31

251 12 732
                                    

Bulan menatap layar yang tidak jauh darinya dalam diam. Layar yang menunjukkan kapan keberangkatannya untuk kembali ke Indonesia, ia harus ke Dubai terlebih dahulu. Pandangan Bulan teralih pada gelapnya landasan pesawat yang tidak terlalu jauh darinya, hanya beberapa lampu dan lampu pesawat saja yang mampu dilihatnya.

Bulan menatap ponselnya sendiri dalam diam, ponsel itu dalam posisi terkunci, tidak ada yang menghubunginya, Wiratara sempat mengiriminya pesan tadi, untuk hati-hati di jalan.

Namun, ada satu yang dia sangat tunggu. Seseorang yang mengantarnya tadi.

Mereka kemungkinan tidak akan pernah bertemu lagi, Jehan tidak kembali ke Indonesia, dan dia pun tidak mempunyai lagi alasan ke New York dan bertemu Jehan.

New York luas, sangat luas, bagaimana mungkin mereka bertemu lagi walaupun nantinya ia berkesempatan kembali ke New York.

Ia pun kemungkinan tidak akan melakukan itu, bagaimana mungkin ia kembali ke tempat yang memberinya ingatan begitu banyak ke Jehan.

"Bulan? Oh my God."

Bulan menoleh ketika melihat seseorang memanggilnya, sungguh tidak terduga.

"I can't believe we meet again," ucapnya.
"Are you finally back to Jakarta?"

Bulan mengangguk sebagai jawabannya dan melirik sejenak pria di samping gadis itu, masih pria yang sama.

"I'm sorry by the way, atas kata-kataku waktu itu," ucapnya membuat Bulan terdiam.

"No, Olivia. Kamu benar, no need to sorry," ucap Bulan.

"Tapi aku akui waktu itu kata-kataku terlalu kasar, karna itu aku minta maaf," ucap Olivia.

Bulan sungguh terkejut, dan merasa ini sangat tidak terduga, ia tidak menduga Olivia akan meminta maaf, ia juga tidak menduga Olivia mempunyai sifat seperti ini. Ya, mengingat stereotype.

Bulan hanya mengangguk, dan melihat gadis itu duduk di depannya dengan kekasihnya. Keduanya terlihat tertawa menatap ponsel yang disodorkan gadis itu.

"Olivia," panggil Bulan.

Gadis itu pun mengangkat wajahnya dan menatap Bulan.

"Kamu sendiri mau kemana?" tanya Bulan.

"Me? Back to London of course, ada kerjaan aja makanya ke sini," balasnya dan dijawab anggukan paham oleh Bulan.

"Bulan."

Bulan menatap Olivia yang mendadak menatapnya dengan serius.

"Jehan, orangnya ga sembarangan," ucap Olivia membuat Bulan mengedipkan matanya bingung.

"Mau di Jakarta, mau di New York, ketemu Jehan itu susah. Apalagi Jakarta, karna Jehan ga pernah main di tempat yang biasa," tambahnya membuat Bulan terdiam.

"Aku ga ada niat ngerendahin kamu ya, tapi kamu adalah satu-satunya orang miskin di sekitar Jehan. Aku tahu kalo untuk level orang Indonesia, kamu termasuk di atas, tapi beneran ga semua orang bisa ketemu Jehan. Waktu zaman kuliah dulu, kamu harus tahu gimana susahnya aku buat nyari di mana Jehan, keluarga Jehan bukan keluarga main-main."

"Jangankan jadi pacar, buat dekat sama Jehan sebagai teman aja susah, karna dari cara gaul, keluarga dan sebagainya udah beda, aku harus lawan berapa banyak cewek-cewek yang lebih kaya bahkan keterunan bangsawan untuk dapetin Jehan waktu itu. Kamu liat aku, bandingkan sama kamu, aku jauh lebih kaya. Tapi, keluargaku setakut itu sama keluarga Jehan yang udah lain levelnya."

Bulan terdiam. Dari segimana pun Olivia orang kaya, bagaimana bisa takut pada keluarga Jehan. Ia benar-benar tidak paham. Lalu inti cerita ini...?

"Intinya, kamu benar-benar beruntung, ketemu Jehan aja beruntung, ditambah kamu pernah pacaran sama dia, benar-benar beruntung," ucap Olivia.

secret love song Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang