Bab V

2 2 0
                                    

Calvin pulang dalam keadaan sedikit kehilangan fokus. Dirinya tidak berhenti memikirkan apa yang dikatakan Fira di sekolah saat jam makan siang tadi.

“Devan? Dia baik, kok. Lucu, perhatian, kalo dia ngeliat ada yang kesulitan pasti dibantu, gak peduli kenal atau enggak. Terus dia jago main bola. Walaupun isi pikirannya aneh, tapi itu ngebuktiin kalo dia kreatif.”

Helaan napas lepas dari bibir ranum Calvin. Bila ditelaah lebih dalam bagaimana Fira mendeskripsikan sahabatnya, Calvin dapat menyimpulkannya dengan mudah. Tatapannya mengarah ke lalu lintas yang ramai kendaraan.

Denger cara dia muji Devan... yah, aku bisa yakin yang disukain Fira itu si Devan, batin Calvin kemudian kembali menghela napas. Apa yang menarik dari pemuda itu hingga ada yang menaruh perasaan kepadanya? Jangan bilang sifat Devan yang mudah membaur dengan orang baru yang membuatnya tampak menarik dan memesona?

Namun, Devan tidak terlihat seperti dia memiliki perasaan kepada Fira sebagai lawan jenis. Dari pandangan Calvin, sahabatnya melihat Fira hanya sebagai teman dekat. Tidak lebih dan tidak kurang. Mereka saling mengenal satu sama lain dengan baik, tentunya Calvin bisa mengetahui saat sahabatnya tertarik kepada orang tertentu hanya dengan tatapan yang dia berikan.

Yang Fira sukai memang Devan, tetapi benang merah takdir mempersatukannya dengan Calvin. Entah siapa yang akan dipilih Fira nantinya jika ia mengetahui hal ini.

Mungkin saja yang Fira pilih adalah Devan. Sebagian besar orang pasti akan mengikuti kata hati mereka. Lagi pula siapa yang akan percaya begitu saja bahwa legenda benang merah takdir itu memang ada? Mereka yang mendengar Calvin bisa melihat benang merah takdir akan beranggapan kalau Calvin kehilangan akal.

Saat itu, dia melihat sepasang kekasih tengah berjalan bersama sembari bergandengan tangan. Melihat bagaimana tingkah si perempuan, dapat Calvin katakan bahwa pihak perempuan begitu mencintai kekasihnya seolah ia akan mempertaruhkan segalanya untuknya.

Sekilas tampak seperti pasangan mesra yang melengkapi satu sama lain, begitu Calvin menurunkan arah pandangan, dia kembali menghela napas. Benang merah milik si wanita masih pendek dan milik si laki-laki sudah memanjang ke suatu tempat.

Lagi-lagi Calvin melihat pemandangan ini. Bahkan di sekolah bisa lebih parah. Mereka berpikir tidak masalah bila menambah pengalaman dan menjalin hubungan dengan siapa pun selagi belum terlambat. Itulah mengapa di sekolah Calvin akan banyak melihat pasangan yang bukan takdirnya.

Meski populer, Calvin enggan berlabuh berkali-kali. Dia adalah pelaut yang memiliki kapal eksklusif. Mestinya dia mendarat di pelabuhan yang tepat yang sesuai dengan dirinya.

Bahkan jika perempuan datang kepadanya, dia tidak akan menerimanya walau mereka membuktikan cinta mereka yang begitu besar. Lagi pula, Calvin ingin menjadi orang yang mengejar, bukan dikejar.

“Aku emang ketemu orang yang mau aku kejar, tapi di hatinya ada seseorang.”

Mungkin saja ini tantangan untuknya bisa membuat Fira berpaling dan mendapat hatinya sepenuhnya.

Calvin sampai di bangunan bercat hijau daun. Dengan pelan ia mendorong pintu masuk, melepas sepatu dan berjalan menuju ke ruang tengah. Ketika ia menoleh, pemandangan familier tersaji di hadapannya. Seorang wanita paruh baya sedang duduk di sofa, merajut sweater sembari menonton televisi.

Beliau terlalu fokus pada drama yang ditayangkan di televisi hingga tidak menyadari anak semata wayangnya telah tiba di rumah. Enggan mengganggu konsentrasi sang ibu, Calvin berdiri diam di belakang, menunggunya berbalik.

Ketika acara dijeda sementara dengan iklan, Karin berbalik dan baru menyadari keberadaan anaknya yang sudah berdiri selama sepuluh menit. Calvin menyunggingkan senyum. “Seru banget nontonnya.”

[END] Aimi, Unmei no Akai ItoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang