Perth memandang langit-langit kamar hotel tempat mereka menginap, malam pertama mereka dihabiskan dengan berbagai gaya percintaan. Tadi malam suaminya sangat luar biasa, berbeda dari bercinta ketika mereka masih pacaran. Mungkin di saat mereka masih pacaran, Meen lebih banyak menahan diri karena takut anak orang hamil terlebih dia sudah janji dengan orang tuanya.
Karena merasa haus, diapun bangun seraya melihat keseluruhan kamar sebab tidak dia dapati suaminya. Mungkin suaminya lagi mandi mengingat ada suara percikan air dari kamar mandi.
Di meja makan dekat jendela sudah terhidang sarapan pagi yang sudah telat sebenarnya sebab sekarang sudah jam 10 pagi. Tadi malam mereka tidur jam 4 pagi.
Dia beranjak dari tempat tidur sembari menahan rasa ngilu pada area pinggang ke bawah.
Sembari minum, Perth memeriksa ponselnya. Ada notifikasi dari Mile.
'Kenapa aku tidak diundang di acara pernikahanmu? Bukankah hubungan kita jauh lebih dekat dari sekedar teman?' By Mile.
Perth mengerutkan dahinya, dia sangat yakin jika dia tidak pernah memberikan nomor ponselnya pada Mile.
Tidak hanya satu itu yang Mile kirimkan pada dia, ada tiga pesan.
'Aku punya informasi menarik mengenai pelaku pembunuhan sahabatmu. Jika kau tertarik, kita bisa ketemuan. Terserah kamu dimana dan kapan.'
Perth menghela nafas panjang, lalu di balas. 'Tidak terima kasih.' Hanya itu, setelah itu dia letakkan kembali ponselnya di nakas samping ranjang. Dia bukannya tidak tertarik hanya dia tahu seperti apa watak Mile. Jika dia memberi sesuatu maka pasti ada imbalannya. Bagi Mile, tidak ada yang gratis di dunia ini.
Karena Meen masih berada di kamar mandi, lantas Perth berjalan kearah koper hitam yang berada si samping lemari. Dia mau mengambil dua stel pakaian ternama, jelas itu pakaian dia dan Meen. Dia sendiri yang memilih baju itu untuk Meen supaya pakaian mereka sama. Dia berharap baju yang baru saja dibelikannya untuk Meen pas dan disukai oleh suaminya.
Suara air terhenti dan tak lama aroma dari sabun mandi menguar di udara, sosok lelaki itu keluar dengan tubuh yang sudah dikeringkan nya dengan handuk.
Perth refleks menoleh dan melihat pemandangan hampir sepenuhnya terbuka dari suaminya. Dada bidang dan perutnya yang berbentuk kotak-kotak tanda Meen menjaga dengan baik bentuk tubuhnya, ototnya terlihat dan sisa-sisa air yang menetes dari ujung rambutnya membuat Perth menelan air liurnya. Namun, beberapa detik kemudian Perth tersadar lalu memalingkan wajahnya dan pura-pura sibuk mengatur baju untuk Meen.
Meen hanya tersenyum kecil melihat tingkah istrinya yang kikuk karena dirinya hanya berbalut handuk pendek. Dia sengaja ingin menggoda Perth dengan mendekatinya, pura-pura mengambil sesuatu di atas lemari yang membuat Perth terkurung di dalam lengan kokoh suaminya.
Perth semakin salah tingkah, dirinya berbalik hendak menjauh tetapi yang terjadi malah dirinya semakin dekat dengan suaminya, manik gelap Perth mengamati dada bidang Meen yang membuat jantungnya itu berdegup keras.
"Kakak pikir adek akan kesulitan berjalan karena kejadian semalam," Goda dia pada Perth yang salah tingkah dan merona wajahnya. Tubuhnya hanya di tutupi dengan kain selimut yang dia ikatkan pada pinggangnya, sehingga bagian pinggang keatas terekspos.
"Mending kakak jauh-jauh deh, adek belum mandi." Perth menahan dada bidang suaminya.
Meen tersenyum lantas dia mencoba mencicipi bibir ranum istrinya. Perth menoleh, "Ja-jangan... adek belum mandi dan gosok gigi." Perth dengan terbata dan bersuara serak pada Meen yang mulai mengendus dan menciumi rahang dan leher jenjangnya.
"Kak... Please, adek gak percaya diri jika melayani mu di saat adek belum mandi." Jujurnya mencoba mendorong suaminya yang bergeming di posisinya.
Meen hanya bercanda lalu dia bergeser dan membiarkan istrinya lewat. Dia senang sekali menggoda istrinya seperti itu. Dia bahkan tersenyum simpul ketika melihat Perth berjalan. Perth melangkah pelan sambil memegang pinggangnya.