempekerjakan orang di rumahnya?

Rony bangkit menuju ruang kerjanya. Dibukanya layar komputernya yang kini terhubung dengan rekaman cctv. Ia membuka file tanggal kemarin. Mulai memperhatikan pergerakan yang terekam oleh kamera pengawas apartemennya.

Hanya ada asisten rumah tangga yang dipekerjakan maminya untuk membereskan ruangan. Tidak ada selain itu. Rony memperhatikan gerak gerik ARTnya yang menggunakan hijab dan masker. Lalu terdiam beberapa detik. Rony lalu memutar ulang rekaman cctv yang baru saja dilihatnya. Kemudian menzoom gambar ARTnya di bagian wajah.

1 detik
2 detik
3 detik

Rony mematung tidak percaya. Orang yang ia cari selama ini ternyata dengan mudahnya keluar masuk rumahnya bahkan tanpa ia ketahui. Selama 5 tahun ia seperti dibodohi. Oleh Salma, juga orangtuanya. Memang benar kata Paul, seorang Rony memang terlalu mudah untuk diperdaya.

Damn! Permainan apa lagi ini Salma?! Apa maksud semua ini?
Sepertinya Rony memang harus melakukan sesuatu agar wanita itu mau menampakkan dirinya!
***

Pov Salma

Aku sudah terbiasa keluar masuk apartemen Rony selama 5 tahun terakhir. Bahkan tanpa ketahuan. Tapi hari ini aku tidak bisa mengakses kode sandi yang ada di unitnya. Kuulangi lagi memencet runtutan angka tanggal lahirku namun hasilnya gagal. Kucoba menggunakan kartu akses yang diberikan oleh Papi Roy, tapi kartu itu juga tidak berfungsi.

Apakah sandinya salah?
Kenapa tiba-tiba?
Apakah Rony sekarang memiliki kekasih dan mengubah kode unitnya?

Padahal ini waktu yang tepat untuk membersihkan unit pria itu. Karena setahuku dia masih berlama-lama di kantornya dan tidak mungkin pulang pada jam-jam sekarang.

Heran! Tapi sudahlah. Nanti akan ku konfirmasi pada Papi Roy. Mungkin beliau lebih tahu. Lebih baik aku pulang saja.
***

"Non Salma"

Panggilan dari Bi Lastri membuat Salma menghentikan langkah kakinya di anak tangga ketiga.

"Kenapa bi?"

"Anuuu, den Ron lagi nginep di tempat bapak ya?"

Eh? Maksudnya bagaimana? Ron dirumah kakeknya dan Salma tidak tahu sama sekali?

"Bukannya jadwalnya besok malam ya, Bi?"

"Tapi sedari sore tadi, den Ron nggak pulang, Non"

Salma mendadak dijalari rasa panik. "Bibi udah telepon Papi Roy?"

Bi Lastri menggeleng, lalu wanita setengah baya itu tergopoh-gopoh menghampiri telepon rumah. Menghubungi rumah majikan lamanya. Setelah sekian detik telpon itu diangkat dan Bi Lastri berbincang sebentar, telpon kemudian ditutup dengan iringan wajah panik pengasuh itu.

"Non, maafin saya, den Ron gak ada di rumah Bapak"

Salma memutar badannya 180 derajat dan bergegas menuruni dua anak tangga dengan sekali lompatan. Tidak peduli dengan keselamatannya. Anaknya tidak ada di rumah, dan itu lebih genting. Bisa-bisanya!

"Pak!! Anterin saya nyari Ron!" Teriak Salma memanggil supirnya.

"Loh? Bukannya tadi sore lagi main di halaman sama anak tetangga sebelah, Non? Apa belum pulang?"

Salma menggeleng. Dia tidak memiliki bayangan apapun tentang anaknya saat ini. Entah dimana ia sekarang. Salma ketakutan.

"Buruan pak!" Ujarnya sambil meraih seat belt dan memasangnya. Begitu pun dengan Pak Tria yang ada di sampingnya. Mobil pun melaju meninggalkan rumah Salma.

Salma menyandarkan kepalanya di kaca jendela mobil. Airmatanya sudah mengalir sejak meninggalkan rumah. Ron, anaknya, satu-satunya milik Salma yang paling berharga, sekarang tidak tahu sedang ada dimana.

Wanita itu berpikir keras berbagai kemungkinan yang bisa menimpa Ron. Kalut. Salma benar-benar ketakutan kali ini. Lebih takut daripada saat ia akan melahirkan anak itu.

"Ronn.. Ronnn", panggilnya lirih.

"Ronyy.."

Astaga! Salma mendadak menegakkan tubuhnya. Kenapa dia tidak kepikiran dari tadi?! Bisa saja Ron sekarang sedang bersama Rony? Tapi kenapa Bi Lastri dan Pak Tria tidak mengetahui kepergian mereka berdua?

Salma mengucap air matanya dengan tisu. Keyakinannya penuh saat ini. Anak itu pasti bersama ayahnya. Hatinya sedikit melega meskipun fakta itu belum terbukti. Satu-satunya cara membuktikannya adalah dengan menemui pria itu secara langsung. Atau tidak sama sekali. Dan artinya ia akan tetap berada dalam ketidakpastian mengenai anaknya.

"Pak, kita ke apartemen Rony", putus Salma setelah menimbang sekian waktu.

🌻🌻🌻

Cinta Dalam AksaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang