Rainbow Garden. Sesuai namanya, taman yang menyuguhkan pemandangan beratus jenis bunga dalam berbagai varian warna, layaknya sebuah pelangi. Tempat ini sangat sesuai untuk mereka yang ingin bersantai ataupun menikmati indahnya hamparan bunga sembari berfoto ria.
Meski kebanyakan pengunjung pergi ke taman ini untuk sekadar bersantai, ada yang juga yang memiliki alasan. Contohnya adalah Calvin, Fira, dan Devan. Mereka pergi ke Rainbow Garden untuk mengerjakan tugas bersama.
Seharusnya ini bisa menjadi hari libur yang menyenangkan, tetapi mereka lebih memilih berkutat dengan tugas.
Semoga saja pengunjung lain yang sebaya tidak menangis darah memandang mereka bertiga yang begitu ambisi sampai mengerjakan tugas di taman.
Fira dan Devan duduk bersebelahan, saling berdiskusi bagaimana memecahkan persoalan di depan mereka. Sementara di kursi seberang, Calvin dengan tenang mengerjakan tugasnya tanpa terlihat kesulitan.
Ia asyik dengan dunianya sendiri hingga mengabaikan kedua orang di hadapannya yang sibuk berdiskusi. Entah bagaimana dia bisa terdampar di sini membawa buku-bukunya. Hal terakhir yang diingatnya adalah Devan tiba-tiba mendarat di rumahnya ketika ia sedang membaca novel kemudian menyeretnya pergi usai mendapat izin dari sang ibu.
Dirinya yang tidak mampu kabur serta ingin memerhatikan gadis di depannya, akhirnya menyerah dan ikut belajar bersama mereka berdua. Memikirkan hal tersebut membuat Calvin sedikit bersyukur karena menunda menuntaskan tugas sekolah, dia bisa belajar bersama Fira.
Padahal Fira sendiri asyik bersenda gurau bersama Devan.
Sejak kapan mereka kehilangan fokus? Bukankah beberapa menit lalu mereka masih berdiskusi tugas? Kenapa sekarang tiba-tiba yang dibahas adalah kakak kelas yang terlibat tawuran kemarin? Calvin menggelengkan kepala pelan.
Ia menyadari sesuatu.
Sampai kapan pun, dia tidak akan bisa beradaptasi dengan dua aneh ini. Topik mereka berganti lebih cepat dari cahaya melintasi mata.
Mungkin yang dinamakan, bersama dengan orang yang sefrekuensi tentu akan terasa nyaman dalam banyak hal. Buktinya Fira jauh lebih sering tersenyum dan tertawa bersama Devan dibanding bersamanya.
Entah bagaimana takdir mempermainkannya hingga ia dipertemukan dengan Devan dan Fira.
Mengembuskan napas panjang, Calvin kembali berkutat dengan tugasnya. Ya, setidaknya mereka tidak mengganggunya. Itu tidak masalah. Namun, tetap saja. Pemandangan di depannya sungguh tidak sedap.
Calvin teringat oleh foto yang dikirimkan Devan kepadanya. Foto dia ‘kencan’ bersama Fira.
Mungkin maksud awal Devan adalah untuk pamer bahwa ia tengah jalan berdua dengan Fira saat itu. Sahabatnya tahu kalau dia tidak pernah jalan dengan lawan jenis. Tentu saja, secara hanya novel yang ada dalam pikirannya.
Hanya saja Calvin berpikir lain.
Kobaran api seakan menghanguskan hatinya. Coba kalau aku yang di sana.... Pada malam harinya, Calvin bergelut dengan pikirannya perihal foto tersebut.
Sulit juga mengejar seseorang yang ada nama lain di hatinya.
Meski begitu, Calvin pantang menyerah. Apa pun yang terjadi, dia tidak bisa membiarkan takdirnya lepas.
Menyadari kebisuan Calvin, sang sahabat mengetuk meja tepat di samping bukunya. “Cal.”
Yang dipanggil hanya melirik tanpa suara. Ia melayangkan pertanyaan melalui sorot mata.
Devan tertawa pelan. “Diem aja dari tadi. Kesel ya aku ajak ke sini?”
“Kalo tau kenapa masih tanya?” tanya Calvin dengan nada ketus. Raut wajahnya menampilkan ekspresi benci, seolah sedang melihat kacang dalam jumlah besar.
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] Aimi, Unmei no Akai Ito
RomanceLegenda Benang Merah Takdir. Menurut legenda, dewa mengaitkan benang merah di setiap jari para kekasih sejati agar mereka suatu saat nanti dapat bertemu dan saling jatuh cinta. Legenda benang merah takdir ini memang sangat romantis. Banyak orang ber...