Bab VIII

3 1 0
                                    

Tiga hari belakangan ini, Fira mendapatkan ancaman dari pengirim anonim. Isi dari ancaman tersebut sebenarnya tidak terlalu mengusiknya. Itu lebih seperti surat teror yang diisi oleh anak SD.

Namun, yang mengesalkannya adalah pengirim mengacak-acak barangnya. Tidak cukupkah dengan mengirim surat ancaman kekanakan seperti itu hingga memilih melampiaskannya kepada barang pribadinya? Sungguh menyebalkan!

Fira tidak tahu siapa yang mengirim ini, yang pasti dia adalah orang terampil. Tahu waktu yang tepat untuk beraksi tanpa ketahuan orang lain di dalam kelas.

Mengembuskan napas kasar, Fira mengambil kertas-kertas lecek dan mengumpulkannya menjadi satu untuk dibuang. Dia memerhatikan isi dari surat ancaman yang terpampang di atas meja.

“Cewek gak tahu diri! Minggat lo!” Tertulis di kertas dengan huruf kapital menggunakan tinta merah. Fira mendengus sebal. Kekanakan! Sudah SMA masih zaman menggunakan ancaman seperti ini? Terlebih lagi, dia sama sekali tidak paham maksud dibalik tindakan ini apa.

“Perasaan aku gak pernah bikin ulah sama orang lain.... “ Lalu apa alasannya? Iri? Iri karena apa? Tidak ada yang bisa diirikan darinya, pikir Fira sembari membuang sampah-sampah yang mengotori mejanya.

Saat itu, Devan baru saja kembali usai mengobrol dengan Calvin di kelas sebelah. Netranya memandang Fira dengan gumpalan kertas lecek. “Ngapain, Fir?”

Fira menoleh lalu mengembuskan napas. “Ini ada lagi, Van.”

“Surat kayak SD itu?”

Yang ditanya hanya mengangguk singkat sebagai respons. Mengerutkan kening, Devan membantu Fira membersihkan mejanya.

“Kenapa kamu gak lapor guru aja? Mereka pasti bisa bantu, kan?”

“Mana mau mereka bantu.... Masalah sepele kayak gini mana mau turun tangan.”

“Siapa tau aja, kan? Daripada dibiarin gini terus.”

Bel tanda istirahat berakhir telah berbunyi bertepatan dengan mereka berdua selesai membereskan meja Fira. Seluruh murid memasuki kelas dan duduk di kursi masing-masing. Fira memerhatikan tulisan itu kembali. Dia belum pernah melihat tulisan tangan ini... Kira-kira siapa yang mengirim ini? Kesalahan apa yang diperbuatnya hingga si pelaku sampai berbuat sejauh ini?

Helaan napas yang begitu jelas membuat Devan yang duduk di sebelah Fira memandangnya dalam diam. Tatapannya tertuju ke arah lain seperti memikirkan sesuatu.

.

.

.

Maria bersama teman-teman satu gengnya duduk di taman belakang sekolah. Meski bel sudah berdering beberapa menit lalu, mereka tidak menunjukkan tanda akan beranjak. Berpikir bahwa Maria sebagai bunga sekolah dapat melakukan apa pun sehingga teman-temannya tidak perlu merasa khawatir.

Matanya tertuju kepada dua orang. “Udah kalian beresin?” tanyanya dengan nada datar. Mereka berdua saling berpandangan lalu mengangguk gugup.

“Bagus. Pokoknya selama Calvin gak ngelirik aku, gak akan aku biarin cewek lain deketin dia,” ujarnya dengan ekspresi sebal. Hatinya terus mengerang tidak menerima akan fakta bahwa ada gadis yang lebih menarik dirinya yang berhasil memikat Calvin.

Namun, baik Maria ataupun teman-teman yang tidak mengetahui bahwa Calvin sendiri yang memutuskan mengejar seorang gadis.

**

Fira keluar dari gedung sekolah setelah menyelesaikan urusannya di toilet sebelum pulang. Sampai sekarang, dia belum memutuskan apakah akan melaporkan perihal surat ancaman yang diterimanya kepada guru atau tidak.

[END] Aimi, Unmei no Akai ItoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang